visitaaponce.com

Indonesia Audit Watch Minta Kejagung Periksa BPKP dalam Kasus BTS 4G Kominfo

Indonesia Audit Watch Minta Kejagung Periksa BPKP dalam Kasus BTS 4G Kominfo
Ilustrasi(Dok.MI)

SEKRETARIS Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menyatakan pihaknya meragukan penghitungan yang diasumsikan kerugian negara dalam kasus Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kominfo yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sebab itu, Iskandar meminta Kejaksaan Agung untuk segera meminta auditor negara yakni Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan dalam kasus BTS 4G Bakti Kominfo, supaya data yang dihasilkan sahih, valid dan faktual.

“Kami ragu dengan angka 8,3T,” ucap Iskandar dalam diskusi yang dilaksanakan di Jakarta.

Baca juga: NasDem Ingin Ajukan Praperadilan untuk Johnny G Plate

Menurut informasi yang diterimanya, dalam proyek pembangunan BTS tersebut para vendor sudah melakukan belanja berbagai perangkat penunjang untuk pembangunan BTS. 

“Artinya barangnya sudah dibeli, apa iya kerugiannya hingga 80%. Maka dari itu kami meragukan penghitungan BPKP,” ucap Iskandar.

Baca juga: Kejagung Periksa Dirut Smartfren Terkait Korupsi BTS Kominfo

Senada dengan Iskandar, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman Juga meminta Kejaksaan Agung menjawab keraguan publik terhadap hasil perhitungan kerugian negara oleh BPKP pada kasus pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai 2022 sebesar Rp8,3 Triliun yang dinilai beberapa kalangan sebagai absurd dan bombastis.

“Sebab BPKP hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan hingga tahun Maret 2022, yang secara kumulatif baru terbangun 20%” kata Boyamin kepada wartawan.

Padahal secara faktual seharusnya sampai bulan Desember 2022, yang anggaran sebesar Rp8,3 Triliun itu sudah terserap sebesar 90% atau setara Rp7,47 Triliun untuk belanja perangkat BTS. Antara lain angkutan perangkat sampai ke lokasi dan konstruksi BTS. 

“Namun belum dibuatkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI,” kata Boyamin.

Boyamin menambahkan, BPKP hanya menghitung dari jumlah Menara sebanyak 1200, dari 4800 yang seharusnya terbangun. Tetapi BPKP belum menghitung nilai perangkat BTS yang sudah dibelanjakan oleh sub kontraktor yang tersebar di seluruh wilayah yang nilainya sekitar Rp7,47 Triliun tersebut.

“Penjelasan Kejagung atas keraguan publik harus rasional, logis dan ilmiah, hal ini dibutuhkan untuk menepis adanya tudingan motif politik dalam penanganan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G ini, yang dipakai untuk membunuh lawan politik, sekaligus menaikan kawan politik menjelang pilpres tahun 2024,” tukas Boyamin Saiman.

Selanjutnya MAKI mengingatkan Kejaksaan Agung sepatutnya tetap meminta BPK untuk menghitung kerugian negara, sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016, sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu rumusan pidana khusus yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian negara. Karena BPKP hanya berhak untuk menghitung kerugian negara namun tidak berhak menyatakan adanya kerugian negara. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat