visitaaponce.com

Bersolidaritas pada Tatar Krimea

Bersolidaritas pada Tatar Krimea
Yanuardi Syukur.(Dokpri.)

SALAH satu indigenous people yang saat ini terusir dari tanah airnya ialah komunitas Tatar Krimea. Mereka penduduk asli Krimea, wilayah otonom Ukraina, yang saat ini diduduki Rusia sejak 18 Maret 2014 setelah referendum sirkus--mengutip Refat Chubarov--yang menyebabkan tragedi oleh pemerintahan yang tidak sah dan angkatan bersenjata dari negara lain. 

Komunitas Tatar Krimea merupakan kelompok etnis minoritas yang mendiami Krimea semenjak berabad-abad lalu. Tatar Krimea memiliki sejarah panjang yang mencerminkan warisan budaya dan identitas unik, setidaknya sebagai kekayaan dari budaya Kekhanan Islam yang dikendalikan dari istana Bakhchysarai pada abad ke-16. 

Mereka merupakan keturunan dari Kekhanan Krimea dan, seiring berjalannya waktu, berhasil mempertahankan bahasa, tradisi, dan agama Islam sebagai bagian integral dari identitas mereka. Sebelum aneksasi Krimea oleh Rusia pada 2014, Tatar Krimea berkontribusi secara signifikan terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah tersebut.

Korban persekusi

Saat Perang Dunia II, pada 1944 orang Tatar Krimea dideportasi Uni Soviet ke Asia Tengah sebagai collective punishment dengan tuduhan bahwa ada di antara mereka yang bergabung dengan invasi Wafen-SS Jerman dan membentuk Legion Tatar selama Perang Dunia II. Dengan kata lain, singkatnya berkolaborasi dengan Nazi Jerman. 

Pada 2014, mereka kembali terusir sebab invasi Rusia ke Krimea. Aneksasi itu secara internasional telah ditolak melalui Resolusi Majelis Umum PBB 68/262 yang diadopsi pada 27 Maret 2014. Resolusi itu diterima oleh 100 negara--termasuk Indonesia--dan ditolak hanya 11 negara. Majelis Umum menegaskan komitmennya terhadap integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional dan menggarisbawahi ketidakabsahan referendum Krimea pada 2014 tersebut. 

Sejak aneksasi 2014 tersebut, Tatar Krimea menghadapi tantangan serius, termasuk persekusi dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Rusia. Penangkapan sewenang-wenang, pembatasan kebebasan beragama, dan diskriminasi terhadap budaya dan bahasa Tatar Krimea telah menciptakan kondisi sulit bagi komunitas ini. Mereka juga menghadapi tekanan untuk menyesuaikan diri dengan narasi politik yang dilakukan oleh Rusia. 

Meskipun menghadapi kesulitan, Tatar Krimea terus memperlihatkan ketahanan dan perlawanan dalam menjaga identitas mereka. Dalam konteks ini, peran komunitas internasional dalam mendukung hak-hak Tatar Krimea menjadi semakin penting untuk mendorong perubahan positif dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi.

Saat bertemu dengan politisi dan pejuang Tatar Krimea di Kyiv, Ukraina (Jumat, 15/12/2023), saya merasakan kerinduan mendalam mereka akan tanah airnya. Kerinduan yang bercampur dengan kepedihan sebab persekusi Uni Soviet, berikut Rusia, sejak lama. Tampak bahwa mereka memendam rasa sakit akibat perlakuan tersebut, tetapi jiwa mereka begitu kuat dan memiliki keyakinan dan harapan akan masa depan di tanah mereka sendiri.  

Persekusi terhadap komunitas Tatar Krimea oleh Rusia setelah aneksasi Krimea pada 2014 telah menciptakan situasi yang mengkhawatirkan dan mengejutkan di tingkat internasional. Pertama, pemerintah Rusia secara sistematis melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap pemimpin politik dan aktivis masyarakat Tatar Krimea yang dianggap tidak sejalan dengan agenda Rusia. 

Banyak dari mereka yang ditangkap tanpa alasan yang jelas, dan proses hukum yang menyertainya seringkali tidak adil dan transparan. Ini menciptakan iklim ketakutan di antara komunitas, memaksa banyak anggota Tatar Krimea untuk menyembunyikan identitas dan keyakinan mereka.

Selain penangkapan sewenang-wenang, pemerintah Rusia juga menerapkan berbagai tindakan diskriminatif terhadap Tatar Krimea. Ini termasuk pembatasan hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan hak untuk berkumpul secara damai. Masjid dan sekolah yang terkait dengan Tatar Krimea sering menjadi sasaran penyensoran dan pengawasan ketat. Rusia juga telah mencoba untuk menggantikan kurikulum sekolah dengan narasi yang mendukung aneksasi Krimea, menyebabkan keprihatinan serius akan upaya untuk menghilangkan identitas budaya Tatar Krimea dari warisan pendidikan mereka.

Pengungsian massal juga merupakan dampak serius dari persekusi terhadap Tatar Krimea. Banyak anggota komunitas yang merasa terancam dan tidak aman di tanah air mereka memilih untuk meninggalkan Krimea demi keselamatan mereka, misalnya ke Istanbul atau ke Asia Tengah. Hal ini bukan hanya mengakibatkan kehilangan penting dari segi demografi dan keberagaman budaya Krimea, tetapi juga menciptakan tantangan besar bagi para pengungsi dalam membangun kembali hidup mereka di tempat yang baru. Secara umum, persekusi tersebut menciptakan lanskap yang tragis dan mencabik-cabik bagi Komunitas Tatar Krimea dengan dampak jangka panjang yang mendalam.

Bangsa kuat

Tatar Krimea ialah bangsa yang kuat. Sejak lama mereka dipersekusi, bahkan diusir dari tanah airnya, tetapi mereka masih berjuang untuk kembali. Jatuh satu kali, bangkit dua kali, begitu kira-kira. Sebelum aneksasi Rusia 2014 atas Krimea, banyak dari mereka yang diusir dari kampung halamannya itu kemudian mengungsi ke berbagai tempat, termasuk di kota Kyiv. 

Bangsa Tatar Krimea tidak bersalah. Mereka tidak ada dosa apa-apa kepada Rusia. Takdir mereka sebagai penduduk asli Krimea itulah yang menjadi sasaran penguasaan berbagai bangsa, sebab lokasinya strategis untuk menguasai Laut Hitam dan menjaga Rusia dari potensi serangan bangsa lain. Mereka tidak hanya diusir, tetapi jejak identitas dan peradaban mereka pun mulai dihilangkan, diganti dengan unsur-unsur Rusia. 

Ketika bertemu Mustafa Dzhemilev (lahir 1943 di Ay Serez, Krimea), seorang pemimpin, pejuang, dan anggota Parlemen Ukraina yang berfokus pada perjuangan Tatar Krimea, saya menangkap sorot mata yang kuat. Perawakan sang Crimean Tatar Hero tersebut tidak terlalu tinggi, akan tetapi dia memiliki hati yang teramat kuat, 15 tahun dia dipenjara oleh Rusia, tetapi masih bertahan hingga saat ini di usia 80 tahun. "Kami berjuang untuk kembali ke Krimea," kata beliau. 

Di Kyiv, saya juga melihat kekuatan hati dari Refat Chubarov (lahir 1957 di Samarkand) yang saat ini memimpin Majelis Rakyat Tatar Krimea, menggantikan Mustafa Dzhemilev. Refat ialah profesor kehormatan salah satu kampus di Kyiv, dan dia aktif dalam perjuangan untuk marwah orang Tatar Krimea. Dia berharap agar Indonesia dapat membantu masyarakat Tatar Krimea yang saat ini tertindas dalam konteks bantuan kemanusiaan. "Kami berharap support dari global community," kata Refat sore itu. 

"Rusia menyadari majelis ini berpengaruh, mereka kemudian membangun komunikasi dengan pimpinan majelis," kata Mustafa, tetapi pendirian majelis sudah tegak, ke Kyiv, bukan Moscow. Karena tidak bisa mengendalikan majelis, pascaaneksasi 2014 itu, Majelis Rakyat Tatar Krimea kemudian dicap sebagai organisasi ekstremis dan kemudian dilarang oleh Mahkamah Agung Krimea pada 26 April 2016.

Dukungan internasional

Aneksasi dan invasi Rusia ke Ukraina tidaklah dibenarkan secara hukum internasional, sebab Ukraina ialah negara berdaulat dan merupakan anggota PBB. Perwakilan tetap Siprus untuk PBB Nicos Emiliou memiliki argumen yang kuat terkait dukungannya terhadap Ukraina dalam Resolusi Majelis Umum PBB 68/262 bahwa penting untuk menghormati prinsip-prinsip dasar kedaulatan, integritas wilayah dan kemerdekaan semua negara, termasuk Ukraina.

Artinya, jika sikap Rusia tersebut disetujui, kemungkinan terjadinya chaos pada tatanan internasional bisa terjadi, khususnya terkait pencaplokan satu wilayah atau wilayah lain. Bangsa yang kuat akhirnya akan memangsa bangsa yang lemah. Manusia dan kumpulannya yakni negara pada akhirnya menjadi yang disebut pepatah Latin homo homini lupus atau manusia menjadi serigala bagi manusia lain. 

Dalam dunia yang interkoneksi seperti sekarang sudah tidak relevan lagi tabiat itu. Sebaliknya sinergi dan kolaborasi ialah kunci utama untuk menciptakan tatanan dunia yang damai, stabil, dan beradab. Untuk itu, dalam menjaga keteraturan internasional, invasi Rusia ke Ukraina, sebagaimana Majelis Umum PBB di atas, tidaklah dapat dibenarkan. Invasi telah merusak tidak hanya bangunan tapi juga ratusan ribu orang mati dari kedua belah pihak. Nyawa manusia yang seharusnya mulia dan dilindungi menjadi begitu mudah untuk dihilangkan. Tentu ini sesuatu yang sangat bertentangan dengan sifat kemanusiaan kita sebagai manusia, bahkan sebagai bangsa yang beradab. 

Yang menimpa bangsa Ukraina, wabilkhusus Tatar Krimea, perlu menjadi perhatian kita semua. Masyarakat internasional perlu memberikan simpati dan solidaritas pada masyarakat adat yang masih terus dipersekusi dan ditindas tersebut. Indonesia sebagai bangsa besar yang pernah merasakan penjajahan juga tentu saja berkomitmen kuat untuk menciptakan perdamaian dunia sesuai konstitusi kita dengan berbagai bantuan kemanusiaan. 

Kita memiliki hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina. Presiden Jokowi telah menunjukkan komitmen dan usahanya agar perang dihentikan segera serta kedua belah pihak berdamai dan rekonstruksi dimulai. Dua hal penting yang disampaikan Presiden Jokowi, yakni perdamaian dan stabilitas ialah kunci bagi pembangunan ekonomi dunia; ya dunia Ukraina, dunia Rusia, dan dunia kita semua. Kita sebagai bangsa Indonesia berharap agar bangsa Tatar Krimea yang terusir tersebut dapat kembali ke kampung halaman dan membangun kembali tanah air di bawah otoritas Ukraina sebagai pemilik tanah yang sah dan diakui secara internasional. 

Syahdan, pada 1820 seorang sastrawan Rusia bernama Alexander Pushkin berkunjung ke Bakhchysarai, istana Kekhanan Krimea, sekitar 30 kilometer dari ibu kota Republik Krimea Simferopol. Di situ dia lihat ada air mancur air mata, monumen kesedihan kasih tak sampai antara seorang penguasa dengan perempuan muda asal Polandia. Melihat itu, Pushkin menulis syair-syair indah sekaligus pedih tersebut pada 1821-1823, yang sampai sekarang masih dibaca, bahkan dikaji banyak orang. Kepedihan cinta, kasih tak sampai satu orang memang menyedihkan, lantas bagaimana lagi dengan kepedihan suatu bangsa yang tidak bersalah tetapi kemudian diusir demi ambisi kuasa bangsa lain?

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat