visitaaponce.com

Perlindungan Anak di Tahun Politik

Perlindungan Anak di Tahun Politik
(DOK.PRIBADI)

BEBERAPA hari ini deklarasi capres sudah mewarnai pemberitaan media untuk Pemilu 2024. Setelah Anis Baswedan yang diusung Partai Nasdem, kini Ganjar Pranowo diusung PDIP. Tahun 2024, bangsa Indonesia akan menghadapi perhelatan akbar yakni Pemilu Legislatif, Eksekutif dan Pemilihan Kepala Daerah serentak. Dalam perspektif demokrasi, pemilu merupakan prasyarat hadirnya negara berdaulat dan simbol kemajuan peradaban sebuah bangsa. 

Pemilu menjadi mekanisme dalam negara demokrasi untuk menentukan arah kepemimpinan dan pembangunan. Yang menarik, Pemilu bukan hanya soal mengatur mekanisme politik yang bermuara pada kekuasaan, melainkan juga memiliki kanal perlindungan pada kemanusiaan. Ia secara prinsipil turut mengelola tumbuh dan berkembangnya aspek etika, kepatutan, kesetaraan, keadilan dan perlindungan pada penyalahgunaan kelompok rentan. 

Kelompok rentan yang dimaksud seperti kaum perempuan yang seringkali masih belum mendapatkan akses keadilan dan kesejahteraan, anak-anak karena rentan eksploitasi politik, dan mereka yang kerap memiliki keterbatasan; seperti kalangan disabilitas dan lansia. Hal tersebut dapat dipelajari dari berbagai tesis karya Robert A Dahl yang mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang seharusnya secara mutlak bertanggung jawab kepada semua warga negaranya. Sedangkan secara empirik, dalam pandangan Joseph Schumpeter, demokrasi adalah sebuah sistem ketika para pengambil keputusan kolektifnya yang paling kuat dipilih melalui Pemilu periodik.
 
Henry B Mayo [Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, 2008, hal 70] mengatakan bahwa sistem politik yang demokratis ialah ketika kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 

Untuk itu aspek persamaan, kepastian hukum dan pengawasan pada terselenggaranya pemilu yang demokratis menjadi pusat kajian yang secara terus menerus dilakukan demi mencapai kualitas demokrasi yang sesungguhnya, yakni tujuan utamanya menjamin hak kemanusiaan dalam dimensi kekuasaan. 

Pada 2019, KPU, Bawaslu, KemenPPPA dan KPAI membangun kesepahaman tentang pengawasan Pemilu ramah anak untuk memastikan bahwa anak-anak tidak menjadi korban penyalahgunaan politik. Hal ini menjadi mandat Undang-Undang Perlindungan Anak, dikarenakan masih maraknya pihak-pihak yang memanfaatkan anak serta memanipulasi usia anak untuk tujuan politik. Selain itu, anak-anak menghadapi mobilisasi berhadapan dengan aturan hukum, mereka masuk dalam proses sistem peradilan pidana yang memberi dampak sangat buruk terhadap tumbuh kembang mereka. 

Aturan hukum pemilu ramah anak 
Memahami dimensi hukum pemilu yang memberikan perlindungan terhadap anak diantaranya adalah Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 280 poin 2 huruf k tentang larangan kampanye, “…pelaksana dan/atau tim kampanye dalam Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih,” sanksinya adalah pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. 

Pasal 493 Peserta dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (II) dipidana dengan pidana penjara paling lama  satu tahun kurungan penjara dan denda paling banyak Rp12.000.000.

Secara spesifik dalam Undang-Undang No 35 tahun 2014 perubahan pertama dari Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 15 menyebutkan, “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.”

Pasal 76 H menyatakan “Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa. Pasal 87 ancaman pidananya: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 H dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 100 juta.

Selain itu dalam data Komisi Perlindungan Anak Iindonesia (KPAI), pengawasan yang dilakukan pada 2019 pada Pileg dan Pilpres sejak Januari-April 2019 mencatat sebanyak 55 kasus pelanggaran terhadap penyalahgunaan anak dalam politik, yakni (1) sebanyak 22 kasus oleh caleg/partai politik, (2) 33 kasus oleh tim kampanye 01 Jokowi-Maruf dan Tim Kampanye 02 Prabowo-Sandi; data pengaduan memang menurun, jika dibandingkan dengan 2014; namun secara kuantitas kehadiran/pelibatan anak sangat banyak dalam satu event kampanye.

Sedangkan catatan Posko pengaduan KPAI tahun 2018 (72 hari) ada 25 kasus penyalahgunaan anak selama kampanye pilkada adalah (1) jumlah pelanggaran Menggunakan tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye 4 kasus (13,64%) (2) Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah 12 kasus (50%), (3) Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau cakada tertentu 2 kasus (9,09%), (4) Usia anak dibawah 17 tahun masuk ke DP4 1 kasus (4,55%), (5) Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan 2 kasus (4,55%) dan (6) Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbatas 4 kasus (18,18%).
 
Di hilir, anak-anak menghadapi serangkaian proses hukum karena menjadi terduga ABH (Anak Berkonflik Hukum) sebagai pelaku maupun saksi di tengah-tengah membludaknya korban-korban penyalahgunakan anak dalam politik. Catatan KPAI dalam pemilu 2019 adalah sebanyak 62 anak menjalankan rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang. Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani Cipayung. Dari 62 Anak tersebut, 10 anak telah dikembalikan ke orang tua melalui proses Diversi atau penyelesaian di luar pengadilan formal. Sedangkan sisanya tetap dilanjutkan proses hukumnya. 

Adapun alasan mereka terlibat aksi kerusuhan bermacam-macam, diantaranya adalah sekadar penasaran dan keingintahuan yang tinggi. Beberapa juga mengaku karena adanya imbauan atau disuruh orang dewasa: guru ngaji, ada yang melawan petugas karena terpancing provokator, dan memang ada yang ingin melakukan penjarahan saat terjadi kerusuhan.

Implementasi pemilu ramah anak 
Para pemangku kepentingan sudah merumuskan upaya dalam mencegah dan menangani penyalahgunaan anak dalam politik pada 2019 diantaranya (1) Memorendum Of Understanding (MoU) dengan Bawaslu RI tentang pengawasan tahapan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, (2) Komitmen dan Deklarasi Perlindungan Anak oleh Pimpinan Partai Politik Nasional, (3) Melakukan Komitmen Tim Kampanye (TKN) Nasional 01 Jokowi-Ma’ruf dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo-Sandi tentang pencegahan pelibatan penyalahgunaan anak dalam kegiatan Pemilu 2019, (4) Kajian dan Telaah Visi dan Misi tentang Perlindungan Anak oleh TKN 01 Jokowi-Ma’ruf dan BPN 02 Prabowo-Sandi, (5) Deklarasi dan komitmen mewujudkan Pemilihan Umum 2019 Yang Ramah Anak oleh KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Pemilihan Umum RI dan Badan Pengawas Pemilu RI (6) Surat Edaran Bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Pemilihan Umum RI dan Badan Pengawas Pemilu RI tentang Pemilihan Umum tahun 2019. Namun sekali lagi, upaya tersebut masih perlu dievaluasi dan ditingkatkan, mengingat persoalan tidak kunjung usai bahkan ada potensi eskalasinya kian meningkat.

Kemudian di ranah kultural, di tahun 2019 pun himbauan mengenai urgensi larangan penyalahgunaan anak dalm politik, terutama dalam kampanye terus disuarakan melalui edukasi membangun langkah-langkah kreatif guna mencegah pelibatan anak di kampanye terbuka, semisal dengan membuat iklan larangan pelibatan anak di kampanye secara intensif, menghimbau untuk menyediakan tempat bermain di lokasi kampanye. Kemudian memastikan anak yang belum memiliki hak pilih tidak ikut kampanye di manapun dan kapanpun, sebab kampanye berbeda dengan pembelajaran politik atau civic educations yang lebih menekankan kepentingan politik kebangsaan dan partisipasi secara politik.

Kemudian himbauan menjauhkan dari berbagai atribut politik untuk digunakan, bahkan dalam rangkaian acara kampanye itu sendiri. Terlebih, menghindarkan menjadikan mereka sebagai alat perebut simpati demi dampak elektoral semata. 

Pastikan anak tidak dijadikan alat untuk memprovokasi dalam rangkaian kampanye, Pastikan juga anak tidak jadi juru kampanye dan tidak menyebarkan materi kampanye, dan awasi anak tidak dilibatkan dalam money politic. Namun sekali lagi kita mengonfirmasi himabauan tersebut tetap membutuhkan penguatan, terutama dari para role off model bangsa ini, para pemimpin Parpol, tokoh agama, tokoh masyarakat dan seluruh elemen pemangku kepentingan pada pemilu.

Tantangan pemilu tahun 2024 
Kampanye merupakan sebuah tahapan penting dalam pemilu, semua visi misi sang kandidat disampaikan dalam berbagai upaya, sampai tak terhindarkan kerap upaya-upaya kotor dilakukan. Langkah tersebut menjadi distorsi atas nama kualitas demokrasi karena menghilangkan tujuan demokrasi yang akan menjamin konstitusi yang sehat dan adil bagi penyelenggaraan electoral menjadi ladang transaksi, black campaign dan konflik serta permusuhan yang berkepanjangan. Hal ini penting sedini mungkin untuk dihindari. 

Konsesus pengertian anak, yakni mereka yang masih 18 tahun ke bawah termasuk dalam kandungan menjadi nafas Undang-Undang perlindungan anak sebagai landasan atas terselenggaranya pemilu yang Luber dan Jurdil terbebas dari segala bentuk eksploitasi dan manipulasi. Termasuk dalam ranah kampanye. Anak menjadi generasi yang harus terhindar dari upaya manipulasi tersebut untuk membangun visi generasi yang terbebas dari arena mobilisasi kepentingan sesaat yang rentan dengan kepentingan tertentu tanpa memberikan perlindungan pada aspek tumbuh kembang anak, cara pandang anak dan kiprah anak di masa yang akan datang. 

Anak merupakan asset bangsa yang harus dilindungi dari beragam potensi yang dapat mengarahkannya pada perilaku yang memberi distorsi sejak dalam pandangan tersebut. Selain hak dasar dengan memperoleh pengasuhan yang baik, Pendidikan, Kesehatan dan hak sipil, mereka juga berhak memperoleh informasi yang sehat, dan terbebas dari beragam eksploitasi dan kekerasan. 

Situasi demokrasi dan bahkan sistem politik yang kerap menampilkan distorsi demokrasi tentu akan memberikan dampak dan perilaku yang tidak sepatutnya menjadi pembelajaran anak terhadap politik, sehingga hal ini menjadi penting diperhatikan agar anak justru mendapat pembelajaran politik yang baik, cerdas, sehat dan memiliki output partisipatoris untuk pengembangan dirinya bukan sebaliknya menjadi kaki tangan atas distorsi politik tersebut. 

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami tahun politik untuk anak adalah sebagai berikut

Pertama menjunjung kepentingan terbaik bagi anak, dengan menempatkan kepentingan politik tidak berbenturan dengan kepentingan terbaik anak. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah tidak memanipulasi usia anak untuk dimobilisasi memilih. Karena hal ini menjadi beberapa temuan diberbagai daerah, anak yang berusia belum 17 tahun, mereka yang kawin usia di bawah 17 tahun sering kali masuk area ini. Tetap membutuhkan pengawasan karena surat keterangan maupun KTP sebagai alat bukti sangat mungkin rentan dimanipulasi.

Kedua, pembelajaran politik pemilih pemula sangat penting, bukan berarti apolitis. Dua sisi ini yang sangat penting difasilitasi oleh penyelenggara pemilu. Bagi anak yang usianya dianggap calon pemilih pemula sudah dapat menjadi target group ini dalam membangun partisipasi meski belum saatnya memilih.
 
Ketiga, kesadaran orang tua untuk melindungi anak dari situasi kekerasan. Beragam acara kampanye di in door maupun out door biasanya heroik dan membutuhkan energi serta media yang tidak biasa. Menghadirkan bintang tamu, suasana meriah dan bahkan penuh dengan mimbar berapi-api. Pada situasi ini penyelenggara kampanye dan kesadaran orangtua penting membangun kesepahaman untuk menyediakan fasilitasi day care atau penitipan anak yang tidak jauh dari arena namun memberikan dukungan fasilitas melindungi anak dari situasi hingar bingar yang bisa dikatagorikan kekerasan tersebut.

Keempat bergerak dalam politik etis. Hal ini menjadi materi pokok yang biasanya diserukan dan menjadi fakta integritas kalangan yang sedang berkontestasi. Etika politik menempatkan medium kampanye berjalan sesuai dengan kaidah demokrasi, yakni menyampaikan visi dan misi. Bukan sebaliknya public dijejali hate speech (ujaran kebencian), adu domba, kabar-kabar kebohongan (hoax), black campaign yang isinya mendiskredit, melecehkan hingga mendiskriminasi seseorang maupun kelompok.

Kelima menghindari eksploitasi pada anak. Dengan kelemahan hukum anak dalam UU Pemilu dan Perlindungan anak, yang hanya dikenai 1 tahun dalam UU Pemilu dan maksimal 5 tahun dalam UU perlindungan anak, membuka berbagai kemungkinan anak menjadi sasaran untuk melakukan berbagai pelanggaran. Terutama ranah pidana.

Keenam selamatkan anak dari Anak berkonflik hukum. Peristiwa anak-anak dimobilisasi bahkan memiliki kepekaan sendiri tanpa komando menjalankan aksi brutalisme saat penetapan hasil Pemilu Presiden 2019 menjadi momok yang sangat memprihatinkan. Mereka kemudian berurusan secara hukum karena terbukti melakukan tindak pidana terhadap aparat, sesama bahkan kelompok yang berbeda pilihan politik. Hal ini memberikan sumbangsih yang sangat membahayakan terhadap anak. 

Secara hukum dikenal adanya sistem Diversi dalam Undang-Undang No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak manakala pelaku anak usia di atas 14 tahun, dengan pidana tuntutan di atas 7 tahun. Hal ini pun terlihat tidak terlalu signifikan resikonya secara hukum, sehingga mudah sekali bagi sebagian orang (orang dewasa) menggunakan anak sebagai amunisi menyerang.

Hal ini menjadi ancaman generasi, sebab diversi atau penyelesaian di luar pengadilan untuk menyelsaikan ABH di ranah politik akan memberi dampak buruk bagi tumbuh kembang, memori dan perkembangan jiwa anak tentang politik, selain itu pelibatan anak di medan laga seperti demonstarsi, unjuk rasa dan lain-lain menjadi sangat rentan kekerasan fisik dan psikis. 

Untuk itu edukasi terhadap partai politik untuk melakukan penandatanganan fakta integritas, tokoh agama, tokoh masyarakat mengenai perlindungan anak menjadi penting. Dan untuk anak/ para pemilih pemula para penyelenggara pemilu harus memberikan bimbingan dan penguatan civic educations untuk memahami dinamika politik.

Ketujuh, konsolidasi penyelenggara pemilu, perlindungan anak, cyber pol dan sentra gakkumdu Bawaslu di ranah offline dan online. Literasi digital sebagai basic skill penggunaan digital menjadi pembuka ragam pemanfataan medium digital bagi public, terutama penyelenggara pemilu. Literasi digital tersebut menurut Kemkominfo dalam ruang lingkup :
1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kreativitas dan kecakapan teknologi digital
2. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas budaya penggunaan teknologi digital yang aman 
3. Mendorong peningkatan kecakapan dasar anti konten negative (anti hoax, anty cyberbully, anti ujaran kebencian, anti pornografi, antipembajakan, anti radikalisme, anti sara, dan sebagainya)
4. Memberikan, mendorong dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dasar pemanfaatan teknologi digital baru (emerging technology, robotica, internet of thing/IOT, artificial intelegent, big data, dsb)
5. Menguatkan pengetahuan, pemberdayaan dan fasilitasi komunikasi berbasis teknologi digital.

Salah satu pola baru pendidikan politik melalui media dengan menempatkan web site partai politik misalnya menjadi sentra informasi yang mudah dan murah serta praktis untuk diakses. Masyarakat bisa mencari, mencerna dan mendapatkan apa yang hedak diperoleh melalui web site. Kemudian menjadi sarana branding adalah model pengelolaan media social personal bisa juga dalam perusahaan dalam menyapa masyarakat. (S-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat