visitaaponce.com

Kembalikan Politik pada Jalan Kebudayaan

Kembalikan Politik pada Jalan Kebudayaan
Ilustrasi kontestasi Pilpres 2024(MI/ Duta )

SEBANYAK 19 tokoh bangsa berkumpul di kediaman KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus pada Minggu (12/11). Mereka menyampaikan ungkapan prihatin atas kondisi demokrasi Indonesia yang terjadi belakangan.

Budayawan Antonius Benny Susetyo yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menuturkan kondisi saat ini yang sarat krisis konstitusi dan demokrasi butuh penyikapan segera yakni dengan mengembalikan politik pada jalan kebudayaan.

"Gus Mus mengusulkan bagaimana kalau sekarang panglimanya adalah kebudayaan. Kalau kebudayaan itu nilai, ada integritas, kejujuran, kepantasan publik, kepatuhan pada moralitas, kepatuhan pada etika. Itu harus dijadikan jalan dalam membangun keadaban berpolitik," terang sosok yang akrab disapa Romo Benny itu.

Baca juga : Koalisi Perubahan Inisiasi Hak Angket

Politik saat ini dipandang telah bergeser dari yang seharusnya. Ketika politik dimaknai hanya kekuasaan dan ekonomi, maka politik kehilangan keadaban publik. Hal itu mengakibatkan eksploitasi nilai-nilai kemanusiaan dan hilangnya kehilangan martabat manusia. 

Keadaban politik tidak memberi ruang pada politik yang menghalalkan segala cara, memanipulasi, kemudian menciptakan ketidakharmonisan, menciptakan situasi yang tidak menyenangkan, dan permainan-permainan yang manipulatif.

“Politik jalan kebudayaan itu mengembalikan politik yang adiluhung, berdasarkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan," ujarnya.

Baca juga : Guru Besar kembali Menggugat

Menurutnya, politik saat ini sudah sedemikian jauh dari nilai keadaban. Hal itu terlihat dari konstitusi yang dipermainkan sedemikian rupa. Padahal, konstitusi seharusnya menjadi pengikat dan nilai bersama yang menjadi acuan dalam berpolitik.

"Kita melihatnya ada indikasi, dengan keputusan MK kemarin. Di mana konstitusi itu sudah diingkari. Kalau konstitusi diingkari dan tidak dijadikan pijakan. Runtuhlah peradaban politik itu," tegasnya.

Netralitas Negara

Selain itu, Romo Benny juga menyoroti isu netralitas. Menurutnya aparat negara harus bersikap adil dan tidak membiarkan diri diperalat untuk memenangkan satu pihak.

Baca juga : Dukungan Hak Angket Diyakini Bertambah

"Aparat sebagai penyelenggara negara harus berlaku adil. Artinya mereka tidak boleh diperalat untuk kepentingan memenangkan pihak tertentu," tegasnya.

Aparat negara dituntut untuk bisa mengambil jarak yang sama dan tidak mengeluarkan peraturan dan kebijakan berat sebelah. "Netralitas itu butuh partisipasi publik untuk mengawasi. Masyarakat harus aktif. Kita juga berharap KPU dan Bawaslu secara aktif mengawasi tentang keluhan dari publik," sambungnya.

Ia berharap KPU dan Bawaslu juga harus bertindak cepat bila ada sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan, bertentangan dengan netralitas, dan nilai-nilai peradaban demokrasi.

Baca juga : Mengerami Kasus Korupsi sebagai Monster Politik Kekuasaan

“Jangan sampai KPU dan Bawaslu itu membiarkan itu semua terjadi dan seolah-olah diam membisu. Itu yang membuat publik semakin tidak punya harapan. Dia kan harus aktif terlihat untuk pengawasan. Dia dibayar untuk itu,” terangnya.

Terpisah, Ketua Umum Network For Indonesian Democratic Society (Netfid) Indonesia, Muh. Afit Khomsani menilai pertemuan itu patut diapresiasi. Kendati demikian, ia menekankan pertemuan tersebut agar tidak diniatkan untuk mencari dukungan.

“Kaitannya dengan tokoh publik yang sowan ke guru bangsa dan panutan seperti Gus Mus, merupakan hal bagus. Artinya tokoh politik kita masih melihat penting peran dan sumbangsih pemikiran para guru seperti Gus Mus. Asalkan jangan diniatkan pada mencari dukungan dan afirmasi publik,” pungkasnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat