visitaaponce.com

Akademisi Menilai Kebijakan Harus Berlandaskan Nilai Pancasila

Akademisi Menilai Kebijakan Harus Berlandaskan Nilai Pancasila
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim memberikan sambutan dalam acara diskusi, Jumat (9/6)(Ist)

DEKAN Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim mengatakan Pancasila sebagai sumber hukum di Indonesia bertugas menjamin kemerdekaan politik bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemerdekaan ini, menurut Edmon, bisa diperoleh apabila masyarakat mencapai kemandirian ekonomi.

"Meskipun faktor ekonomi memiliki peran yang besar terhadap pembentukan tatanan atau norma kehidupan bermasyarakat, namun nilai-nilai bangsa Indonesia sangat berbeda dengan Barat, sehingga mustahil kita lakukan copy paste suatu sistem tanpa penyesuaian terhadap nilai-nilai tersebut,” ujar Edmon dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (11/6).

Baca juga: Akademisi: Nilai Pancasila Beri Ruang bagi Setiap Komunitas Agama

Hal tersebut diungkapkan oleh Edmon pada seminar bertema :Seperempat Abad Reformasi: Menjaga Kokohnya Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Nasional" yang digelar Pusat Kajian Hukum dan Pancasila dan Pengajar FHUI.
Hukum, menurut Edmon, merupakan fondasi negara sedangkan hukum yang bermuatan intervensi asing hanya menghasilkan regulasi yang melemahkan negara.

Salah satu bentuk intervensi asing adalah pemanfaatan isu eksternalitas negatif atau dampak buruk aktivitas perekonomian seperti isu lingkungan hidup serta kesehatan, sebagai pintu masuk melemahkan sumber-sumber kunci perekonomian negara.

Baca juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Aria Production Gelar Lomba Berwawasan Budaya

"Begitu juga terhadap Industri Hasil Tembakau kita yang pada (awal pandemi) tahun 2020 saja telah menyumbangkan lebih dari 10 persen total APBN, serta industri hasil kelapa sawit yang nyata telah menopang jutaan kehidupan rakyat Indonesia," jelas Edmon.

Upaya memitigasi eksternalitas negatif adalah upaya untuk mencari harmoni dalam masyarakat agar aktivitas perekonomian yang melibatkan jutaan rakyat tetap terjamin keberlangsungannya.
Selain itu secara bijaksana menyelesaikan dampak-dampak buruknya dengan berpedoman pada kepentingan nasional.

“Seperempat abad lalu reformasi dimulai dari kampus, bayangkan apabila (hasil riset) kampus-kampus kita berhasil memitigasi eksternalitas negatif sumber perekonomian nasional serta bukan malah ikut mematikan komoditas-komoditas seperti tembaga, nikel, batu bara, gula, kopi, tembakau, cengkih, dan kelapa sawit," kata Edmon.

"Lebih penting lagi dari perspektif cost and benefit analysis Indonesia tidak akan mengalami net outflow of national wealth namun justru net inflow of national wealth untuk kepentingan rakyat banyak," tambah Edmon.

Di kesempatan yang sama Direktur Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ocktave Ferdinal menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Alinea Pertama, ada kalimat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Menurutnya, hal ini maksudnya sangat dalam, bagaimana perekonomian harus merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

"Peraturan perundangan yang ada harus mengutamakan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia, tidak hanya untuk kepentingan satu kelompok ataupun justru mendukung negara lain,” ujarnya.

Ahli Hukum Ekonomi Adat dan Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FHUI, M. Sofyan Pulungan menjelaskan nilai Pancasila berisi nilai kebersamaan, spiritualitas, mufakat, dan nilai keseimbangan dalam keselarasan.

Menurutnya, dengan demikian negara memiliki kewajiban untuk mendengar, menampung, dan mempertimbangkan suara masyarakat dalam mengelola pro dan kontra.

Salah satu isu hukum yang dianggap berpotensi mengganggu perekonomian nasional adalah polemik beberapa pasal dalam RUU Kesehatan yang mengelompokkan produk ilegal yaitu narkotika dan psikotropika, dalam satu golongan dengan produk legal yaitu tembakau.

Pasal-pasal dalam RUU yang sedang dalam pembahasan di DPR ini telah memicu penolakan luas secara nasional.

Sofyan menegaskan dalam merumuskan sebuah kebijakan, peran partisipasi publik dan nilai-nilai Pancasila harus dijadikan fondasi.

Sehingga menghasilkan kebijakan yang harmonis agar tidak menimbulkan kebingungan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk dengan mencegah adanya tumpang tindih peraturan.

“Bagaimana agar aturan ekonomi sesuai dengan Pancasila? Harus ada nilai kebersamaan, spiritualitas, mufakat dan nilai keseimbangan dalam keselarasan,” tandas Sofyan. (RO/Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat