visitaaponce.com

Kanker, PR Lama yang Belum Terselesaikan

Kanker, PR Lama yang Belum Terselesaikan
Zainal Muttaqin, Guru Besar FK Undip, Praktisi Medis dan Pengampu Pendidikan Spesialis(Dok Pribadi)

KANKER, yang merupakan pertumbuhan dan perkembangan tidak terkendali dari sekelompok sel tubuh, merupakan ancaman serius bagi manusia di seluruh dunia. Kanker dapat menyebar ke bagian tubuh yang jauh (metastasis) dan menimbulkan efek serius dan sistemik bagi tubuh. Di Indonesia, kanker bukan sekadar angka statistik, tetapi merupakan kenyataan pahit yang dihadapi oleh banyak keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga. Di balik statistik tersebut terdapat cerita-cerita tentang rasa sakit, duka, air mata, ketakutan, kehilangan, dan biaya pengobatan yang tak terbayangkan.

Pada tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia sekitar 1,4%; artinya sekitar 350.000 individu hidup dengan kanker. Menurut laporan Beban Global Kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia, pada tahun 2020, di Indonesia tercatat 396.914 kasus kanker, dengan 234.511 kematian. Artinya, tingkat kematiannya sangat tinggi, yaitu 59,08%. 

Di antara jenis kanker yang paling sering adalah kanker payudara, yang menyumbang 16,6% dengan 65.858 kasus. Jenis lain adalah kanker leher rahim, dengan 36.633 kasus. Kedua kanker ini merupakan penyebab utama kematian di kalangan wanita Indonesia.

Baca juga : Penderita Kanker Payudara Perlu Dapat Dukungan Moral

Kejadian kanker secara inheren terkait dengan kehidupan manusia. Kanker timbul dari mutasi dalam struktur sel dan seringkali dipicu oleh faktor-faktor seperti usia dan pengaruh lingkungan. Meskipun tubuh memiliki mekanisme untuk memperbaiki kerusakan genetik, akumulasi mutasi seiring waktu meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker. Kanker bukanlah penyakit keturunan. Alasannya, mutasi terjadi setelah kelahiran meskipun faktor epigenetik tertentu dapat mempengaruhi individu terhadap mutasi. 

Kanker payudara adalah sebuah penyakit yang kompleks yang erat kaitannya dengan paparan estrogen yang berkepanjangan pada wanita. Tren masyarakat modern saat ini, seperti penundaan kehamilan karena mengejar karir, telah berkontribusi pada peningkatan risiko kanker payudara. 

Meskipun telah ada kemajuan dalam teknologi medis, deteksi dini melalui pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan mamografi masih terbatas. Akibatnya, 70% kasus terdeteksi pada tahap lanjut. Akses terhadap mamografi terhambat oleh biayanya yang tinggi dan keterbatasan ketersediaannya di fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Tantangan ini lebih serius lagi pada pasien di Indonesia bagian Timur.

Baca juga : Kemajuan dan Harapan Baru dalam Memerangi Berbagai Jenis Kanker

Selain itu, sistem rujukan untuk pengobatan kanker payudara penuh dengan tantangan. Pasien dari daerah terpencil mengalami waktu tunggu yang lama dan hambatan logistik sebelum bisa mendapat pelayanan pemeriksaan mamografi. Meskipun program mamografi dapat dicover program asuransi kesehatan nasional (BPJS), banyak pasien masih kesulitan untuk mendapatkan perawatan tepat waktu. 

Ini menyebabkan keterlambatan perawatan dan menimbulkan kematian dan penderitaan yang tidak perlu. Ketidakcukupan fasilitas terapi radiasi lebih memperparah masalah tersebut, dengan kurang dari 30% pasien menerima perawatan yang diperlukan. Ini merupakan isu serius. 

Kanker leher rahim, meskipun dapat dicegah, tetap menjadi beban kesehatan yang signifikan di Indonesia, menempati peringkat kedua setelah kanker payudara. Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi virus papiloma manusia (HPV). Penyebaran luas infeksi virus ini menekankan perlunya strategi pencegahan komprehensif, termasuk vaksinasi HPV dan skrining reguler. 

Baca juga : YKPI Gelar Rangkaian Sosialisasi dan Deteksi Dini Kanker Payudara di Jateng dan DI Yogyakarta

Namun, program vaksinasi masih kurang dimanfaatkan. Tingkat skrining jauh di bawah target, mencerminkan kurangnya kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan. Stigma seputar skrining kanker leher rahim, ditambah dengan tantangan logistik, menghambat kemajuan dalam mengurangi angka kejadian dan kematian.

Tujuan ambisius Organisasi Kesehatan Dunia untuk mengeliminasi kanker leher rahim pada tahun 2030 mengharuskan adanya tindakan terkoordinasi. Upaya harus difokuskan pada peningkatan cakupan vaksinasi, peningkatan infrastruktur skrining, dan peningkatan aksesibilitas perawatan untuk memastikan pengiriman layanan kesehatan yang adil dan aksessible. 

Dengan mengatasi hambatan sistemik dan memprioritaskan langkah-langkah preventif, para pembuat kebijakan dapat mengurangi dampak kanker pada wanita Indonesia dan melindungi generasi masa depan dari dampak yang menghancurkan dari penyakit ini.

Masih tingginya kematian wanita akibat penyakit kanker payudara dan leher rahim menunjukkan  kekurangefektifan pemerintah dalam menjaga hak kesehatan semua warga negara, khususnya wanita. 

Sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mengadopsi pendekatan komprehensif dalam memprioritaskan inisiatif kesehatan, dengan fokus pada strategi pencegahan dan pengobatan yang efektif daripada menginvestasikan dalam peralatan medis yang mahal. Hanya melalui upaya bersama kita dapat berharap mengurangi beban kanker dan memastikan masa depan yang lebih sehat bagi semua orang Indonesia. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat