visitaaponce.com

RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital

RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital
Ilustrasi jurnalisme(Dok.freepik)

RANCANGAN Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) dinilai mengancam kebebasan berekspresi di ruang digital. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Divisi Riset Remotivi Muhammad Heychael. Menurut dia, apabila aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yakni pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) diterapkan pada subjek digital, maka bisa membatasi kebebasan berekspresi.

“Semestinya dibuat beda aturannya. Logika digital dan penyiaran berbeda. Dalam penyiaran ada aspek Keserempakan, di mana publik agensinya tidak besar, sementara dalam konteks digital berlaku sebaliknya,” kata Heychael saat dihubungi, Selasa (14/5).

Menurut dia, bahkan banyak masyarakat yang memilih untuk berlangganan layanan streaming berbayar untuk mendapatkan konten sesuai dengan yang mereka inginkan. Dengan demikian, tanggung jawab konten mana yang dipilih dan dikonsumsi juga otomatis menjadi tanggung jawab publik. Hal itu membuat peran negara di ranah digital tidak bisa sebesar dalam penyiaran.

Baca juga : AHC Jadi Destinasi Wisata Sejarah dan Jurnalisme Baru di Jakarta

Salah satu poin yang menjadi perdebatan di publik saat ini ialah mengenai larangan jurnalisme investigasi. Dalam sebuah pernyataan, DPR mengungkapkan bahwa larangan tersebut menjaga agar proses penyelidikan tidak terganggu oleh opini publik. Menurut Heychael, alasan tersebut tidak logis.

“Alasan ini bagi saya justru bertentangan dengan prinsip jurnalistik itu sendiri. Kita semua tahu, pers lahir seiring dengan lahirnya republik. asumsinya kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif harus diawasi,” tegas dia.

Karenanya, lanjut Heychael, bahkan proses penyelidikan itu sendiri tidak bisa diandaikan selalu dilakukan dalam kondisi yang ideal. Dia perlu diawasi pers agar tidak keluar dari prinsip dan norma hukum.

“Tidak jarang kita menyaksikan proses penyelidikan yang mengkhianati hukum. Kasus sambo diantaranya. Apa lalu kita diminta percaya begitu saja? dalam kasus itu, tekanan publik yang lahir dari liputan investigatif-lah yang membuat prosesnya berjalan sesuai koridor hukum,” pungkasnya. (Ata/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat