visitaaponce.com

Extended Reality Wujudkan Imajinasi Liar para Kreator

SEORANG astronaut berjalan di atas hamparan pasir yang dilengkapi dengan beberapa replika batuan angkasa luar di tepinya. Di belakang sang astronaut terdapat sebuah layar LED raksasa yang menampilkan suasana khas planet Mars yang juga dipenuhi hamparan pasir dan batuan. Tak lupa dilengkapi animasi pesawat angkasa luar yang tengah terparkir di permukaan Mars.

Perpaduan antara aksi di dunia nyata dan animasi di gambar di LED raksasa tersebut menghasilkan sebuah karya visual berkualitas tinggi dan futuristik. Seakan-akan sang astronaut benar-benar tengah berada di hamparan padang pasir Mars yang ikonik. Visual digital yang digunakan sebagai latar belakang dan dekorasi asli yang digunakan sama sekali tak terlihat berasal dari dua bagian yang terpisah.

Adegan tersebut merupakan bagian dari demonstrasi yang dilakukan oleh sinematografer yang juga Chief Commercial Officer DossGuavaXR Studio, Upie Guava, saat mengenalkan penggunaan teknologi extended reality (XR) yang kerap digunakannya membuat karya visual. Upie mengatakan, saat ini teknologi XR sudah semakin banyak diandalkan karena menghadirkan kemudahan yang signifikan dari berbagai aspek bagi kreator.

XR merupakan teknologi imersif yang memungkinkan penggabungan tiga teknologi pendahulunya; virtual reality (VR), augmented reality (AR), dan mixed reality (MR). XR sering juga disebut sebagai payung dari tiga teknologi imersif yang ada saat ini.

Dengan teknologi XR, para kreator dapat membuat karya visual yang menghadirkan penggabungan interaksi antara dunia nyata dan virtual dengan hasil sangat mumpuni. XR merupakan terobosan yang membuat para kreator dewasa ini tak perlu lagi bersusah payah membuat properti syuting yang rumit ataupun menggunakan green screen.

Para aktor dapat seakan-akan berinteraksi secara langsung dengan objek-objek tiga dimensi yang ditampilkan di layar LED. Semuanya berkat kombinasi dan integrasi grafis yang dihasilkan manusia dengan sistem komputer. Karya visual juga bisa diselesaikan dengan cepat tanpa memerlukan proses pengeditan yang panjang.

"Teknologi XR ini masih terbilang baru, menjadi populer sejak tahun 2019 ketika digunakan pada pembuatan film Star Wars Megalorian. Mereka menekan waktu dan cost yang signifikan berkat menggunakan XR," ujar Upie dalam acara peluncuran NVIDIA GeForce RTX 40 Series di DossGuava XR Studio, Rabu (8/2).

Dengan teknologi XR, kreator konten tak khawatir akan perubahan cuaca yang bisa terjadi secara mendadak ketika syuting di alam terbuka. Efisiensi juga bisa didapatkan dari dipangkasnya biaya perjalanan menuju tempat yang diinginkan menjadi latar.

Upie pun telah membuktikan efektivitas dan efisiensi dari penggunaan teknologi XR tersebut lewat beberapa karyanya. Di antaranya pada film berjudul Pelangi di Mars (2022) dan beberapa videoklip.

Dijelaskan Upie, berbeda dengan VR, AR, dan MR, teknologi XR tidak digunakan dengan sebuah software khusus. Karena merupakan gabungan dari teknologi imersif, seorang kreator harus bisa mencari formula masing-masing untuk mendapatkan karya visual yang diinginkan.

Misalnya dengan memilih software pendukung apa yang digunakan untuk menangkap interaksi antara kamera dan gerakan di layar. Kreator tersebut juga harus pintar meramu dan menggunakan fitur-fitur yang tersedia dari perangkat lunak berteknologi VR, AR, dan MR dalam setiap proses produksi.

Karena itu, Upie mengibaratkan teknologi XR sebagai kanvas kosong bagi setiap kreator. Mereka tetap dituntut untuk bisa berimajinasi dan menemukan perpaduan yang tepat dari berbagai teknologi imersif yang tersedia demi menciptakan sebuah karya berteknologi XR.

"Ini bukan software yang bisa dibeli. Kami pelan-pelan mengembangkan ini. Setiap studio harus berupaya memaksimalkannya baik dari teknologi maupun kreativitas.” ujar Upie.

Selain kreativitas dan pengetahuan tentang teknologi VR, AR, dan MR, hal-hal dasar yang dibutuhkan untuk membuat karya berteknologi XR ialah perangkat yang mendukung teknologi real time rendering. Itu adalah teknik pembuat animasi yang dapat bergerak dan diperbarui dalam waktu kurang dari satu detik. Dengan begitu, grafik digital yang ditayangkan di LED raksasa bisa menyesuaikan gerakan-gerakan di dunia nyata dengan lebih realistis.

“Dalam gim, bila spesifikasi tidak cukup, konsekuensinya gim lambat, tapi masih bisa difungsikan. Dalam XR, kalau tools tidak memenuhi standar maka tidak akan bekerja. Kami butuh dukungan hardware yang tidak hanya cepat, tapi daya tahannya bagus," ujar Upie.

Dikatakan Upie, selama ini banyak kreator enggan mencoba teknologi XR karena menganggap perangkat yang dibutuhkan harus berteknologi tinggi sehingga harganya akan mahal. Namun, saat ini sudah mulai bermunculan produk-produk komputer dengan spesifikasi yang mampu menopang penggunaan teknologi XR. Dengan begitu, ia yakin dalam beberapa tahun ke depan, teknologi XR akan semakin populer di kalangan kreator konten, termasuk di Indonesia.

"Di era saat ini peleburan teknologi sudah semakin mungkin terjadi. Misalnya antara industri gim dan film yang sudah makin sering bersentuhan. Saya merasa meleburnya teknologi dari sektor berbeda bisa memunculkan imajinasi yang liar. Dengan berkembangnya artificial intelligence (AI) dan teknologi yang mudah diakses, persaingan dunia kreatif akan dipenuhi adu imajinasi dan gagasan," ujar Upie.

 

Berkembang cepat

Consumer Business Lead Indonesia NVIDIA, Adrian Lesmono, mengatakan pertumbuhan kreator konten di dunia sangat signifikan. Saat ini sudah ada lebih dari 110 juta kreator digital di berbagai belahan dunia. Mereka secara bertahap mulai merambah ke dunia 3 dimensi dan memanfaatkan teknologi imersif dalam membuat karya.

"Industri ini berkembang sangat besar dan cepat sekali. Jumlah content creator juga semakin banyak ke depannya. Selain yang membuat secara profesional seperti di studio, semakin banyak juga yang dibuat menggunakan equipment atau PC rumahan. Jadi dibutuhkan solusi untuk mengakomodasi kebutuhan para content creator tersebut baik yang profesional atau membuat dari rumah," ujar Adrian.

 

Di Indonesia, jumlah kreator konten yang membuat karya lewat PC terus mengalami peningkatan. Jumlahnya rata-rata naik sebanyak empat kali lipat setiap tahunnya. Kualitas karya yang mereka hasilkan juga semakin bersaing. Dengan begitu, pemanfaatan teknologi XR secara masif di Indonesia dinilai juga sudah semakin dekat menjadi kenyataan.

"Jadi bukan hanya semakin banyak content creator yang menggunakan PC berspesifikasi tinggi, tapi semakin banyak juga content creator yang menggunakan software untuk membuat video-video 2 atau 3 dimensi," ujar Adrian.

Sementara itu, teknologi XR disebut oleh banyak pakar berpotensi besar mendatangkan keuntungan di masa depan. Tak hanya untuk membuat karya visual di bidang hiburan, tetapi juga untuk industri lain seperti pendidikan, militer, hingga industri.

Lembaga survei dan penelitian Markets and Markets di 2021 merilis survei yang menyebutkan pengguna teknologi XR terus mengalami peningkatan. Adapun nilai pasar XR mencapai sekitar Rp400 triliun di seluruh dunia. Angkanya diprediksi terus meningkat hingga lebih dari empat kali lipat pada 2030 mendatang.

Penggunaan teknologi XR yang masif juga akan berjalan beriringan dengan semakin masifnya pemanfaatan AI dan juga perwujudan Metaverse. Konsep besar Metaverse dinilai baru akan bisa terealisasi ketika mayoritas masyarakat sudah paham dan bisa memanfaatkan teknologi imersif dengan mumpuni.

Direktur Virtual Human Interaction Lab Universitas Stanford, Jeremy Bailenson, mengatakan teknologi imersif akan berperan besar menyelesaikan berbagai jenis masalah dan hambatan dalam kegiatan manusia di masa depan. Namun, tidak dalam satu atau dua hari.

"Teknologi imersif akan berperan mengubah kebiasaan dan cara kerja otak manusia dalam jangka panjang dan membantu mewujudkan imajinasi serta kreativitas manusia yang selama ini sulit tercapai," ujar Bailenson di weforum.org, Kamis (9/2). (M-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat