visitaaponce.com

Pilkada Diharapkan Bisa Berjalan Lebih Baik dari Pilpres

Pilkada Diharapkan Bisa Berjalan Lebih Baik dari Pilpres
Warga melakukan tahap-tahap menggunakan hak suara saat simulasi pemungutan suara Pemilu 2024(MI / Usman Iskandar)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan berlangsung pada akhir tahun diharpakan tidak seburuk dengan kondisi Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Februari lalu.

Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Indonesia, Natalia Soebagjo mengatakan Pilpres tahun ini merupakan yang paling rumit sepanjang sejarah.Hal itu dibuktikan dengan beberapa persoalan yang ada dalam pelaksanaannya.

"Kita menyelenggarakan pemilu yang terkompleks di dunia. temuannya banyak, dari dugaan pelanggaran, baik dari persiapan kampanye, ada pelanggaran netralitas aparat negara, hingga rendahnya kapasitas yang kurang optimal dari panitia," ujarnya dalam Diskusi Terbuka : Setelah 26 Tahun Reformasi dan Pilpres Nir-Jurdil oleh Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat (STIF) Driyakarya melalui kanal youtube, Senin (20/5).

Baca juga : Wakil Ketua MUI: Kita Masih Banyak Melihat Pelanggaran-Pelanggaran di Pemilu 2024

Lebih lanjut, Natalia mengatakan untuk Pilkada serentak tahun ini pihaknya mengajak masyarakat untuk lebih kritis menyikapi segala bentuk kebijakan yang ada, khususnya mengenai pemilu.

Ia mengatakan, ada 6 hal yang harus dilakukan untuk bisa menjaga kestabilan pilkada 2024 yang akan berlangsung 27 November 2024. Pertama, ia mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar bisa menjalankan tugas sebagai pengawas tertinggi pelaksanaan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

"Kedua, meningkatkan dan menjaga agar cabang eksekutif/penyelenggara pemilu menghormati prinsip netralitas. Ketiga, mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai proses pelaporan pelanggaran," jelasnya.

Baca juga : Ketidaktegasan Bawaslu di Pilpres bakal Berpengaruh pada Pelaksanaan Pilkada

Selain itu, perlu ada peningkatan partisipasi aktif publik dalam mengawasi dan menjaga jalannya pemilu yang bersih dan berintegritas.

"Kelima, mendukung sikap kritis masyarakat sipil dan partai politik untuk menjadi oposisi/suara berbeda dan terakhir melakukan pendidikan politik, critical thinking dan etika bagi kaum muda," jelasnya.

Pilpres 2024 Terburuk Sepanjang Sejarah

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Filsafat Franz Magnis Suseno mengatakan dirinya sepakat dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa Pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia.

Baca juga : Usai Antar Surat Suara, Petugas Linmas di Sleman Meninggal Dunia

“Tentu saja saya sependapat dengan Pak Jusuf Kalla bahwa pemilu yang lalu adalah yang paling buruk di dalam sejarah Indonesia,” kata Franz.

Franz Magnis menyebut situasi saat ini seakan-akan tidak menentu setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan sengketa Pilpres 2024. Kendati demikian, Franz menyebut senang atau tidak senang, pihak yang kalah dapat menerima hasilnya dengan sikap demokratis.

“Kita harapkan dari pemerintah Prabowo-Gibran agar mereka membawa Indonesia ke arah yang lebih baik,” kata Franz.

Baca juga : Bawaslu: Pemilih Gunakan Hak Pilihnya Lebih dari Satu di 2.413 TPS

Ia pun memaparkan, ada 3 hal yang masih menjadi perjuangan demokrasi di Indonesia. Pertama, tekairn kebebasan demokratis, bahwa kebebasan berkumpul tidak boleh lagi dibatasi.

Ia menyayangkan beberapa tahun terakhir banyak masyarakat yang hanya mengkritik bisa jebloskan ke penjara.

"Kedua kita tetap harus sangat amat kritis terhadap oligarki dan korupsi, memang sangat menyedihkan bahwa dalam pemerintahan yang lalu KPK dikebiri, ini adalah satu langkah strategis eksekutif untuk melindungi diri untuk kemungkinan diusut oleh KPK," ujarnya.

"Selain itu, ia juga berharap keadilan sosial juga menjadi salah satu faktor yang perlu dijaga," pungkasnya. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat