visitaaponce.com

Revisi UU TNI Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi

Revisi UU TNI Bertentangan dengan Prinsip Demokrasi
Sejumlah prajurit Korps Marinir TNI AL meneriakkan Yel Yel(Antara)

DIREKTUR Imparsial, Gufron Mabruri menilai penetapan revisi Undang-Undang TNI menjadi RUU usul inisiatif DPR RI bukan hanya langkah yang tergesa-gesa dan cenderung memaksakan, tapi menunjukkan DPR tidak memiliki komitmen untuk menjaga capaian reformasi TNI.

“Penting dicatat, usulan perubahan dalam RUU TNI versi Baleg DPR RI jauh dari kepentingan penguatan profesionalisme TNI bahkan memiliki problem yang serius karena jika sampai diakomodir melegalisasi kembali praktik Dwifungsi TNI seperti yang pernah dijalankan pada era Orde Baru,” tegas Gufron, Minggu (2/6).

“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR RI seharusnya bersikap responsif terhadap kritik dan penolakan yang berkembang di masyarakat,” tambahnya.

Baca juga : Anggota Komisi I DPR Klaim Frasa Tambahan Prajurit TNI Aktif di Kementerian Sudah Sesuai UU

Apalagi, kata Gufron, pembahasan RUU tersebut dilakukan secara tertutup dan minim partisipasi publik sehingga jauh dari kepentingan publik yang lebih luas dan dikhawatirkan sarat dengan transaksi politik kekuasaan.

Berdasarkan draft RUU TNI versi Baleg DPR RI, Imparsial memandang ada dua usulan perubahan yang problematik.

Yang pertama, kata Gufron, perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif.

Baca juga : Penolakan Revisi UU TNI Dinilai Wajar

Hal itu terlihat pada usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) melalui penambahan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.

Penambahan frasa tersebut menjadi berbahaya karena membuka tafsir yang luas untuk memberi ruang kepada prajurit TNI aktif untuk dapat ditempatkan tidak terbatas pada 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan di dalam UU TNI.

Dengan kata lain, Gufron menilai Presiden ke depan bisa saja membuat kebijakan yang membuka penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lain, seperti Kementerian Desa, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga-lembaga negara lainnya.

Baca juga :  Baleg DPR Tepis TNI Kembali Dwifungsi Lewat Revisi UU TNI

“Usulan perubahan Pasal 47 ayat 2 UU TNI jelas akan melegalisasi perluasan praktik Dwifungsi ABRI yang sejatinya secara perlahan mulai dijalankan terutama pada era pemerintahan Presiden Jokowi,” tuturnya.

Dengan kata lain, Gufron menyebut usulan perubahan tersebut tidak lebih sebagai langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru, yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara.

Berdasarkan data Babinkum TNI pada tahun 2023 tercatat 2.569 TNI aktif di jabatan sipil. Merujuk pada data, maka jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif berpotensi lebih banyak lagi.

Baca juga : Revisi UU TNI, Polri, dan Kementerian Negara Disepakati Jadi Inisiatif DPR RI

Gufron mengatakan penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil tidak sejalan dan bertentangan dengan prinsip pengaturan militer di negara demokrasi yang menuntut adanya pemisahan antara domain sipil dan domain militer.

Di negara demokrasi, Gufron menekankan seharusnya fungsi dan tugas utama militer difokuskan sebagai alat pertahanan negara.

Hal ini sesuai dengan hakikat keberadaan militer yang memang dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang, dan tidak didesain untuk menduduki jabatan-jabatan sipil yang lebih berorientasi pada pelayanan.

“Karena itu, penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, akan tetapi juga akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri,” ucapnya.

“Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan merupakan kompetensinya,” ungkapnya.

Gufron menuturkan penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil juga berpotensi berdampak negatif terhadap pengelolaan jenjang karir Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masuknya militerisme ke dalam kementerian dan lembaga non-kementerian.

Diketahui, DPR RI dalam Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi RUU usul inisiatif DPR RI, pada Selasa, 28 Mei 2024.

Di dalam RUU TNI terdapat perubahan pasal yang bertentangan dengan tata nilai negara demokrasi dan semakin memundurkan capaian reformasi TNI. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat