visitaaponce.com

Presiden Harus Kembalikan Nilai Kejujuran dan Kepatutan

Presiden Harus Kembalikan Nilai Kejujuran dan Kepatutan
Ilustrasi(MI/ Duta)

MASYARAKAT Antropologi Indonesia menyatakan sepuluh poin kegusaran dengan situasi bangsa saat ini. Dalam seruannya di Jakarta, Sabtu (10/2). 

Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) Tsabita Puti mengurai sepuluh poin seruan tersebut yakni prihatin dan gusar menyaksikan lunturnya etika, moral, nilai kejujuran dan integritas berbangsa dan bernegara yang seyogyanya dijunjung tinggi, prihatin melihat munculnya praktik yang menormalkan politik kekerabatan dengan memanipulasi peraturan perundangan yang merusak nilai-nilai dasar demokrasi.

"Kami prihatin banyaknya elite politik yang mereduksi demokrasi, hanya sebatas strategi berpolitik yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Kami prihatin atas perilaku politik transaksional uang dalam meraih kekuasaan," ujarnya.

Baca juga : Ikut Cawe-cawe di Pilpres, Jokowi Dinilai tak Amalkan Ajaran Kampus soal Etika

Dalam praktiknya juga terjadi manipulasi aturan-aturan hukum sebatas untuk memperoleh kekuasaan. Kemudian terjadi berbagai tindakan yang melegitimasi penyalahgunaan sumberdaya negara, termasuk bantuan sosial, untuk mendulang suara dalam pemilihan umum.

"Kami prihatin dan gusar atas terjadinya pelemahan secara sistematis lembaga-lembaga negara demi berbagai kepentingan politik kelompok tertentu.Kami prihatin akan adanya usaha-usaha melegitimasi politik uang, yang dipraktikkan secara vulgar, tanpa malu-malu lagi," ungkapnya.

Publik jug menyaksikan adanya kenyataan bahwa korupsi dijadikan alat dan strategi untuk meraih kekuasaan serta menyaksikan hilangnya budaya malu yang dipertontonkan oleh sebagian elite politik kita saat ini.

Baca juga : Ketua Fourbes Minta Presiden, KPU, dan Bawaslu Jaga Netralitas dan Junjung Etika

"Meluasnya budaya argonasi dalam praktek penyelenggaran kekuasaan dan demokrasi," tambahnya.

Ketua Forum Kajian Antropologi Indonesia Mulyawan Karim juga mengatakan persoalan carut-marutnya kondisi demokrasi kita saat ini perlu segera dicarikan solusinya. Di penghujung masa kampanye ini, masyarakat perlu tetap bersikap kritis dan terus mengawal nilai-nilai etik dan moral para calon presiden dan wakil presiden serta calon-calon legislatif, agar Pemilu 2024 dapat berlangsung secara jujur dan adil.

"Presiden, para pejabat negara, serta para calon wakil rakyat harus menjadi sosok suri teladan dengan mengaktifkan nilai-nilai kejujuran dan kepatutan yang menjunjung tinggi moral luhur dalam demokrasi. Bukan justru menimbulkan kerancuan dan kebingungan mana nilai yang baik dan nilai yang buruk dalam praktik budaya demokrasi kita," tegasnya.

Baca juga : Romo Franz Magnis Suseno: Demokrasi Indonesia sudah di Ujung Tanduk

Pihaknya juga menyerukan agar semua pihak kembali pada jati diri kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi etika dan moral dalam berpolitik. Kita tidak boleh lupa pada cita-cita reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah, air mata, dan nyawa. Hari-hari ini publik menghadapi pertarungan nilai yang akan menentukan jati diri kita sebagai bangsa di masa depan. Apa yang akan terjadi pada generasi penerus dan anak cucu kelak, jika hari ini kita tidak mewariskan keteladanan yang dilandasi etika dan moral kejujuran, kesederhanaan, dan nilai-nilai dasar hak asasi manusia, agar dapat menjalani politik secara terhormat. Pemilu seharusnya tidak hanya dilihat sekedar ajang politik untuk meraih kekuasaan, tetapi terutama sebagai sarana pendidikan karakter bangsa.

"Para martir reformasi tidak boleh mati sia-sia. Kita wajib terus menagih utang untuk mengadili para pelanggar HAM masa lalu dan meminta pertanggungjawaban mereka yang telah membunuh dan menghilangkan jasad para pejuang reformasi," tukasnya. (Sru/Z-7)

Baca juga : Presiden Jokowi Dianggap Abai dalam Kasus Pelanggaran HAM

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat