visitaaponce.com

Ilmuwan Ajukan Cara Radikal Selamatkan Serangga dari Perubahan Iklim

Ilmuwan Ajukan Cara Radikal Selamatkan Serangga dari Perubahan Iklim
Kumbang longhorn yang populasinya kini semakin terdesak akibat perubahan iklim dan alih fungsi lahan.(Unsplash/ Erik Karits)

KRISIS iklim bukan hanya memaksa manusia bermigrasi. Di Pegunungan Alpen dan Apennines di Eropa selatan, hampir semua serangga jenis kumbang longhorn tidak lagi hanya berpindah ke arah utara dan selatan, yang merupakan siklus alami mereka.

 

Kini, kumbang longhorn atau disebut juga sebagai kupu-kupu coklat bersayap oranye itu harus berpindah ke puncak bukit. Meski untuk sementara perpindahan ke habitat baru ini memberi mereka tempat tinggal yang lebih ramah, pada jangka panjang mereka akan terancam punah karena terisolasi.

 

Ada pula lebah di Pyrenees dan ngengat di Gunung Kinabalu di wilayah Pulau Kalimantan bagian Malaysia, yang bergerak ke atas rata-rata lebih dari satu meter per tahun. Atas dasar itu, para peneliti menjadikan ngengat sebagai indikator penting untuk mengetahui implikasi dari kecepatan pemanasan global terhadap dampak ekologis di dataran yang lebih tinggi.

 

“Jika ingin melacak perubahan iklim di gunung, Anda harus berjalan beberapa meter. Sementara itu untuk melakukan hal itu pada garis lintang dan wilayah yang datar, Anda harus bergerak beberapa kilometer,” kata Prof Jane Hill dari York University, Amerika Serikat, yang telah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari serangga di ketinggian di Inggris, seperti dilansir dari The Guardian pada Senin (29/5),

 

Meskipun pergeseran ketinggian yang lebih luas itu sendiri meresahkan, penelitian juga menunjukkan bahwa reproduksi dan perkembangan serangga dapat terganggu ketika serangga bergerak ke atas. Efek lain yang mungkin terjadi tidak diketahui.  “Yang pasti, mereka tidak terdistribusi secara merata, sedangkan secara umum, ancaman eksistensial terbesar tidak dihadapi oleh jenis serangga yang melakukan perjalanan awal dari dataran rendah,” jelasnya.

 

Tanpa adanya upaya untuk memperlambat laju perubahan iklim maka keberadaan serangga dapat semakin langka. Itu berarti petaka pula bagi kehidupan manusia karena serangga amat berperan bagi banyak penyerbukan tanaman. Ketiadaan mereka bisa membuat bumi lama kelamaan tandus.

 

Saat ini, kupu-kupu cincin gunung bukan satu-satunya kupu-kupu Erebia yang terancam punah. Kupu-kupu seperti Scotch argus (Erebia aethiops), juga di Inggris, dan dewy ringlet (Erebia pandrose) di Italia dan di tempat lain juga merasakan tekanan panas dan genetik.

 

Lebih lanjut, Hill mengajukan hal radikal untuk melestarikan serangga dari perubahan iklim. “Kita bisa memperkenalkan spesies ke daerah kosong dengan iklim yang sesuai, atau memindahkan mereka ke daerah yang telah memiliki populasi, sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman genetik dan kemampuan serangga untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim,” katanya.

 

Ahli dari Pusat Ekologi dan Hidrologi, Inggris, Dr David Roy, menambahkan jika laju kepunahan serangga didorong pula karena hilangnya habitat asli mereka. Padang rumput atau lahan basah telah banyak dialihfungsikan menjadi kawasan industry dan perumahan.

 

“Jadi banyak spesies semacam serangga yang akan hilang, terlepas dari iklim. Namun, saya rasa buktinya adalah bahwa iklim menambah tekanan kepunahan tersebut,”

 

Dr Tom Rhys Bishop dari Universitas Cardiff, Inggris, mengungkapkan semut, di daerah tropis tampak lebih dimudahkan beradaptasi terhadap perubahan iklim. “Di daerah tropis, spesies semut yang bersarang di tanah tampaknya tidak terlalu berisiko terkena dampak kenaikan suhu dibanding semut yang bersarang di kanopi pohon atau serasah daun, karena untuk merespons perubahan tersebut, mereka cukup menggali sarangnya lebih dalam” jelas Bishop. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat