Ilmuwan Temukan Celah untuk Telusuri Asal Lubang Hitam Supermasif
![Ilmuwan Temukan Celah untuk Telusuri Asal Lubang Hitam Supermasif](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2021/03/5229b05b0b9c842b37268dd1e3c02469.jpg)
Para ilmuwan telah melaporkan penemuan lubang hitam berukuran sedang yang langka. Penemuan ini diharapkan dapat membantu menjawab salah satu pertanyaan besar para astronom, bagaimana lubang hitam supermasif tercipta.
Selama ini ada dua ukuran lubang hitam yang terkenal, yang pertama disebut kelas bintang yang biasanya tiga sampai sepuluh kali massa Matahari, dan yang lainnya lubang hitam supermasif, ditemukan di pusat kebanyakan galaksi, termasuk Bima Sakti, yang ukurannya jutaan hingga milyaran kali lebih berat.
“Lubang hitam 'goldilocks' yang baru terdeteksim (ukuranntya sekitar 55.000 massa matahari) bisa menjadi mata rantai yang hilang antara dua kutub ekstrem ini,” para ilmuwan di jurnal Nature Astronomy, Senin (29/3).
Hingga saat ini, hanya segelintir lubang hitam bermassa menengah, antara 100 dan 100.000 massa matahari, telah terdeteksi, dan tidak ada yang benar-benar berada di tengah kisaran itu.
Lubang hitam adalah benda langit yang memampatkan massa yang sangat besar menjadi ruang yang sangat kecil. Tarikan gravitasi mereka begitu kuat sehingga tidak ada yang bisa lolos dari mereka, bahkan cahaya sekalipun.
Lubang hitam kelas bintang terbentuk ketika bintang yang sekarat hancur, tetapi para astronom belum mengetahui kisah asal mula ‘monster pemakan materi’ yang lebih besar itu.
"Bagaimana kita mendapatkan begitu banyak lubang hitam supermasif di alam semesta?" tanya rekan penulis Rachel Webster, seorang profesor di Universitas Melbourne.
Penulis senior Eric Thrane, seorang profesor di Monash University, mengatakan lubang hitam yang baru ditemukan itu bisa jadi merupakan peninggalan purba yang tercipta sebelum bintang dan galaksi pertama terbentuk.
"Lubang hitam awal ini mungkin merupakan benih dari lubang hitam supermasif yang hidup di jantung galaksi saat ini," ujarnya.
Spesimen baru itu teramati secara tidak langsung berkat sedikit penyimpangan cahaya dari ledakan bintang di alam semesta awal, sekitar delapan miliar tahun cahaya jauhnya.
Dengan menggunakan teknik yang dipelopori oleh Webster, para astronom menganalisis ribuan semburan sinar gamma ini (yang disebabkan oleh runtuhnya bintang atau penggabungan dua bintang), mencari tanda-tanda pelensaan gravitasi.
Ini terjadi ketika sebuah objek - dalam hal ini, lubang hitam perantara - bertindak sebagai lensa dan dengan cepat membelokkan jalur cahaya saat bergerak menuju Bumi, sehingga para astronom melihat kilatan yang sama dua kali.
Sementara Thrane, Webster, dan penulis utama James Paynter, seorang kandidat PhD, mampu mengukur massa lubang hitam menengah mereka dengan tepat, mereka hanya bisa berspekulasi tentang bagaimana lubang hitam itu terbentuk.
"Secara umum, ada tiga kemungkinan," kata Webster kepada AFP.
Itu bisa saja dipalsukan dari penggabungan antara dua lubang hitam yang lebih kecil, seperti halnya lubang hitam menengah lain yang jauh lebih kecil yang ditemukan pada Mei 2019. Atau, ia mungkin terlahir sebagai lubang hitam kelas bintang dan perlahan-lahan mengakumulasi massa saat ia menyedot materi ke dalam perutnya.
"Tapi ini proses yang lambat. Sulit untuk menumbuhkan lubang hitam supermasif dari benih massa matahari di atas usia alam semesta," kata Webster.
Menurut dia, skenario yang lebih mungkin adalah bahwa penemuan mereka memang sudah lahir seperti itu. Para penulis berpikir ada sekitar 40.000 lubang hitam perantara di galaksi kita.
Gelombang gravitasi yang dapat membelokkan cahaya - memungkinkan deteksi lubang hitam - pertama kali diukur pada September 2015, menghasilkan Nobel fisika dua tahun kemudian bagi para ilmuwan utama.
Albert Einstein mengantisipasi gelombang gravitasi dalam teori relativitas umumnya, yang berteori bahwa mereka menyebar melalui alam semesta dengan kecepatan cahaya. (AFP/M-4)
Terkini Lainnya
Diselimuti Embun Es 2 Hari Berturut-turut, Suhu di Dieng Capai Minus 1,35 Derajat Celcius
Fenomena Aurora Borealis di Langit Eropa, Apa Bedanya dengan Aurora Australis?
5 Dampak dan Pengaruh Gerhana Matahari Total terhadap Bumi
5 Fakta Menarik tentang Gerhana Matahari Total
Gerhana Bulan Malam Ini Jam Berapa? Cek di Sini
Gerhana Bulan 29 Oktober, Kemenag Ajak Warga Shalat Khusuf
Daftar 5 Komet Paling Terang hingga saat Ini
7 Fenomena Astronomi Ini Bisa Dilihat di Langit Indonesia sepanjang Juli 2024
Fakta Mengenai Asteroid Apophis dan Pendekatannya yang Memecahkan Rekor pada 2029
Ini Perbedaan Meteoroid, Meteor, dan Meteorit Menurut Ilmu Astronomi
Astronom Menemukan Bintang Lubang Hitam Terbesar di Bima Sakti
Astronom Deteksi Ledakan Kosmik Terbesar yang Pernah Ada
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap