visitaaponce.com

Ahli Hukum Pidana Terangkan Lie Detector Bukan Alat Bukti

Ahli Hukum Pidana Terangkan Lie Detector Bukan Alat Bukti
Ahli Hukum Pidana Terangkan Lie Detector Bukan Alat Bukti(Ilustrasi)

AHLI hukum pidana mengatakan bahwa lie detector bukan merupakan alat bukti bila tidak didukung oleh keterangan ahli. 

Keterangan tersebut disampaikan oleh ahli hukum pidana Muhammad Arif Setiawan yang dihadirkan oleh kubu Kuat Ma'ruf sebagai saksi meringankan dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Senin (2/1). 

Baca juga: Presiden: Pencabutan PPKM bukan Buat Gagah-gagahan

Arif berpendapat bahwa, hasil dari lie detector merupakan salah satu instrumen guna kebutuhan penyidikan. Arif juga menyampaikan hasil dari lie detector tersebut tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti. 

"Kalau lie detector kalau dilihat dalam Pasal 184 (KUHAP) itu kan tidak termasuk ada di sana, karena itu ahli memahami kalau lie detector yang asal muasalnya itu, kalau dasarnya itu berasal dari Peraturan Kapolri" ucap Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1). 

"Maka ahli memahami kalau lie detector itu adalah satu instrumen untuk kebutuhan penyidikan" sambungnya. 

Ahli juga menerangkan bahwa, sifat lie detector sendiri yang merupakan sebagai instrumen penyidikan maka hal tersebut bertujuan untuk membantu penyidik untuk lebih memahami perkara yang sedang dihadapi. 

"Bagaimana penyidik bisa lebih memahami perkara yang sedang dihadapi berkaitan dengan pemeriksaan para saksi dan tersangka" terang Arif. 

Atas dasar itulah, ahli kemudian berpendapat bahwa lie detector tidak dapat menjadi alat bukti. Hal tersebut dikarenakan menurutnya, lie detector hanya akan menilai konsistensi keterangan yang diberikan oleh saksi. Karena itu, ahli juga menilai lie detector sebagai instrumen dalam pemeriksaan. 

"Apakah keterangan yang diberikan para saksi itu punya konsistensi tertentu yang disebut tadi ada kebohongan atau tidak, itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan," ucapnya 

"Tetapi ahli memahami itu (lie detector) bukan salah satu alat bukti" kata Arif menekankan. 

Tetapi, Arif juga menerangkan bahwa dengan keterangan yang disampaikan oleh ahli yang memiliki kompetensi untuk membaca hasil dari lie detector tersebut, maka lie detector tersebut dapat menjadi alat bukti. Akan tetapi, alat bukti yang dimaksud bukanlah hasil dari lie detector itu sendiri melainkan pembacaan lie detector tersebut dari ahli. 

"Tetapi kalau hasil dari lie detector itu dilakukan dengan prosedur yang benar masih mungkin dimanfaatkan untuk dinilai oleh ahli yang mempunyai kompetensi untuk bisa membaca dan kemudian menerjemahkan hasil dari lie detector itu demikian yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan lie detectornya, tetapi adalah pembacaan dari itu" pungkasnya. 

Telah diberitakan bahwa, Muhammad Arif Setiawan telah dihadirkan oleh kubu Kuat Ma'ruf sebagai ahli dalam persidangan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sidang tersebut akan digelar pada hari, Senin (2/1) dengan dipimpin oleh Hakim Wahyu Iman Santoso. 

Dalam perkara ini jaksa telah mendakwa kelima terdakwa perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat yaitu eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Kelimanya telah didakwa secara bersama-sama merencanakan niat jahat untuk merenggut nyawa Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 

Peristiwa tersebut bermula dari, cerita Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua kepada kepada Ferdy Sambo ketika Putri berada di Magelang pada 7 Juli lalu. 

Ferdy Sambo yang hanya mendengar cerita berat sebelah tersebut, kemudian merencanakan niat jahat untuk merenggut nyawa Yosua dengan melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. 

Niat tersebut lantas dilaksanakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo yang berlokasi di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

Atas tindakan mereka, jaksa kemudian mendakwa kelimanya telah melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.  (OL-6)

Karena tindakan mereka, jaksa kemudian mendakwa kelimanya dengan ancaman pidana maksimal yaitu hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 tahun. (OL-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat