visitaaponce.com

Dukungan Jokowi kepada Paslon 02 kian Terang, Pakar Tidak Punya Adab Politik

Dukungan Jokowi kepada Paslon 02 kian Terang, Pakar: Tidak Punya Adab Politik
Presiden Jokowi memegang kertas yang berisi penggalan aturan UU Pemilu.(BPMI Setpres)

Presiden Joko Widodo dinilai tidak lagi memiliki adab dalam berpolitik. Sebagaimana diketahui, ia menyebut bahwa presiden diperbolehkan kampanye dan memihak pada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di gelaran pilpres. Padahal, sebelumnya, ia meminta seluruh pejabat pemerintahan, kepala daerah dan seluruh ASN bersikap netral.

Jokowi juga dinilai salah kaprah mengartikan salah satu aturan di Undang-undang Pemilu terkait presiden boleh berkampanye. Ada hal yang berbeda antara situasi normal dengan kondisi Jokowi saat ini.

"Semestinya memang boleh tapi konteks yang terjadi sekarang, yakni Jokowi dan anaknya, berbeda dengan konsep presiden boleh kampanye yang ada di UU," kata pakar hukum tata negara Feri Amsari dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com, Minggu (28/1).

Baca juga: Bawaslu harus Tuntaskan Insiden Dugaan Iriana Salam 2 Jari

Feri menerangkan, secara logika politik dan logika pembentukan undang-undang, presiden boleh berkampanye. Apalagi, bila konteksnya presiden berstatus sebagai petahana yang kemudian ingin maju lagi untuk periode kedua.

"Namun, ini berbeda karena lumrahnya presiden membela atau mendukung calon yang berasal dari partainya. Sementara ini tidak. Ini ada keajaiban dalam konteks Presiden Jokowi," jelasnya.

Feri menyebut Jokowi diusung dua kali oleh PDI Perjuangan sebagai presiden. Anehnya, Jokowi malah meninggalkan PDIP dan mendukung calon di partai lain.

Baca juga: Jokowi Bertemu AHY di Yogyakarta, Istana: Sarapan sambil Bahas Kebangsaan

"Problemnya, Jokowi mendukung yang bukan partainya. Di sini rusak mekanisme pengkaderan parpol, Itu hancur betul dibuat Jokowi. Tidak ada adab politik," ucap dia.

Feri menilai Jokowi sejatinya tahu aturan dan norma yang ada. Namun, itu tidak betul-betul diterapkan. Ucapannya soal netralitas penyelenggara negara hanya bualan alias manis di mulut saja.

"Tingkat kepercayaan dirinya cukup tinggi bahwa ada kemenangan di kubu anak beliau di satu putaran. Namun, kemudian terjadi perubahan suasana politik yang mengganggu perasaan batin beliau," tandasnya. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat