visitaaponce.com

Server PDNS Diretas, Guru Besar IT Tidak Ada Sistem yang Dijamin Keamanannya

Server PDNS Diretas, Guru Besar  IT: Tidak Ada Sistem yang Dijamin Keamanannya
Ilustrasi serangan siber(Dok. Freepik)

SERVER Pusat Data Nasional  Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengalami serangan siber ransomware sejak Kamis (20/06), sehingga down dan mengganggu pelayanan publik di berbagai instansi yang terjadi hingga kini.

Menanggapi hal ini, Guru Besar bidang  Information Teknologi (IT) Prof Marsudi Wahyudi Kisworo mengatakan bahwa di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya. Namun ia mengingatkan pentingnya security awareness culture.

"Dalam dunia keamanan komputer, di dunia ini tidak ada sistem yang dijamin pasti aman, yang ada adalah sistem yang sudah diretas dan sistem yang belum diretas. Di negara-negara maju pun konon setiap 3-5 detik terjadi percobaan peretasan," ujar Prof Marsudi dalam keterangannya, Rabu (26/6).

Baca juga : Kominfo: 5 Pelayanan Publik yang Terimbas Serangan Ramsomwere Sudah Pulih

Hal itu, lanjutnya, sama saja dengan sebuah rumah. Secanggih apa pun pengamanan rumah, tidak ada yang mau menjamin bahwa rumah seseorang tidak akan kemalingan, kerampokan, atau kejatuhan meteor.

"Makanya dalam keamanan, yang paling penting adalah security awareness culture alias budaya berhati-hati," ungkapnya.

Selain itu, Guru Besar  pertama di bidang IT di Indonesia ini menegaskan bahwa di jagat pengamanan komputer, harus selalu mematuhi tata kelola keamanan (security governance) yang baik.

Baca juga : Berani Menyerang Pusat Data Nasional, Apakah Ransomware Itu?

"Misalnya menerapkan berbagai standar keamanan komputer yang ada, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran keamanan, paling tidak mengurangi dampak jika terjadi pelanggaran keamanan. Sama kan dengan pengamanan fisik seperti mengamankan rumah atau mobil," paparnya.

"Security governance meliputi analisa risiko apa saja yang bisa terjadi, meliputi skenario pelanggaran keamanan, aktor, probabilitas, dan dampaknya," sambungnya.

Kemudian ia melanjutkan, dilakukan penanganan risiko mulai dari peralatan misalnya untuk deter, defend, dan detect, sampai ke prosedur yang harus dijalankan ketika terjadi pelanggaran keamanan misalnya prosedur tanggap darurat sampai ke pemulihan.

Baca juga : Ini Jenis Serangan Siber ke PDNS Kominfo yang Berdampak ke Sistem Imigrasi

Rektor Universitas Pancasila ini juga memaparkan, lembaga-lembaga yang bonafide pasti punya security plan yang komprehensif, bahkan mungkin mengikuti standar-standar yang lazim. 

"Kalau melihat kejadian dengan PDN, dan beberapa kasus sebelumnya yang pernah saya tangani, tidak adanya security plan yang baik itulah penyebab ketika terjadi pelanggaran maka tidak dapat ditangani dengan baik," ungkapnya.

Prof Marsudi yang juga Dewan Pengarah BRIN ini mencontohkan, yang paling sering terjadi adalah tidak adanya skenario ketika terjadi peretasan dan tidak punya disaster recovery plan bahkan tidak punya business continuity plan.

"Jangankan itu, banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta di Indonesia, cyber risk assessment saja enggak punya, baru kelabakan ketika sudah dijebol," pungkasnya. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat