visitaaponce.com

Amnesty Pertanyakan Korban Penculikan Dukung Prabowo

Amnesty Pertanyakan Korban Penculikan Dukung Prabowo
Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto(Antara)

DIREKTUR Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mempertanyakan langkah politik para aktivis korban penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998 yang mendukung Prabowo Subianto, salah satu calon presiden dalam kontestasi Pilpres 2024. Ia menilai langkah para aktivis yang telah bebas itu didasarkan pada alasan pragmatis.

Menurut Usman, ada dua kemungkinan mengapa korban penculikan justru mendukung Prabowo yang saat itu menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus), yakni menjadi pelupa serta tidak memiliki kepekaan terhadap korban lainnya yang belum dilepaskan.

"Contohnya Yani Afri, putra dari Ibu Tuty Koto. Anaknya, Hardingga, sampai sekarang masih mencari ayahnya itu. Demikian pula Wiji Thukul, itu juga saya kira sampai sekarang belum ditemukan," jelasnya di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (6/12).

Baca juga : Sekjen Pandawa Lima: Duet Jokowi-Luhut Bantu Kemenangan Prabowo-Gibran

Usman berpendapat, para aktivis yang belakangan mendukung Prabowo menganggap bahwa bahwa mereka dapat bebas tanpa melalui siksaan. Kenyataannya, mereka disiksa. Kata Usman, setidaknya penyiksaan itu dialami oleh Nezar Patria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika.

Baca juga : Relawan Prabowo Sebut Program Susu Gratis Sulit Dikorupsi

"Saya tidak tahu apakah Andi Arief pernah disiksa, tapi kalau pernah lalu bergabung, saya kira kita patut mempertanyakannya, kenapa gitu?" kata Usman.

Andi merupakan politisi Partai Demokrat yang masuk dalam Kolisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo. Nama lain yang disebut Usman adalah Budiman Sudjatmiko. Meski mengecualikan Budiman sebagai korban penghilangan dan penyiksaan, Usman tetap mempertanyakan solidaritas eks politisi PDI Perjuangan itu dengan aktivis yang pernah disiksa dan masih hilang sampai saat ini.

"Saya kira terlalu terlihat pragmatis dan mungkin itu yang menyebabkan mereka bergabung, bukan karena asalan HAM, tapi karena alasan-alasan kepentingan jangka pendek politik," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena menambahkan penyiksaan yang dilakukan oleh pejabat negara merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Apalagi, terduga pelaku penyiksaan berada dalam lingkaran pemerintahan dan berpotensi menjadi pejabat tertinggi di Indonesia.

"Harusnya kita semua sangat khawatir dan tidak serta merta melihat bahwa saat ada orang yang kemudian bergabung dengan tim ini atau tim itu, kemudian menihilkan keberadaan penyiksaan tersebut," kata Wirya. (Tri)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat