visitaaponce.com

Mengatasi Kerawanan Penerbangan Perintis

Mengatasi Kerawanan Penerbangan Perintis
(Dok. Pribadi)

PERISTIWA pembakaran pesawat Susi Air dengan nomor registrasi PK BVY dan penyanderaan pilotnya oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) menunjukkan faktor keamanan bandara perintis sangat rawan. Penerbangan komuter atau perintis yang melayani daerah terpencil memiliki peran yang sangat penting, tetapi operasionalnya penuh rintangan alam dan gangguan keamanan.

Pengelolaan bandara perintis masih belum ditopang dengan subsidi yang memadai. Pada 2023, alokasi anggaran subsidi perintis di semua moda transportasi sebesar Rp3,51 triliun. Jumlah itu mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan 2022 sebesar Rp3,01 triliun. Rinciannya per moda transportasi, yakni transportasi darat Rp1,32 triliun, transportasi laut Rp1,47 triliun, transportasi udara Rp550,1 miliar, serta perkeretaapian Rp175,9 miliar.

Pemberian subsidi angkutan perintis itu diberikan untuk menekan biaya transportasi agar masyarakat yang berada di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP) bisa mendapatkan layanan transportasi yang baik serta bisa mendapatkan harga barang kebutuhan pokok yang juga terjangkau.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menambah rute penerbangan perintis penumpang dari 208 rute menjadi 244 rute pada 2022. Angkutan tersebut dilayani 21 koordinator wilayah (Korwil). Selain angkutan penumpang, tahun ini Kemenhub menyelenggarakan angkutan udara perintis kargo sebanyak 41 rute serta 1 rute subsidi angkutan udara kargo. Sebelumnya pada 2021, hanya dilayani 20 Korwil dengan jumlah rute penumpang sebanyak 208 rute penerbangan, dan angkutan udara perintis kargo sebanyak 38 rute, serta 1 rute subsidi angkutan udara kargo.

Dengan adanya subsidi perintis penumpang, tarif yang dibayarkan masyarakat menjadi lebih terjangkau karena sebagian biaya operasional dari operator transportasi telah dibayarkan pemerintah. Sementara itu, dengan adanya subsidi perintis barang/kargo, barang yang diangkut tidak dikenai biaya lagi sehingga dapat menstabilkan atau mengurangi disparitas harga barang di daerah tersebut.

Besaran jumlah subsidi terhadap penerbangan perintis kurang memadai jika dibagi dengan jumlah total bandara perintis yang ada di seluruh pelosok Tanah Air. Di Papua saja, ada 362 bandara perintis. Dari jumlah itu, 200 bandara tidak memiliki penjaga bandara yang layak. Kondisinya semakin rawan karena bandara tersebut juga tidak memiliki aparat keamanan yang cukup.

Pengertian bandar udara perintis ialah bandara yang melayani jejaring dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal, atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain, dan yang secara komersial belum menguntungkan. Secanggih apa pun pesawat, masih harus menghindari rintangan alam yang berat, seperti awan Cumulonimbus, sekelompok burung yang sedang terbang, hingga kondisi bandara yang acap kali diterobos gerombolan pengacau keamanan, hingga binatang ternak atau binatang liar.

 

Meningkatkan pengawasan

Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan membuat metode perlindungan infrastruktur penerbangan yang lebih baik untuk hadapi berbagai modus gangguan dan serangan terorisme. Kehadiran aparat keamanan di bandara perintis perlu ditingkatkan. Hingga kini, bandara perintis masih mengandung bermacam kerawanan. Seperti kondisi runway atau landas pacu bandara yang sering dilalui hewan ternak, dijadikan area bermain sepak bola oleh warga sekitar, sebagai jalan pintas oleh warga sekitar, serta dijadikan tempat anak-anak bermain layang-layang. Tentunya, hal itu mengganggu keselamatan penerbangan. Banyak masyarakat yang masih menganggap bandara perintis hanya bandara kecil biasa, yang dilalui pesawat kecil, mereka tidak mengetahui sepenuhnya tentang peran bandara perintis itu.

Mestinya, kondisi seluruh bandara perintis harus memenuhi prosedur keamanan bandara seperti kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP). Fasilitas bandara perintis hingga kini ada yang belum memenuhi standar. Misalnya, kondisi runway yang tidak beraspal, terminal, ruang tunggu, gudang, kantor, peralatan pemadam kebakaran, alat komunikasi, dan tenaga ahli yang belum disiapkan.

Kondisi pesawat komuter yang dipakai untuk penerbangan perintis juga masih sarat dengan masalah. Jumlah pesawat dan SDM penerbangan yang mendukung penerbangan perintis masih kurang. Pesawat komuter kebanyakan bekas pakai atau sewa dari luar negeri. Seperti halnya pesawat komuter ATR berbagai tipe yang menjadi armada perintis dan populasinya kini semakin banyak. Bermacam tipe pesawat ATR produksi bersama Prancis Aerospatiale dan Italia Aeritalia (Alenia), selama 25 tahun ini telah menjadi jembatan udara di Nusantara.

Pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia, yakni N219, menjadi solusi untuk mencukupi kebutuhan pesawat komuter yang sangat dibutuhkan masyarakat daerah terpencil. Pesawat N219 didesain mampu mengatasi dengan baik kondisi cuaca ekstrem dan andal dalam hal terkait dengan pengaturan lalu lintas udara. Kepulauan Indonesia sangat membutuhkan peran bandara kecil yang beroperasi sebagai jembatan udara.

Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 9/2016 tentang Kriteria dan Penyelenggaraan Kegiatan Angkutan Udara Perintis. Penetapan kriteria dan penyelenggaraan angkutan udara perintis dilakukan guna mewujudkan angkutan perintis udara yang dapat menghubungkan daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain, serta mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah, guna mewujudkan stabilitas, pertahanan, dan keamanan negara.

Angkutan udara perintis terdiri atas angkutan penumpang dan angkutan kargo. Pelaksanaan angkutan udara perintis dilakukan badan usaha angkutan udara niaga (maskapai), setelah melalui proses lelang yang dilakukan Kemenhub. Dalam melaksanakan pelayanan jasa angkutan udara perintis, maskapai mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa subsidi biaya operasi angkutan udara, subsidi bahan bakar minyak di lokasi bandara yang tidak memiliki depo pengisian BBM, serta kompensasi berupa pemberian rute lain di luar rute perintis bagi maskapai tersebut.

Badan usaha tersebut harus memenuhi syarat dan memiliki izin usaha angkutan udara niaga atau bukan niaga yang diterbitkan Dirjen Perhubungan Udara yang masih berlaku dan memiliki Air Operator’s Certificate (AOC) atau Operator Certificate (OC) yang masih berlaku.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat