visitaaponce.com

Masa Depan dan Keberlanjutan Kebijakan Kurikulum Merdeka

Masa Depan dan Keberlanjutan Kebijakan Kurikulum Merdeka
(Dok. Pribadi)

SEJATINYA, pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban bangsa. Pendidikan akan menciptakan masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan.

Oleh karena itu, konstitusi kita UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 mengamanatkan bahwa pendidikan adalah hak segala bangsa. Kemudian dalam ayat kedua dinyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.

Secara konsep dan esensi, pendidikan di Indonesia sudah ideal, sebagaimana tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selain berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, pendidikan harus berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Indonesia, dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan zaman.

Pemerintah terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada gilirannya sangat memengaruhi dalam peningkatan kesejahteraan sosial.

Pendidikan juga berperan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, serta berkontribusi signifikan atas pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa inovasi di dunia pendidikan digulirkan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, termasuk mengatasi segala persoalan setelah musibah covid-19 mengubah tatanan dan pola kehidupan bangsa ini.

Salah satu langkah solutif dan inovatif tersebut ialah kebijakan Kemendikbudristek menerbitkan Kurikulum Merdeka Belajar pada Februari 2022 lalu. Tujuan kurikulum ini ialah mengatasi ketertinggalan pembelajaran yang disebabkan oleh pandemi covid-19. Kurikulum ini dibuat agar pendidikan di Indonesia bisa seperti di negara maju, yang mana siswa diberi kebebasan untuk memilih apa yang diminatinya dalam pembelajaran.

Perubahan mendasar yang dilakukan pemerintah melalui Kemendikbudristek untuk menerbitkan Kurikulum Merdeka tersebut rasanya dinilai sangat memiliki alasan kuat, jika kita melihat beberapa data tentang kualitas pendidikan di Indonesia dari beberapa lembaga internasional. Sebut saja World Population Review 2021 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-54 dari 78 yang masuk ke pemeringkatan pendidikan dunia, di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Singapura (di posisi 21), Malaysia (38), dan Thailand (46).

Teranyar, data dari Worldtop20.org tahun 2023 yang mengumpulkan data statistik dari enam organisasi internasional, yaitu OECD, PISA, UNESOC, EIU, TIMSS, dan PIRLS. Polling ini diadakan oleh organisasi nirlaba di bidang pendidikan, yakni New Jersey Minority Educational Development (NJ MED). Menurut Worldtop20.org, pendidikan Indonesia pada 2023 berada di urutan ke-67 dari 209 negara di dunia. Urutan Indonesia bersebelahan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di peringkat ke-68.

MI/Duta

 

Berkaca dari data-data lembaga internasional itu, tentu kita telah mendapat gambaran bagaimana rendahnya kualitas pendidikan bangsa kita. Artinya, perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia bukan saja harus diperbaiki dari sisi teknis dan anggaran, tapi juga mesti memiliki political will dan blue print yang jelas, konsisten, dan keberlanjutan.

Permasalahannya ialah, apakah kebijakan Kurikulum Merdeka di era Mendikbudristek Nadiem Makarim akan terus berlanjut, sementara di 2024 kita sudah memasuki tahun politik. Politik pemilu selalu menghasilkan kabinet yang berbeda dari sebelumnya, begitu pula dengan kebijakannya. Terlebih kebijakan Kurikulum Merdeka baru memasuki tahapan uji coba.

Mengutip pemberitaan mediaindonesia.com berjudul ‘Kurikulum Merdeka bakal Diterapkan secara Nasional di 2024’, Kamis, 29 Desember 2022, bahwa Kurikulum Merdeka akan diterapkan secara nasional pada 2024, dan yang berjalan saat ini hanya bersifat sementara serta uji coba.

Kebijakan di bidang pendidikan dari pergantian kabinet dan kementerian pemerintahan selalu saja menerapkan kebijakan yang berbeda. Sederet Menteri Pendidikan di era reformasi, sebut saja Bambang Sudibyo (2004-2009) mengubah kurikulum tahun sebelumnya dan merintis sekolah bertaraf internasional, Mohammad Nuh (2009-2014) mengubah dan menghapus pendidikan bertaraf internasional dan membuat Kurikulum 2013 dan menghapus kurikulum berikutnya. Kemudian Anies Baswedan (2014-2016) menghentikan implementasi Kurikulum 2013, Muhadjir Efendi (2016-2019) menggagas sekolah berbasis full day school, berlanjut hingga kini Nadiem Makariem (2019-sekarang) menerbitkan Kurikulum Merdeka.

Perubahan-perubahan kebijakan tersebut tentu berdampak bukan saja dari sisi teknis, tapi juga sangat berdampak buruk pada mentalitas para pelaku pendidikan, khususnya guru-guru dan peserta didik. Kurikulum Merdeka yang mengadopsi sistem pendidikan negara maju patut diapresiasi.

Secara teoretis, Kurikulum Merdeka sejalan dengan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang didasarkan pada asas kemerdekaan. Ki Hadjar Dewantara pernah menyebut bahwa maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat). Dengan begitu, konsep ideal Kurikulum Merdeka yang menitikberatkan pada pendidikan partisipasi aktif pada guru dan peserta didik mendapatkan tempatnya dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

Kendati demikian, hal tersebut tidak akan tercapai jika ‘setiap ganti menteri, ganti kebijakan’--istilah Prof HAR Tilaar dalam bukunya, Kelaidoskop Pendidikan Nasional-- masih berlaku dalam politik ketatanegaraan kita demi eksistensi, legasi, dan ego personal baik dari menteri terpilih sendiri maupun pemerintahan baru selanjutnya. Keberlanjutan kebijakan di bidang pendidikan wajib menjadi perhatian semua pihak agar dapat dijadikan blue print pendidikan untuk mencapai hasil yang terbaik dan maksimal demi masa depan generasi bangsa yang gemilang.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat