visitaaponce.com

Sajak-sajak Malek Haddad

Sajak-sajak Malek Haddad 
(Ilustrasi: Danarto)

Ilustrasi: Danarto 

Jalan yang Kau Pilih 

Aku ingat jalan biru 
Laut membentang luas 
Gunung tersenyum masam. 
Gemetar tanganmu seperti cemas 
Sesaat kita saling berciuman mesra. 
Anggur berganti warna merah muda 
Rambutmu terurai membasahi wajahku. 
Udara segar masih bertiupan di jalanan 
Ketika malam tiba begitu cepat di mataku. 
Tak pernah lagi aku memimpikanmu 
Sehingga, 
Air terjun serupa aurora. 


Perjalanan Panjang 

Aku adalah titik akhir dari sebuah cerita yang dimulai. 
Jangan melupakan semuanya, jangan memulai dari awal. 
Semua tersimpan ke dalam novelku secara utuh 
Tanpa menyangkal apa pun di tengah perjalanan. 
Aku adalah titik akhir dari sebuah cerita yang dimulai. 
Mengapa kau coba membedakan antara langit dan cakrawala!
Satu hal yang tidak terpisah; musik dan tari, 
Memakai djellaba ke mana-mana, juga ke rumahku.
Aku adalah titik akhir dari sebuah cerita yang dimulai. 
Membuat lagu-lagu tentang dua Saharaku. 
Semua tersimpan ke dalam novelku secara utuh. 
Aku adalah siswa dan pelajaran. 
Oh, Tuhan! Ini malam! Begitu banyak malam di mataku! 
Ibuku dipanggil Ma dan aku menyebutnya Ma Mere. 
Aku telah kehilangan djellaba, senapan, dan gaya, 
Serta memiliki nama yang lebih palsu daripada tradisiku. 
Oh, Tuhan! Malam yang luar biasa! Tapi mengapa bersiul? 
Takut, kau takut; takut, kau takut, takut. 
Sebab seorang pria menghantuimu seperti cermin yang mengerikan. 
Teman sekelasmu ada di sekolah, jalanan, dan parit. 
Tapi kukatakan kepadamu bahwa aku orang Prancis:
Perhatikanlah gaun, aksen, dan wajahku. 
Aku memiliki ras berdasarkan profesi. 
Saat bicara ke pedagang, aku bilang diriku Tunisia. 
Aku pun tahu orang Yahudi adalah prajurit yang cerdik. 
Apakah aku pribumi? Ayo! Adikku tidak memakai kerudung 
Dan di institut aku mendapatkan semua penghargaan Prancis. 
Prancis, Prancis, Prancis... aku berpikir seperti orang Prancis. 


Dari tanah aku berdiri, lonceng kematian meluncur melewati dahiku seperti percikan keringat. 


Aku Bermimpi 

Aku bermimpi tentang kapal hantu 
Terdengar tembakan di jalan-jalan kota, 
Dan dari tanah aku berdiri, lonceng kematian  
Meluncur melewati dahiku seperti percikan keringat. 

Aku bermimpi tentang rakyat Alger yang terengah-engah 
Napas berkejangan dan bergeliat dalam kegelapan. 
Serupa memetik kehampaan, gemetar 
Mengendap di hati, memori, dan diriku. 

Aku terlahir sebagai seorang tahanan, digunakan 
Untuk melihat koridor khusus yang ada di mana-mana.
Menempel ke negeri seberang yang bersalju, 
Sehingga wajahku putih seperti bubuk. Membuatku malu. 

Kamu adalah seorang pengembara yang tertidur,
Mengendap kenangan akan kejahatan di jalan-jalan, 
Hotel-hotel, dan pelabuhan-pelabuhan kosong 
Rindu tenggelam bikin insomnia. 

Aku dengar arum sungai di bawah jembatan 
Menuai percakapan sepi dengan segala hal. 
Kau menggerutu dan mengerutkan kening 
Sedang namaku disebut-sebut di jalanan. 

Mendapati hari yang menyenangkan di rumah 
Dan matahari segera berubah menjadi kuning. 
Angin berhembus kencang di luar jendela, 
Menghilangkan rasa sakit dan membawa musim semi. 


Aku Ingin 

Aku ingin 
Hidup laik sebagai manusia. 
Begitu pula ingin kudengar, 
Bagaimana rinai suara patahan hujan. 


Mereka Sirna dalam Legenda 

Mereka sirna dalam legenda, 
Dan legenda membuka tabirnya 

Aku berbicara kepada anak yatim 
Berjabat tangan dengan mereka 
Yang tahu bagaimana tersenyum, 
Meski tinggal dalam gelap 

Aku berupaya membelikan 
Kebutuhan bagi teman-temanku 
Bukan kata-kata, angka, atau nama 
Seribu hari sampai sepuluh tahun 
Sendiri kita berbagi makanan 
Menyalakan rokok untuk hindari kebosanan, 
Semua anak-anakku tahu, 
Aku memberikan mereka puisi-puisi 
Ibu mencintai mereka, sebab 
Mereka adalah teman-temanku 
Dan aku akrab dengan semuanya 

Mereka pergi dalam legenda, 
Dan legenda membuka tabirnya. 
Mereka menjadi jiwa dan tanah airku, 
Tidak pernah aku melihat wajah-wajah 
Dengan senyum menyala, tatapan memagut; 
Pacarku, tukang daging, dan guru sekolah 

Aku memohon padamu 
Untuk hidup bersama anak yatim 
Yang terlahir dari malam tanpa bulan 

Mereka sirna dalam legenda 
Dan legenda membuka tabirnya... 

Julliard, Paris, 1956 


Bacaan rujukan 
¹ Britannica, The Editors of Encyclopaedia. Malek Haddad. Encyclopedia Britannica, 2022. 
² Bekri, Tahar. Malek Haddad, l'œuvre romanesque: pour une poétique de la littérature maghrébine de langue française. Collection littéraire. Paris: L'Harmattan, 1986. 

 

 

 

 


Malek Haddad, penulis dan penyair Aljazair. Lahir di Konstantin, 5 Juli 1927 dan wafat di Aljir, 2 Juni 1978. Ia menulis esai, puisi, dan novel dalam bahasa Prancis. Haddad sempat mengecap pendidikan Ilmu Hukum di Aix-en-Provence, Prancis, namun tidak selesai akibat Perang Kemerdekaan Aljazair (1954-1962). Selama perang pembebasan berlangsung, Haddad bekerja sebagai penulis untuk beberapa majalah, di antaranya Entretiens, Programsjavs, Confluents, dan Les Lettres Franosporaises. Buku kumpulan puisi pertamanya Le Malheur en danger  (1956; Trouble in Danger) dan kumpulan puisi keduanya Écoute et je t’appelle (1961; Listen and I Will Call), serta sebuah kumpulan esai Les Zéros tournent en rond (1961). Haddad juga menulis empat novel, yaitu La Dernière Impression (1958; Last Impression), Je t’offrirai une gazelle (1959; I Will Offer You a Gazelle), L’Élève et la leçon (1960; The Pupil and the Lesson), dan Le Quai aux fleurs ne répond plus (1961; The Flower Quay No Longer Answers). Pada 1958 dan 1961, Haddad sempat bekerja di Penyiaran Prancis. Pada 1962, ia menetap di Konstantin dan menulis untuk majalah mingguan Atlas dan majalah Novembre. Pada 1974, ia pun diangkat sebagai Sekretaris Persatuan Penulis Aljazair. Haddad meninggal karena kanker pada usia 50 tahun. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam 14 bahasa. Puisi-puisi di Sajak Kofe diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku kumpulan puisi Hoi!, sebuah kisah tentang diaspora Indonesia di Rusia. Danarto (1940-2018), Si Hitam dan Si Putih (1963), oil on canvas, 75 x 100 cm. Koleksi Galeri Nasional Indonesia. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat