visitaaponce.com

Warisan Kemanusiaan Mendiang Bob Marley

Warisan Kemanusiaan Mendiang Bob Marley
Mural mendiang Bob Marley karya seniman Portuga lOdeith(PATRICIA DE MELO MOREIRA / AFP)

"Uang tidak bisa membeli kehidupan," kata musisi reggae Bob Marley kepada putranya Ziggy dari ranjang rumah sakit sebelum kematiannya pada 11 Mei 1981. Kini, setelah empat dekade wafatnya, selain harta, Marley, 36, mewariskan popularitas, perlawanan, dan semangat, tidak hanya bagi bangsanya tapi juga untuk semua yang mencintai kemanusiaan.    

Dia tetap hidup mewaili suara-suara yang dirampas. Lagu-lagunya termasuk "One Love," "Redemption Song" dan "I Shot The Sheriff" , masih bertahan hingga kini dalam beragam versi dari blues, jazz, hingga rock.

Lagu-lagunya yang penuh tentang perdamaian dan perjuangan, harapan, dan ketidakpuasan, masih bergema secara global dan terutama di negara asalnya Jamaika. Negara kecil yang budayanya kaya itu, kini dipopulerkan oleh putranya, Ziggy di pentas-pentas internasional.

"Dalam banyak hal, Bob Marley adalah bintang paling terang kami; dia mencapai banyak hal dalam waktu singkat," kata Judy Mowatt, salah anggota backing vokal, grup band Marley, The Wailers.

Marley didiagnosis menderita melanoma lentiginous akral (infeksi yang lalu menyebabkan kanker) pada 1977. Virus itu pertama kali ditemukan di bawah kuku kakinya saat dia menderita cedera kala bermain sepak bola . Dia menolak rekomendasi dokter untuk mengamputasi jari kakinya.

Saat di New York pada 1980 untuk melakukan dua pertunjukan di Madison Square Garden, Marley pingsan saat jogging di Central Park. Dia dilarikan ke rumah sakit, di mana dokter menemukan kanker telah merambat ke otak, paru-paru, dan hatinya.

Marley tampil terakhir kalinya di Pittsburgh pada 23 September 1980. Tidak lama kemudian, dia menjalani pengobatan secara alternatif di Jerman selama berbulan-bulan.

Dalam perjalanan pulang ke Jamaika untuk menerima salah satu penghargaan tertinggi bangsanya, Order of Merit, kondisi Marley semakin memburuk. Dia mendarat di Miami untuk mencari perawatan darurat.

Seperti apa yang diukatakannya, ‘uang tidak bisa membeli kehidupan’, Marley pun akhirnya wafat.

Dia dimakamkan secara kenegaraan di Jamaika pada 21 Mei 1981 dan disemayamkan di sebuah kapel dekat tempat kelahirannya, dengan gitarnya.

Peringatan 40 tahun kematian Marley tahun ini sangat mengharukan, karena 2021 menandai kematian anggota terakhir Wailers yang asli, Bunny, bulan lalu.

"Ini adalah tahun pertama kami memperingati  kepergian Marley, setelah anggota Wailer lainnya juga pergi. Peter (Tosh) wafat pada 1987, dan Bunny bertahan selama 40 tahun dan akhirnya wafat,” ujar Maxine Stowe, manajer lama Bunny Wailer.

The Wailers "sekarang bersatu kembali di alam lain," kata Stowe. (AFP/M-4)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat