visitaaponce.com

Manajemen Air

Manajemen Air
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

SELAMA masa pandemi ini, di depan minimarket, sekolah, kantor, bahkan perumahan, disediakan wadah untuk mencuci tangan. Dari yang sederhana menggunakan bekas kaleng Khong Guan hingga yang otomatis dengan sensor suhu tubuh. Begitu tangan mendekat ke keran, serrr…air langsung mengucur. Ini tentu patut disyukuri karena hingga hari ini kita belum mengalami krisis air yang parah.

Tahun lalu, Bloomberg mewartakan di wilayah perkotaan Yordania, masyarakat hanya bisa mengakses air sekitar seminggu sekali. Mengutip data World Resource Institute’s Aqueduct Water Risk Atlas, media milik konglomerat Michael Bloomberg itu menyebut Yordania sebagai salah satu negara di dunia yang mengalami krisis air terparah, selain Qatar, Libanon, dan Israel.

Air adalah sumber kehidupan. Sejak zaman batu hingga era kecerdasan buatan seperti sekarang, bahkan di era posthuman yang diramalkan para futurolog, manusia selalu butuh air. Itu sebabnya, pengelolaannya harus bijak, seperti yang selalu didengungkan pada momen peringatan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret. Bayangkan, seandainya di masa pandemi ini kita tidak memiliki air bersih yang cukup untuk sekadar mencuci tangan. Sama sekali tidak berlebihan kiranya untuk mengatakan bahwa teknologi pengelolaan air bersih ialah salah satu kemajuan terbesar di bidang kesehatan dalam sejarah umat manusia.

Sayangnya, manusia suka alpa. Laju pembangunan, sejak era revolusi industri hingga sekarang, kadang mengabaikan salah satu unsur terpenting yang ada di alam ini. Penyedotan air tanah yang berlebihan, pencemaran sungai, penggundulan hutan, dan berbagai ekses pembangunan lainnya menyebabkan krisis air bersih di sejumlah wilayah di planet ini. Jakarta, yang sementara ini masih jadi Ibu Kota Republik Indonesia tercinta, bahkan dikhawatirkan tenggelam. Menurut sejumlah pakar lingkungan, skenario itu bisa terjadi jika eksploitasi air tanah yang berlebihan tidak dikendalikan. Studi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun lalu menyebut salah satu penyebab menurunnya permukaan tanah di Jakarta yang terjadi dalam setengah abad terakhir, salah satunya karena faktor tersebut.

Groundwater- Making the Invisible Visible yang jadi tema peringatan Hari Air Sedunia tahun ini, kiranya tepat untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya manajemen sumber daya air. Air tanah memang tersembunyi, tetapi dampaknya nyata di mana-mana. Di bawah bumi yang kita pijak, ada harta terpendam yang dapat menyejahterakan dan menyelamatkan umat manusia. Kita bisa terus mencuci tangan dengan sabun dan air untuk melaksanakan ‘Pesan Ibu’, memasak, mandi, dan berwudu, lantaran masih tersedianya air tanah.

Namun, sekali lagi, pengelolaan dan pemanfaatannya mesti selaras dengan alam karena air merupakan unsur terpenting bagi setiap ekosistem dan habitat makhluk hidup. Ia bagian dari siklus hidrologi abadi yang mesti dihormati jika ingin tata kehidupan di planet ini harmoni. Air yang dianugerahkan Tuhan ialah sahabat sekaligus bisa menjadi bencana bagi manusia. Kita pun dapat membaca kisahnya baik dalam lembar sejarah maupun jejak arkeologi. Selamat Hari Air.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat