visitaaponce.com

Perludem Revisi UU Pilkada Bakal Persulit Pelaksanaan Pilkada

Perludem: Revisi UU Pilkada Bakal Persulit Pelaksanaan Pilkada
Warga berjalan di depan mural bertema Pemilu(Antara)

PENELITI Perludem Fadli Ramadhanil menyebut bahwa rencana revisi UU Pilkada tidak tepat dilakukan saat ini. Di tengah situasi politik yang masih memanas usai pilpres, revisi UU Pilkada hanya akan mempersulit jadwal pelaksanaannya.

"Kalau tujuan untuk hanya mengubah jadwal Pilkada, tidak tepat lagi. Akan semakin memperunyam pelaksanaan jadwal Pilkada yang nanti berhimpitan dengan jadwal Pemilu," ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (12/3).

Menurut Fadli tahapan Pemilu yang tengah berjalan belum benar-benar selesai. Mengingat, pelantikan baru akan dilaksanakan pada Oktober nanti.

Baca juga : Golkar Sebut Revisi UU Pilkada untuk Penyesuaian Hasil Pemilu

Sementara itu, bila revisi UU Pilkada dilakukan untuk mengubah jadwal tersebut, maka akan beririsan dengan tahapan Pemilu. Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan Pilkada tetap berjalan sesuai jadwal semula.

"Untuk apa jadwal Pilkada dimajukan, tidak ada urgensinya," imbuhnya.

Fadli menambahkan bahwa dukungan sejumlah partai politik untuk merevisi UU Pilkada semata hanya untuk memajukan jadwalnya. Dalil terkait penyesuaian pasal-pasal di dalamnya bukanlah poin utama dari rencana tersebut. Hal itu patut dipahami terkait kepentingan politik para caleg yang juga akan maju di Pilkada nanti.

Baca juga : Perludem Tarik Permohonan Uji Materiil UU Pilkada

Peneliti Perludem lainnya, Heroik Pratama menegaskan bahwa perubahan jadwal Pilkada tentunya akan mengganggu konstitusionalitas dari penyelenggaraannya. Sebab dalam Putusan 12/PUU-XXII/2024 MK menyebutkan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai.

"Artinya, mengubah jadwal dimaksud akan dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan Pilkada serentak," ucapnya.

Perubahan jadwal Pilkada seperti memajukan waktu pemungutan suara akan berdampak pada tumpang tindih tahapan pemilu nasional 2024 yang belum tuntas yang berdampak pada kompleksitas tata kelola pemilu. Memajukan jadwal Pilkada ke September juga akan berdampak pada terbatasnya waktu pencalonan kepala daerah dan berpotensi memotong waktu kampanye.

Baca juga : Kewenangan MK Tangani Pelanggaran TSM Pemilu Diperdebatkan

Sebagai ilustrasi, jika merujuk pada peraturan MK 5/2023 pengucapan putusan dari perselisihan hasil pemilu legislatif baru selesai di tanggal 4-5 Juni. Pasca putusan MK ini penyelenggara pemilu harus menindaklanjuti jika terdapat perintah pemungutan suara ulang misalnya.

Artinya KPU harus melakukan serangkaian tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara, termasuk menetapkan ulang jumlah perolehan suara partai dan calon terpilih. Sehingga di bulan Juni-Juli baru ada kepastian jumlah perolehan kursi partai di DPRD yang menjadi syarat pencalonan kepala daerah bagi partai (syarat dukungan 20% kursi DPRD).

"Artinya partai politik punya waktu yang sempit untuk membangun koalisi pencalonan untuk mencapai dukungan 20% kursi DPRD, karena pengalaman di Pilkada 2020 tidak semua partai bisa mencalonkan sendiri karena kursinya kurang dari 20%. Sehingga menurut hemat kami, kalau jadwal Pilkada dimajukan ke September selain menyulitkan penyelenggara akan menyulitkan partai juga untuk mencalonkan karena harus membangun koalisi," tutupnya. (Van/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat