visitaaponce.com

Kearifan Digital

Kearifan Digital
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

ANGGAP saja pembaca kolom ini punya akun Instagram atau platform aplikasi media sosial lainnya. Tentu tidak semua. Paling tidak, sebagian besar umumnya pernah menggunakan peranti tersebut, entah Facebook, Instagram, Twitter, maupun Tiktok. Jika sering berselancar di dunia maya, kita mungkin pernah menemukan potongan-potongan video atau gambar yang disertai kalimat motivasi di dalam aplikasi-aplikasi tersebut. Baik tentang cinta, persahabatan, keagamaan, pola asuh anak, maupun hal lainnya terkait dengan kehidupan.

Potongan video singkat atau gambar yang disertai narasi indah tersebut kadang bisa dibagikan atau diduplikasi hingga puluhan ribu kali. Itu artinya ada yang mengapresiasi dan ‘tersentuh’ dengan konten tersebut. Tidak peduli siapa pembuatnya. Mau motivator kondang atau siapa pun, yang penting kualitas isinya. Bagi saya, fenomena itu bagus dan penting. Paling tidak hal-hal semacam itu bisa menjadi bahan refleksi atau kontemplasi. Apalagi di zaman ketergesaan seperti sekarang, manusia dituntut serbagegas, termasuk dalam mengonsumsi informasi.

Dulu, sebelum penetrasi internet semasif sekarang dan gawai belum banyak yang punya, buku-buku motivasi seperti Chicken Soup, laku keras dan dicetak berulang kali. Begitu pula kaset-kaset ceramah keagamaan dari sejumlah dai atau pendeta kondang. Mungkin sudah menjadi kodrat manusia selalu mengalami kekeringan batin. Sebagian mencarinya dalam buku-buku semacam itu atau tayangan-tayangan dan ceramah religi, atau bahkan mungkin mencarinya dalam kitab suci. Intinya, manusia memang butuh ‘nasihat’, pencerahan untuk memaknai hakikat hidup, termasuk dari narasi-narasi yang kini berseliweran di dunia maya.

Fenomena itu tidak cuma terjadi di Indonesia. Warganet di negara lain pun banyak yang memproduksi dan mengonsumsi narasi-narasi semacam itu. Kehadiran teknologi dengan segala kecanggihannya tidak serta-merta membuat manusia bahagia. Keterhubungan yang memangkas jarak, ruang, dan waktu, tetap menyisakan celah kosong di dalam batin. Tuntutan hidup yang kini segalanya serbacepat, membuat manusia kehilangan waktu untuk merenung. Akibatnya, kecepatan jemari kadang mengangkangi akal budi dan nurani. Budaya pamer kemewahan dan gaya hidup glamor ialah salah satu bentuk contoh lainnya. Belum lagi berbagai kasus perundungan dalam ranah digital (cyber bullying) yang tak jarang berujung pada bunuh diri.

Di tengah maraknya ‘virus-virus sosial’ semacam itu, kehadiran narasi-narasi bernada motivasi yang saya paparkan di atas itu, ibarat oase. Ia semacam puisi yang menyejukkan batin. Meski tidak menjamin pembacanya menjadi arif dan menyukai atau mau mendalami sastra, setidaknya rangkaian aksara indah itu mampu membawa kita untuk merenungi maknanya dan menziarahi kembali relung sanubari. Syukur-syukur mau membagikannya lagi ke orang lain. Ketimbang menyebarkan potongan video kekerasan dan berdarah-darah atau kalimat-kalimat bernada hasutan dan kebencian yang tidak bermakna apa-apa selain hanya membuat heboh dan gaduh ruang publik.

Teknologi, termasuk internet, diciptakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, narasi-narasi positif dalam sejumlah konten yang berseliweran di lini masa itu sebaiknya jangan di-skip. Anggap saja sebagai alarm atau pengingat agar jiwa kita tidak kosong dan mudah tersesat dalam rimba data. Selamat berakhir pekan. Wasalam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat