Sajak-sajak Boris Pasternak
![Sajak-sajak Boris Pasternak](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/07/293af4a22053664c11aa1e3bc3300505.gif)
Boris Pasternak (1890-1960)
Mimpi
Aku memimpikan cahaya musim gugur
ada kau dan temanmu di kerumunan badut.
Serupa elang mendapat darah dari surga,
hatiku telah jatuh ke dalam genggamanmu.
Waktu berlalu, menjadi tua dan kusam
menyeret bingkai perak saat sinar fajar
di taman mengalirkan serpihan kaca dan
air mata memerah kesumba di September.
Waktu berlalu, menjadi tua dan longgar
seperti es, kursi sutra retak dan cair.
Tiba-tiba, kau tersandung dan tenggelam,
mimpi serupa gema lonceng, namun hening.
Aku bangun dan fajar gelap menjelma
musim gugur. Angin puyuh berhembus,
seperti jerami berlari mengejar kereta
dan punggung betula pendula melintasi langit.
1913
Mencintai - Pergilah - Guntur Belum Berhenti
Mencintai - pergilah - guntur belum berhenti
menginjak-injak kemurungan tanpa sepatu,
menakut-nakuti landak, membayar kebaikan
atau kejahatan lingonberry dengan jaring laba-laba.
Minumlah dari cawan bertangkai,
agar Azure melesat dari pantulan:
"Apa ini gema?" - di ujung jalanan
tersesat aku dalam ciumanmu.
Serupa pawai, berjalanlah bersama duri
ketahui saja bahwa saat matahari terbenam,
usia surya lebih tua daripada bintang gemintang
kereta pun tiba membawa gandum dan margarita.
Aku kehilangan lidahmu, hanya menuai
badai air mata di mata para Valkyrie,
langit angkasa panas, bikin mati rasa,
namun udara segar berhembus di hutan.
Berbaringlah, menyapu duri dan memarut
peristiwa-peristiwa lampau, seperti kerucut:
jalan raya terjal dan turunnya sebuah kedai
hari mulai terang; panas dingin, makan ikan.
Saat kau terjatuh, senandungkanlah lagu:
"Berambut abu-abu, aku berjalan dan jatuh lelah.
Sekali waktu, kota tersedak angsa,
bermandikan air mata tentara.
Bayang-bayang panjang tanpa bulan,
mengendapi botol api dan bahan makanan,
mungkin kau sudah tua, sebenar lagi
maut menjemput jua."
Berceloteh, bernyanyi, dan bersedu
ketika maut datang mengetuk pintu,
genggam tangan ini seperti bumerang
aku 'kan ingat - mengucapkan selamat tinggal.
1917
Tak Ada Orang di Rumah
Tak ada orang di rumah,
kecuali senja. Suatu siang
di musim dingin, kubuka
tirai yang tertutup rapat.
Sayap-sayap putih lembut
sekilas kulihat serupa roda-roda,
hanya ada atap dan salju
tidak ada siapa-siapa.
Embun beku kian luruh,
perlahan-lahan membungkusku
berbalut kesedihan setahun silam
musim dingin baru saja terlewati.
Perpisahan masih menusuk sukma
rasa bersalah terus menghantui diri
kulihat kayu salib terpajang di jendela
peras kulitnya terkelupas ditelan waktu.
Tetiba saja, aku merasakan getaran lain
perlahan mengalir dan menggetarkan tirai, -
mengukur langkah-langkah keheningan
seperti masa depan lebih awal tiba ketuk pintu.
Kau menggunakan jubah putih
tak seperti biasanya melangkah
masuk membawa serpihan kisah
luka yang sulit dijahit kembali.
1931
Mengasihi Orang Lain Ialah Memikul Salib Sendiri
Mengasihi orang lain ialah memikul salib sendiri,
hidup berharga tanpa cela,
dan segala rahasia pesona
setara solusinya di kehidupan.
Di musim semi aku mendengar
gemerisik mimpi, kabar sukacita, dan kebenaran.
Kau berasal dari keluarga yang selalu mengasih orang lain.
Makna hidupmu seperti udara, tidak pernah egois.
Saling membantu dan memandang jernih,
dari lubuk hati, mari singkirkan sampah
agar lurus jalan kini dan nanti
ini semua - kasih.
1931
Malam Musim Dingin
Melodi, melodi semesta
bagi setiap tapal batas.
Sebatang lilin berpijar di meja,
itu lilin menyala-nyala.
Serupa segerombolan pengusir hama
di musim panas, terbang ke tungku perapian
sementara serpihan bara berarak-arakan
dari selingkung halaman ke bingkai jendela.
Badai salju memaguti kaca
ada mug dan ada panah.
Sebatang lilin berpijar di meja,
itu lilin menyala-nyala.
Di langit-langit terang benderang
bayangan luruh perlahan, melewati
persimpangan lengan dan kaki,
nasib pun menghampiri kita.
Dan sepasang sepatu jatuh
kudengar bunyi gedebuk di lantai.
Dari cahaya malam, percikan air mata lilin
menetes perlahan di gaunmu.
Lalu lenyap bersama sekawanan
kabut salju putih dan abu-abu.
Sebatang lilin berpijar di meja,
itu lilin menyala-nyala.
Dari sudut, tampak bayangan
dan panasnya menggoda
serupa sayap malaikat
tersalib.
Melodi bulan demi bulan di awal Februari,
maka kini dan nanti
lilin berpijar di meja,
itu lilin menyala-nyala.
1946
Monolog Hamlet: Maka Jadilah atau Sebaliknya
: Kutipan dari drama Hamlet oleh William Shakespeare dan diterjemahkan oleh Boris Pasternak
Maka jadilah atau sebaliknya, itulah pertanyaannya.
Apakah layak untuk merendahkan diri di bawah takdir,
Atau apakah perlu untuk melawan alam fana,
Dan mengendap di seluruh lautan masalah
Dengan cara mengakhiri hidup mereka? Mati.
Lupakan dirimu saja.
Ketahuilah bahwa dengan melakukan ini,
Kau memutuskan mata rantai siksaan hati
Dan ribuan kesulitan melekat pada tubuh.
Bukankah ini tujuan yang diinginkan untuk mati? Lupa tidur.
Tertidur... dan bermimpi? Inilah jawabannya.
Mimpi apa yang akan diimpikan dalam mimpi fana itu
Ketika selubung perasaan duniawi disingkirkan?
Inilah petunjuknya. Inilah yang memperpanjang
Kemalangan kita selama bertahun-tahun.
Dan siapa yang akan menurunkan penghinaan di ini abad,
Ketidakbenaran para penindas,
Kesombongan bangsawan, perasaan ditolak,
Penghakiman yang lambat, dan yang terpenting
Ejekan yang tidak laik atas yang layak,
Ketika begitu mudah untuk menyatukan semua ujungnya
Sebuah pukulan belati! Siapa yang setuju,
Mengeranglah, berjalan dengan susah payah di bawah beban kehidupan,
Kapan pun yang tidak diketahui setelah kematian,
Takut akan negara yang tidak ada untuk
kembali, tidak tunduk pada keinginan
Untuk bertahan dengan kejahatan yang sudah dikenal,
Daripada mencari pelarian ke asing!
Demikianlah pikiran mengubah kita semua menjadi pengecut,
Dan tekad kita layu seperti bunga
Dalam kemandulan dan kebuntuan mental,
Demikianlah rencana musnah dalam skala besar,
Pada awalnya menjanjikan kesuksesan,
Namun penundaan begitu lama. Tapi cukup!
Ofelia! Oh sukacita! Ingatlah
Dosa-dosaku dalam doamu, bidadari.
Sumber terjemahan:
¹ Pasternak, B. Mengasihi Orang Lain Ialah Memikul Salib Sendiri. Disusun oleh I. A. Mudrova. Moskwa: Centerpolygraph, 2022.
² Pasternah, B. Mimpi, Moskwa: Majalah Krasnaya Nov, 1932.
³ Pasternak, B. Esai dalam Dua Edisi. Tula: Filin, 1993.
Boris Leonidovich Pasternak, peraih Nobel Sastra, lahir di Moskwa, Rusia, 10 Februari 1890. Ia belajar di Universitas Negeri Moskwa; dari Fakultas Hukum pindah ke Fakultas Sejarah dan Filologi (lulus 1913). Kumpulan puisi pertamanya dirangkumkan pada 1917 dan diterbitkan di Berlin, Jerman, pada 1922 dengan judul Adikku, Lily. Pada musim dingin 1945/1946, Pasternak mulai mewujudkan ide utamanya dalam penulisan awal novel Doctor Zhivago. Ia secara aktif juga terlibat dalam penerjemahan drama tragedi milik sastrawan Inggris William Shakespeare dan Faust milik sastrawan Jerman Johann Wolfgang von Goethe. Pada 1950-an menjadi masa cobaan berat bagi Pasternak. Novel Doctor Zhivago, yang diusulkan untuk diterbitkan oleh majalah bulanan Novy Mir di Moskwa, ditolak oleh editor. Setelah diterbitkan di luar negeri pada 1957 dan penulis dianugerahi hadiah Nobel pada 1958, Pasternak mulai dianiaya, baik di kalangan sastra maupun politik, sehingga ada tuntutan agar ia dikeluarkan dari negaranya. Di luar Rusia, Pasternak juga mendapatkan kritikan keras sehingga mendorongnya untuk menolak hadiah Nobel. Setelah menderita serangan jantung, ia meninggal dunia pada 30 Mei 1960. Pasternak dimakamkan di Peredelkino, sebuah desa di pinggiran Moskwa. Pada 1989 Yevgeny, putra Pasternak, akhirnya menerima penghargaan Nobel Sastra atas nama ayahnya. Novel Dokter Zhivago telah menjadi bagian dari kurikulum sekolah utama Rusia sejak 2003. Puisi-puisi di sini diterjemahkan dari bahasa Rusia ke dalam bahasa Indonesia oleh Iwan Jaconiah, penyair dan editor puisi Media Indonesia. Foto-foto: MI/Arsip Flomaster Club/Museum Pasternak di Peredelkino. (SK-1)
Terkini Lainnya
Mimpi
Mencintai - Pergilah - Guntur Belum Berhenti
Tak Ada Orang di Rumah
Mengasihi Orang Lain Ialah Memikul Salib Sendiri
Malam Musim Dingin
Monolog Hamlet: Maka Jadilah atau SebaliknyaRekomendasi 9 Film tentang Ilmuwan yang Inspiratif
Daniel Kahneman, Pemenang Nobel, Meninggal Dunia pada Usia 90 Tahun
Peringatan Hari Perempuan Dirayakan di Jalanan hingga Pengadilan
‘Until August’ Novel Terakhir Gabriel Garcia Marquez Akhirnya Dirilis
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Bangladesh Dikriminalisasi
Pemenang Nobel Sastra Jon Fosse: Menulis Selamatkan Nyawa
UBM Gelar Kuliah Umum Tiffany Tsao, Penerjemah Pemenang PEN Translation Prize 2023
Ayat Kursi dan Terjemahannya, Baca ini Setiap Hari Sebelum Tidur
Bacaan Ayat Kursi Latin, Arab dan Artinya
Berawal dari Mimpi, Ini Bacaan Sholawat Busyro Arab, Latin, dan Terjemahannya
Viral, Ini Lirik Lagu Rahmatan Lil'Alameen milik Maher Zain
Sajak-sajak Osip Mandelstam
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap