visitaaponce.com

Butuh Kesepakatan Bersama, Polri Belum Berlakukan Larangan GPS

Butuh Kesepakatan Bersama, Polri Belum Berlakukan Larangan GPS
(ilustrasi shutterstock )

LARANGAN penggunaan alat bantu navigasi (GPS) saat mengemudi yang dikautkan lewat putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi aturan tersebut, belum dijalankan sepenuhnya oleh Kepolisian Republik Indonesia.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal emngatakan, pihaknya belum melaksanakan putusan tersebut karena diperlukannya kesepakatan dan diskusi dengan pemangku kepentingan terkait untuk implementasinya.

"Ya putusan MK. Jadi semua putusan dari Mahkamah Konstitusi tidak serta-merta kita langsung lakukan, memang putusan MK yang tertinggi, kita menghormati hukum tetapi secara bijak seluruh stakeholder terkait akan bicara bagaimana kita implementasi itu," kata Iqbal, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/2).

Menurut Iqbal, dalam tata laksana lalu lintas, tidak hanya ranah dan tanggung jawab Polri saja. Namun, ada Dinas Perhubungan, Jasa Marga dan stakeholder lainnya.

"Karena itu faktor keselamatan adalah faktor utama," paparnya.

Sebelumnya, MK menolak gugatan atau permohonan pengujian kembali terkait larangan penggunaan GPS pada telepon seluler ketika mengendarai kendaraan bermotor.

Baca juga : ADO: GPS Tak Ganggu Konsentrasi

Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan setelah menimbang dan melihat bukti dan keterangan dari para saksi dan pemohon, MK menilai pokok permohonan tidak beralasan secara hukum, sehingga MK menolak gugatan tersebut.

"Dalam ammar putusannya MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar dalam pembacaan putusan, Rabu (30/1).

MK beralasan dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 telah dijelaskan peraturan dalam mengemudi secara wajar.

Namun, MK menyadari materi muatannya masih sederhana dan belum mampu menjangkau seluruh aspek yang terkait prilaku berkendara yang tidak tertib, termasuk penggunaan GPS.

Meski demikian, dalam penerapannya, hakim MK menilai UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut telah mengatur ketertiban berlalu lintas secara menyeluruh dan tidak hanya terkait dengan prilaku pengendara motor.

"Dalam hal ini UU 22 telah mengatur secara komprehensif upaya tertib berlalu lintas yg tudak hanya bertujuan melindungi pengendara motor, tapi juga pengguna jalan lainnya, seperti pesepeda dan pejalan kaki," kata hakim MK Wahiduddin Adams

Seperti diketahui, gugatan larangan penggunaan GPS tersebut diajukan oleh Ketua Umum Toyota Soluna Community Sanjaya Adi Putra melalui kuasa hukumnya Viktor Santoso Tandiasa.

Para pemohon merasa aktivitasnya dalam mencari nafkah telah dirugikan secara konstitusional oleh Penjelasan Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 UU LLAJ terutama ketika menggunakan GPS saat berkendara.

Adapun Pasal 106 ayat 1 berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

Sementara pasal 283 yang mengatur sanksinya berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat