visitaaponce.com

Publik Harus Dapat Ganti Rugi Bila Pelayanan Publik Buruk

 Publik Harus Dapat Ganti Rugi Bila Pelayanan Publik Buruk
Ratna Sari Dewi(Dok pribadi)

INDONESIA sudah cukup lama mengenal ungkapan pelayanan publik, namun sampai sekarang belum optimal pelaksanaannya. Terbukti dari penilaian The Global Economy 2019, kualitas layanan publik Indonesia menempati peringkat 82 dari 176 negara. Sedangkan posisi lima besar negara dengan layanan terbaik adalah Finlandia, Norwegia, Belanda, Swedia, dan Jerman. Bahkan hingga saat ini negara-negara tersebut tetap meraih peringkat terbaik di pelayanan publik.

Indonesia telah menerbitkan UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang bertugas mengawasi pelayanan publik. Setelah itu, setahun kemudian, terdapat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, memyebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, maka segala produk dan tindakan penyelenggaran negara adalah ruang lingkup pelayanan publik. 

Dikarenakan ruang lingkup pelayanan publik, tidak hanya produk tetapi juga tindakan penyelenggara negara. Dengan demikian pengujian seorang penyelenggara negara dikatakan telah memberikan pelayanan publik bukan hanya dalam tataran pelaksanaan tugas dan fungsinya, tetapi ketaatan terhadap prosedur dan nilai serta etika dalam melayani juga diuji dalam menyelenggarakan negara.

Faktor kinerja yang berjiwa melayani dari petugas pemberi layanan atau penyelenggara negara menjadi hal yang penting dan tidak dapat diabaikan. Setidakannya ada dua hal dalam menguji ketinggian pemberian pelayanan publik. Pertama, penyelesaian persoalan masyarakat terkait substansi pelayanannya. Semisal ketika dalam pelayanan sertifikat tanah, maka kecepatan dan ketepatan serta kesesuaian prosedur pelayanan merupakan substansi yang perlu diselesaikan. 

Kedua, penyelesaian emosi publik. Dalam penyelesaian substansi pelayanan, penyelesaian emosi publik sama pentingnya dengan penyelesaian substansi. Misalnya,  pemohon suatu perijinan penyelesaian permasalahan perdagangan; bila kemudian ada kelalaian, keterlambatan atau prosedur yang berbelit, selain substansi pelayanan itu sendiri, perasaan bahwa masyarakat telah rugi atas waktu, dan materi yang mungkin bisa diperoleh jika tidak ada maslaah, adalah ruang lingkup emosi yang juga penting untuk diselesaikan.

Menilik dua hal pokok masalah pelayanan publik, yaitu substansi dan emosi, kerugian masyarakat ketika pelayanan publik tidak berjalan dengan baik bukan hanya kerugikan materi dan/atau materi yang akan diperoleh dalam aspek perekonomian dan hukum. Ada kerugian perasaan emosi, baik berupa kemarahan, kesedihan, dan ketakutan yang selalu mengikuti persoalan pelayanan publik. 

Ganti rugi

Oleh karena itu untuk mencapai pelayanan publik yang prima, diperlukan daya dorong agar terbangunnya jiwa melayani tersebut. Salah satunya dengan pemberian ganti rugi yang dibebankan kepada penyelenggara negara sebagai kompensasi yang diterima warga negara atas perlakuan pelayanan yang kurang baik bahkan buruk.

Definisi 'rugi' adalah kondisi di mana seseorang tidak mendapatkan keuntungan dari apa yang telah mereka keluarkan (modal). Sedangkan 'ganti rugi' adalah uang/kompensasi yang diberikan sebagai pengganti kerugian. Jadi masyarakat akan mendapat ganti rugi berupa sejumlah uang dana kompensasi yang ditentukan jumlahnya, sebagai bentuk penghargaan dan keseriusan negara untuk peningkatan pelayanan publik.
 
Ganti rugi bukanlah hal yang baru dalam tataran hukum. Negara-negara seperti Australia menerapkan pola ganti rugi yang cukup mudah bagi warganya. Seperti jika ada kesalahan dari pemberi layanan oleh Kepolisian, maka proses ganti kerugian tersebut dapat langsung dilakukan dengan anggaran kepolisian, tanpa adanya mekanisme yang berbelit bagi warga tersebut untuk memperoleh kompensasi. 

Indonesia telah lama mengenal ganti rugi seperti dalam istilah hukum yang sering disebut legal remedy; yaitu cara pemenuhan atau kompensasi hak atas dasar putusan pengadilan yang diberikan kepada pihak yang menderita kerugian, dari akibat perbuatan pihak lain yang dilakukan karena kelalaian atau kesalahan maupun kesengajaan. 

Dalam Pasal 1 butir 22 KUHAP disebutkan bahwa ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 

Pola ganti rugi dalam KUHAP tersebut adalah terkait pemidanaan. Namun dalam konteks pelayanan publik, penilaian kesalahan prosedur yang bersifat administratif dapat ditentukan sendiri oleh masing-masing instansi pemberi layanan. Dengan begitu pemberian ganti rugi tersebut terlebih dulu telah terdapat pada aturan internal masing-masing pemberi layanan, yang mana tidak memerlukan putusan pengadilan bagi masyarakat untuk memperoleh ganti rugi pelayanan publik.

Diatur UU

Ganti rugi pelayanan publik telah diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengamanatkan adanya kompensasi/ganti rugi yang disedikan negara kepada masyarakat atas sikap/perlakuan penyelenggara negara/aparat pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 48 ayat (4) UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menuntut ganti rugi akibat pelayanan yang tidak sesuai standar, tanpa adanya proses peradilan. 

Untuk menerapkan hal tersebut, terlebih dahulu harus disusun mekanismenya sesuai ketentuan Pasal 50 ayat (8) UU Nomor 25 tahun 2009 bahwa mekanisme pembayaran ganti rugi pelayanan publik diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Namun Perpres tersebut hingga saat ini setelah melewati lebih dari satu dasawarsa adanya UU Pelayanan publik yang mengatur Perpres untuk diterbitkan, belum juga diterbitkan. 

Setidaknya hal itu melukai asas umum pemerintahan yang baik tentang akuntabilitas publik dengan belum adanya penerbitan Perpres ganti rugi pelayanan publik. Selain itu, semangat peningkatan good governance menjadi mundur dengan tidak adanya keseriuan pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

Pelayanan publik yang baik tidak terlepas dari tata kelola pemerintahan yang baik oleh aparat/penyelenggara negara, yang menempatkan sebagai asas umum Pemerintahan yang baik. Salah satunya adalah larangan bertindak sewenang-wenang. Dengan demikian ganti rugi adalah sebagai bentuk pencegahan dan juga wujud nyata memerangi perbuatan sewenang-wenang para pejabat, yang masih sering dikeluhkan masyarakat. 

Terlepas dari besar atau kecilnya ganti rugi kepada warga negara, setidaknya adanya mekanisme kompensasi/ganti rugi tersebut akan menciptakan ruang dan daya tawar masyarakat di hadapan para aparat/instansi penyelenggara negara. Hal tersebut juga bertujuan untuk mendorong sikap berhati-hati para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas. Semua itu ditujukan agar mencapai good governance dan meningkatkan keberpihakan negara kepada masyarakat.

Sejalan dengan Nawacita Pemerintah saat ini, khususnya poin 'Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya', penerbitan Perpres ganti rugi pelayanan publik yang merupakan amanat UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik merupakan hal yang sangat penting dan perlu dituntaskan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat