visitaaponce.com

Perlu Ruang Digital Positif karena Netizen Gampang Baper

Perlu Ruang Digital Positif karena Netizen Gampang Baper
Gali Ilmu Literasi Digital yang digelar di Surabaya, Jawa Timur(Dok Ist)

BAGAIMANA caranya bisa meningkatkan kemampuan dalam meningkatkan kemampuan literasi digital untuk menciptakan ruang digital yang positif?

Hal itu disampaikan oleh Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan dalam acara Gali Ilmu Literasi Digital yang digelar di Surabaya, dihadiri 750 peserta dari kelompok masyarakat.

Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan dalam sambutannya menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sudah masuk di tahun politik, maka masyarakat harus terus meningkatkan kemampuan dalam literasi digital untuk  menciptakan ruang digital yang positif.

"Terlebih kita sudah memasuki masa-masa tahun politik di mana hoaks dan disinformasi bertebaran di ruang digital. Maka dari itu literasi digital sangat krusial di era digital ini karena dapat memberi manfaat untuk kita dalam mengakses informasi dan memanfaatkan informasi
dengan baik dalam ruang digital," ujar Semuel dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/7).

baca juga:  TNI Harus Kuasai Literasi Digital untuk Pertahankan Kedaulatan

Pada kesempatan sama, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika  Jawa Timur, Sherlita Ratna Dewi Agustin yang menjelaskan fungsi program Klinik Hoaks dari Diskominfo Jawa Timur sebagai pelayanan bagi masyarakat dalam mencegah berita hoaks.

"Ini adalah aplikasi yang dikembangkan oleh Pemprov Jatim untuk memberi ruang kepada kita untuk mengetahui atau mengecek apakah berita yang kita dapatkan itu berita fakta, hoaks, disinformasi atau ujaran kebencian. Caranya bisa kunjungi website Klinik Hoaks Jatim, nanti dalam waktu maksimal 24 jam tim kami akan menjawab dengan mengklarifikasi dari setiap permintaan yang masuk," jelas Sherlita.

Dalam kesempatan itu narasumber CEO Next Generation Indonesia, Khemal Andrias memaparkan bahwa masyarakat harus memiliki modal yang cukup untuk melawan kejahatan digital seiring bertambahnya konten negatif yang bermunculan di sosial media.

"Semakin meningkatnya durasi penggunaan sosial media, bisa jadi kejahatan digital juga ikut meningkat. Padahal sumber hoaks yang paling banyak itu adalah sosial media itu sendiri dan itu adalah sesuatu yang harus kita lawan bersama. Jadi apa modalnya? Modalnya itu adalah CABE yaitu dengan menguasai 4 pilar literasi digital yaitu Cakap, Aman, Budaya, dan Etika dalam bermedia digital," jelas Khemal.

Pembicara lainnya, pegiat Literasi Digital & Vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati dalam paparan materinya menyampaikan bahwa karakteristik netizen Indonesia masuk ke dalam kategori tidak sopan dalam menggunakan sosial media sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran budaya digital dengan budaya yang ada di dunia nyata.

"Netizen Indonesia itu gampang banget tersinggung, dikit-dikit baper terus suka ngancam, itu bisa jadi tindakan kejahatan yang terjadi di sosial media. Karena hanya dengan sharing kemarahan mereka di sosial media itu lebih menarik perhatian mereka dan bisa menciptakan adanya interaksi. Nah itu sebenarnya yang harus banget kita hindari, kita harus menciptakan budaya netizen Indonesia yang ramah bukan yang marah, bukan netizen yang berang tapi yang terang.” tutur Devie. (N-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat