visitaaponce.com

Menkopolhukam Diminta Evaluasi Hakim MA hingga PN

Menkopolhukam Diminta Evaluasi Hakim MA hingga PN
Ilustrasi kehakiman(DOK.MI)

GURU Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Gayus Lumbuun menyarankan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim mulai di tingkat Mahkamah Agung (MA) hingga pengadilan negeri (PN).
 
"Saya meminta agar melalui Mahkamah Agung ke bawah ini dirombak hakim-hakimnya, saya bicara ini bukan hanya sekarang," kata Gayus saat menjadi narasumber Seminar Nasional bertajuk 'Menggugat Independensi Peradilan di Era Demokrasi' yang  berlangsung di Universitas Pakuan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (3/10).
 
Gayus yang merupakan mantan Hakim Agung itu mengaku pernah mengusulkan ide tersebut kepada Mahfud MD sebelum menjadi pejabat publik. Saat itu, menurutnya, Mahfud sepakat dengan usulan tersebut.
 
"Saya mengatakan hakim ini harus dievaluasi. Hakim Agung ada 10 orang, PT (pengadilan tinggi) itu ada sekitar 70 orang (hakim), PN ada sekitar 600-an (hakim). Itu dipilih, yang baik dipertahankan yang jelek diganti," katanya.
 
Kini, ia pun mempertanyakan usulan yang pernah disepakati oleh Mahfud untuk melakukan reformasi hukum seperti yang diperintahkan
oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
 
"Lalu saya bertanya, dulu beliau (Mahfud MD) sepaham dengan saya, sekarang di pemerintahan, tolong disampaikan apakah beliau berubah atau tidak? Apakah saya juga dilibatkan dalam memberikan masukan seperti saat beliau setuju waktu itu," katanya.
 
Menurutnya, hukum identik dengan peradilan sehingga untuk melakukan reformasi hukum perlu upaya menjunjung tinggi keadilan yang adil di
pengadilan.    
 
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Dr Asmak Ul Hosnah SH MH, mendorong agar seleksi hakim dilakukan dengan sangat ketat sehingga melahirkan hakim-hakim yang kompeten dan berintegritas.
 
"Seleksi hakim harus begitu ketatnya, karena berkaitan dengan moralitas. Karena bagaimana pun, hukumnya bagus, masyarakatnya bagus, kalau penegak hukumnya tidak bagus tidak akan berjalan juga," katanya.


Baca juga: Menkopolhukam: Pemerintah Bentuk TGIPF Usut Tragedi Kanjuruhan

 
Ia menyatakan seminar tersebut sengaja digelar untuk mencari jalan keluar atas independensi peradilan yang belakangan banyak dibicarakan
masyarakat. Khususnya mengenai putusan-putusan pengadilan yang dianggap tidak adil.
 
"Agar masyarakat yang menginginkan keadilan dari proses tersebut bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan. Bukan mendapat kekecewaan ketidak independenan dari hakim yang memutus perkara itu," katanya.
 
Ia memberi contoh salah satu putusan pengadilan yang dikeluhkan, yaitu vonis bersalah Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin di perkara suap auditor BPK. Putusan tersebut dinilai tim kuasa hukum mengabaikan fakta-fakta persidangan.
 
Asmak menilai, tidak menutup kemungkinan hakim mengesampingkan fakta persidangan, jika adanya faktor pengaruh dari luar.
 
"Kalau ada pengaruh dari luar, kemungkinan besar dia akan mengesampingkan fakta persidangan. Itu sudah suatu pelanggaran hukum,
pelanggaran etika. itu dibungkus dengan hukum juga, sehingga sangat sulit untuk membuktikan itu, seolah-oleh itu produk hukum," kata Asmak.
 
Sementara, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Dr Tjotjoe Sandjaja Hernanto, menyebutkan bahwa peradilan merupakan proses yang lebih penting dari putusan hakim. Sehingga, segala yang terungkap dalam persidangan seharusnya tidak dikesampingkan.
 
"Kalau terbukti putusan itu mengandung kejahatan seperti menyembunyikan barang bukti, mengesampingkan menyimpan keterangan terdakwa, keterangan saksi yang harusnya dibuka tidak dibuka, menurut saya kriminal itu," katanya.
 
Ia juga mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga eksaminasi untuk mengedepankan independensi peradilan.
 
Eksaminasi merupakan kegiatan pembinaan dan pengawasan tidak langsung yang dilakukan oleh pimpinan pengadilan tingkat pertama serta pimpinan Pengadilan Tinggi Agama dan Hakim Tinggi dalam kapasitasnya sebagai Hakim Tinggi Pembina dan Pengawas Daerah.
 
Seminar Nasional ini dibuka oleh Rektor Universitas Pakuan, Prof Didik Notosudjono, dan dimoderatori oleh Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Raden Muhammad Mihradi SH MH. Kemudian dihadiri secara virtual oleh Komisioner Komisi Yudisial, Sukma Violetta SH LL M. (Ant/OL-16)
 
 
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat