visitaaponce.com

Masyarakat Sipil Buat Petisi Tolak Penundaan Pemilu 2024

Masyarakat Sipil Buat Petisi Tolak Penundaan Pemilu 2024
Ilustrasi: Suasana pemilihan umum di tempat pencoblosan kertas suara.(dok.Ant)

PARA penggiat kepemiluan dan organisasi masyarakat sipil membuat petisi menolak penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024 melalui laman https://www.change.org/TolakPenundaanPemilu2024. Petisi itu diinisiasi oleh Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas.

"Penting bagi kita sebagai warga negara untuk menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Atas nama negara hukum, politik demokratis, dan keberdayaan ekonomi tolak penundaan Pemilu 2024," demikian dikutip dari siaran pers yang disampaikan Direktur Eksekutif Yayasan Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, Kamis (3/3).

Para inisiator mengajak publik untuk bersama-sama menandatangani petisi ini sebagai bentuk penolakan atas wacana penundaan Pemilu 2024.

Baca juga : KPU Segera Ajukan Banding Vonis Penundaan Pemilu

Petisi itu, ujar Khoirunnisa atau Ninis, dibuat karena para elite politik makin kuat menyampaikan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Saat ini, sudah tiga partai DPR yang punya sinyal penundaan pemilu yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Menurut para penggiat pemilu, keinginan para elite itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia khususnya Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebut, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali.

Masyarakat sipil khawatir para elite partai DPR memperluas dukungan agar bisa mengubah konstitusionalitas pemilu berkala dan pembatasan masa jabatan presiden. Menurut Ninis, Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 bertuliskan, usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Sehingga PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amendemen konstitusi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Selain itu, ujar dia, koalisi DPR yang merupakan pendukung pemerintahan Presiden Jokowi saat ini cukup besar. Sehingga menurutnya memungkinkan para elit melakukan amandemen.

"Jika para elite politik berhasil mewujudkan itu maka Indonesia melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi," ujarnya. (OL-13)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat