Warga Tolak Penguasaan Eksklusif Darat dan Laut Desa Adat Serangan
![Warga Tolak Penguasaan Eksklusif Darat dan Laut Desa Adat Serangan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/11/c0e84e82da9b1beae089e6f9276e17e9.png)
KOORDINATOR Nasional Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) Marthin Hadiwinata menyebut Pemerintah Provinsi Bali seharusnya tidak menerbitkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Bali Turtle Island Development (BTID). Pasalnya, masyarakat dan nelayan Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, secara tegas menolak izin PKKPRL yang diajukan PT BTID untuk menguasai ruang darat dan laut Desa Adat Serangan.
Hal itu disampaikan Marthin untuk merespons aksi unjuk rasa yang dilakukan lebih dari 200 perwakilan warga dan nelayan Desa Adat Serangan di areal Melasti Pantai Serangan, Denpasar Selatan, pada Senin (30/10/2023). Mereka menolak rencana penguasaan ruang darat dan laut Desa Adat Serangan oleh PT BTID karena wilayah tersebut menjadi eksklusif dan tidak bisa dimanfaatkan nelayan setempat untuk mencari hasil laut.
Menurut Marthin, izin PKKPRL baru bisa diterbitkan pemerintah provinsi setelah ruang yang diajukan itu bersih dari konflik. Apalagi, lanjutnya, wilayah tersebut diprotes oleh masyarakat setempat karena dinilai merugikan ruang penghidupan mereka. "Ini kan ada protes yang berarti konsultasi publik, proses Amdal yang termasuk di dalamnya, bermasalah. Dan seharusnya PKKPRL, termasuk izin pemanfaatan ruang lautnya, tidak bisa dikeluarkan dan harus ditolak karena ada protes dari masyarakat," ujar Marthin.
Baca juga: BTID: KKPRL terkait Pengusahaan, bukan Penguasaan Laut
Marthin menegaskan, segala pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir harus mengacu pada rencana tata ruang yang diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Dalam RZWP3K tersebut, lanjut Marthin, pemilik modal harus memastikan ada ruang penghidupan dan akses untuk nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudi daya ikan kecil, dan petambak garam kecil. "Kalau ternyata ada protes dari masyarakat dan protes tersebut dilakukan dengan niat baik atau keberatan atau penolakan berarti kan ada yang bermasalah dengan ruang penghidupannya," jelasnya.
Ruang penghidupan yang dimaksud itu secara jelas diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Pada Pasal 25 ayat (5) disebutkan bahwa ruang penghidupan meliputi wilayah atau zona menangkap ikan atau membudidayakan ikan; tempat melabuhkan kapal perikanan, dan; tempat tinggal nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudi daya ikan kecil, dan petambak garam kecil.
Baca juga: Sekjen PDIP Buka Suara Soal Pencopotan Baliho Ganjar-Mahfud di Bali
Marthin juga menyoroti eksklusivitas wilayah pesisir dan laut di Pulau Serangan jika PKKPRL ini diterbitkan Pemprov Bali. Ia menegaskan bahwa kesesuaian tata ruang harus memperhatikan wilayah tangkap nelayan, sehingga nelayan dapat memperoleh hasil laut tanpa dibatasi secara teritorial.
"Apakah di situ ruang untuk wilayah tangkap nelayan yang berarti kan tidak bisa serta merta mereka tutup aksesnya. Jadi nelayan kecil di dalam UU Perikanan ada kebijakan untuk memberikan kebebasan menangkap ikan di seluruh wilayah Indonesia," tegas Marthin. "Dalam kode etik perikanan berkelanjutan, nelayan kecil diberikan ruang khusus untuk menangkap ikan dengan segala fasilitas, misalnya listrik, itu harus dipastikan ada."
Sebagaimana diketahui, PT Bali Turtle Island Development (BTID) tengah mengajukan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk menguasai ruang darat dan laut Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan. PKKPRL ini diajukan oleh PT BTID--yang menguasai 491 hektare luas Pulau Serangan--ke Pemerintah Provinsi Bali untuk melakukan berbagai pembangunan, salah satunya Pelabuhan Marina.
Padahal, sebelum PT BTID berencana membangun pelabuhan tersebut, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah lebih dulu menginisiasi pembangunan Pelabuhan Marina di Desa Serangan. Pelabuhan yang diinisiasi Bappenas ini nanti difungsikan untuk kepentingan umum dan pemasukannya akan dikelola oleh Pemda Bali. Sementara itu, masyarakat Desa Adat Serangan yang hanya menempati 101 hektare dari seluruh luas Pulau Serangan merasa kawasan PT BTID bersifat eksklusif dengan akses yang terbatas. Nelayan yang hendak mencari ikan di kawasan milik PT BTID merasa kesulitan untuk masuk ke sana. (RO/Z-2)
Terkini Lainnya
2 Ton Alat Kesehatan Bermerkuri Ditarik dari Faskes di Bali
13.500 Pelari bakal Ramaikan Maybank Marathon 2024 di Bali
103 WNA asal Tiongkok, Taiwan dan Malaysia Ditangkap Imigrasi Bali
Penerimaan Pajak di Bali Capai Rp 6,63 Triliun, 30 Persen dari Target
Etihad Airways Luncurkan Penerbangan Langsung Rute Abu Dhabi-Bali
Henry's Steakhouse Luncurkan From Grill to Greatness
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap