visitaaponce.com

Keberpihakan Presiden Munculkan Potensi Pelanggaran TSM

Keberpihakan Presiden Munculkan Potensi Pelanggaran TSM
Presiden Jokowi makan malam bersama dengan Prabowo Subianto(Dok)

PERNYATAAN Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa dirinya boleh berkampanye dan boleh memihak ke salah satu pasangan calon presiden mendapatkan tanggapan dari Timnas AMIN

Anggota Dewan Pakar Tim Hukum Timnas Anies-Muhaimin (Amin), Atang Irawan menyinggung konsistensi seorang pemimpin dalam bersikap. Sebagai seorang kepala negara, Jokowi sepatutnya tegak lurus dengan ucapannya sendiri yang akan netral di pemilu.

Jokowi, kata Atang, pernah menyampaikan bahwa dirinya akan netral dan tidak memihak salah satu paslon. Namun, saat ini Jokowi menyatakan dirinya dapat kampanye dan mendukung salah satu paslon. 

Baca juga : Upaya Jokowi Untungkan Calon Tertentu di Pilpres 2024 Dinilai Masuk Pelanggaran Pemilu

"Konsistensi pandangan dan sikap kenegarawanan menjadi penting bagi kepala negara," sindir Atang dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (25/1).

Baca juga : Yusril : UU Pemilu Memang Bolehkan Presiden Berkampanye 

Keterlibatan aktif presiden di pemilu akan terjadi konflik kepentingan atau konflik of interest. Apalagi, salah satu kontestan Pilpres 2024, yakni Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo adalah anaknya, maka akan menjadi problematik etika bernegara yang rentan dengan konflik of interest.

Bahkan, bisa terjadi konflik of the corps dengan kelembagaan lain, karena dapat diyakini akan beririsan dengan potensi penyalahgunaan wewenang dan/atau sewenang-wenang. 

Karenanya, pejabat yang berkampanye dilarang menggunakan fasilitas negara termasuk program-program pemerintahan, bahkan menjanjikan program kepada peserta kampanye. 

"Sehingga penting Bawaslu untuk melakukan pengawasan masif, karena akan berimplikasi dan berpotensi terjadinya pelanggaran kampanye TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif) yang dapat mendiskualifikasi paslon," kata Atang, mengingatkan.

Namun demikian, ada pembatasan pejabat negara yang dilarang melakukan kampanye di antara adalah ASN, TNI, Polri dan lain sebagainya.

Menurut Atang, dalam kapasitas sebagai pejabat negara, maka presiden harus cuti untuk melaksanakan kampanye pemilu sesuai dengan tata cara pelaksanaan cuti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah bahkan pengajuan cuti harus diproses secara tertulis dan disampaikan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya. 

"Paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan kampanye pemilu," ujar Ketua Bidang Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem.

Disamping itu, P]presiden dilarang menggunakan fasilitas negara dan fasilitas yang melekat pada jabatan. Jika presiden kampanye, maka presiden menjadi objek pengawasan Bawaslu, karena Bawaslu harus bersikap objektif dan profesional dalam menjaga marwah demokrasi. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat