visitaaponce.com

Ini Pasal-pasal Karet yang Ingin Dimasukkan TNI di Revisi UU TNI

 Ini Pasal-pasal Karet yang Ingin Dimasukkan TNI di Revisi UU TNI
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono (tengah) dan sejumlah prajurit TNI.(Antara Foto)

INSTITUTE for Security and Strategic Studies (ISESS) menemukan pasal yang berpotensi bermasalah atau pasal karet dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI. Pasal itu terkait penempatan perwira TNI di kementerian/lembaga hingga masa jabatan personel.

"Ada pasal karet yang semestinya tidak boleh ada," kata Pengamat Militer ISESS Khairul Fahmi, Minggu, (7/5).

Khairul mencontohkan Pasal 47 ayat (1) dalam draf revisi UU TNI. Draf itu mengatur prajurit TNI yang ditempatkan di kementerian/lembaga harus pensiun atau mundur.

Baca juga: TNI Dianggap Curhat Colongan Lewat Usulan Revisi UU TNI

Anehnya, kata Khairul, hal itu kontradiktif dengan Pasal 47 ayat (2) huruf s. Pasal itu menyebut soal 18 kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif. Jumlah kementerian/lembaga itu juga bertambah dari 10 dalam UU TNI saat ini.

"Karena urusan dan kewenangannya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Tapi ruang lingkupnya apa? Batasannya apa?" papar dia.

Khairul menyebut potensi masalah lainnya soal operasi militer selain perang (OMSP) TNI. Jumlah OMSP dalam draf revisi UU TNI bertambah dari 14. Salah satu tambahannya soal membantu presiden dalam rangka pembangunan nasional.

Baca juga: Revisi UU TNI Sedang Dibahas di Tingkat Internal Mabes TNI

"Ini juga tidak jelas. Siapa yang bisa menggaransi tugas-tugas yang diberi presiden kaitannya dengan kepentingan negara, bukan kepentingan kekuasaan?" ucap dia.

Selain itu, Khairul menyoroti masa aktif prajurit TNI yang harus pensiun di usia 58 tahun. Namun draf revisi UU TNI ada klausul bisa diperpanjang sampai 60 tahun.

"Kaitannya dengan kemampuan dan kompetensi khusus misalnya pimpinan tinggi pratama dan madya. Artinya (TNI) bintang satu, dua, dan tiga boleh pensiun di usia 60," jelas dia.

Khairul menuturkan jabatan-jabatan yang bisa terdampak ialah Panglima TNI dan kepala staf angkatan darat. Masa perpanjangan dari 58 ke 60 tahun dinilai karet dan riskan.

"Katakan (TNI) bintang satu atau dua yang dianggap dekat dengan kekuatan-kekuatan politik. Kan bisa diajukan untuk perpanjangan. Sebelumnya tidak ada opsi, 58 tahun harus pensiun," ujar dia.

Revisi UU TNI Lemahkan Reformasi

Sementara itu, pengamat militer, Anton Aliabbas, menilai usulan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 terkait Kemhan tidak lagi memberi dukungan administrasi pada TNI berpotensi melemahkan capaian reformasi TNI termasuk posisi Kemhan.

“Adanya semangat untuk mengurangi garis koordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Draf ini secara eksplisit mengusulkan Kemhan tidak lagi memberi dukungan administrasi pada TNI,” ungkap Anton kepada Media Indonesia, Kamis (11/5).

Implikasi tersebut memang membuat TNI dapat mengelola kebutuhan dan anggaran dengan lebih otonom. Namun, dalam banyak praktik di negara demokrasi, institusi militer jelas berada di bawah pengelolaan kementerian sipil, dalam hal ini Kementerian Pertahanan.

“Patut diingat penempatan TNI di bawah Kemhan adalah salah satu capaian dari reformasi TNI. Justru semestinya, posisi Kementerian Pertahanan lebih diperkuat sehingga adanya supremasi sipil lebih terlihat,” tegasnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat