visitaaponce.com

Membaca Masa Depan setelah Vision Pro

Membaca Masa Depan setelah Vision Pro
Headset realitas virtual Vision Pro baru dari Apple.(AFP/JOSH EDELSON)

RAKSASA teknologi Apple Inc baru-baru ini meluncurkan produk baru mereka, yakni headset komputasi yang dinamai Vision Pro, dalam ajang Worldwide Developer Conference (WWDC) 2023. Produk itu konon dinanti-nantikan para penggiat teknologi dan penggemar Apple.

Vision Pro berbentuk seperti kacamata ski yang saat dipasang menutup seluruh mata. Dalam video demo yang diperlihatkan Apple, saat menggunakan alat itu, pengguna terlihat memiliki ruang virtual sendiri. Menariknya, saat menggunakan alat itu, pengguna bisa menjalankan berbagai aktivitas yang biasanya dilakukan menggunakan ponsel atau komputer, menjadi seperti di dunia nyata.

Hal itu dimungkinkan lantaran perangkat itu dibekali kamera 3D pertama dari Apple. Pengguna dapat mengambil foto dan video dengan kejernihan dan detail yang diklaim belum pernah ada sebelumnya. Dengan jentikan jari, pengguna dapat berinteraksi dengan orang lain di dalam ruangan saat memakai perangkat tersebut, memberikan perpaduan yang mulus antara lingkungan digital dan fisik.

Apple juga sesumbar bahwa headset itu menghadirkan pengalaman audio-visual dengan layar seperti bioskop yang menyesuaikan dengan ruangan dan audio spasial yang mengelilingi pengguna sehingga dapat meningkatkan interaksi dengan film, gim, dan banyak lagi.

Dengan adanya teknologi pemetaan tiga dimensi dan pembelajaran mesin tingkat lanjut memungkinkan Vision Pro untuk mewakili pengguna secara lebih riil saat panggilan video. Membuat percakapan lebih alami dan ekspresif, serta tampak lebih utuh.

Dengan fitur tersebut, Apple disebut akan mengantarkan manusia ke dunia internet masa depan. CEO Google Sundar Pichai memuji headset terbaru Apple tersebut.

Meski mengakui belum mencoba headset tersebut, Pichai mengaku tidak sabar melihat kemampuan teknologi yang ditawarkan Apple Vision Pro. Pichai menilai dengan hadirnya Vision Pro, perkembangan teknologi komputasi bakal lebih pesat jika dibandingkan dengan smartphone.

"Saya benar-benar belum pernah memakai atau melihatnya, tetapi kami selalu merasa komputasi akan berkembang melampaui telepon pintar. Kita akan memiliki pengalaman yang lebih imersif. Saya senang dengan potensi teknologi ini," kata Pichai dilansir dari Bloomberg, Jumat (16/6).

Awak media memeriksa headset Apple Vision Pro baru selama Apple Worldwide Developers Conference pada 05 Juni 2023 di Cupertino, California. AFP//GETTY IMAGES NORTH AMERICA/JUSTIN SULLIVAN

 

Di tengah keriuhan soal kecanggihan Vision Pro dan revolusi baru dalam teknologi, muncul pertanyaan apakah produk Apple itu akan sukses bisa digunakan secara luas. Pertanyaan tersebut muncul setelah melihat sejarah headset atau kacamata virtual reality dan augmented reality yang menjadi proyek gagal di masa lalu. Masalah besar dari headset virtual-augmented reality ialah menemukan alasan teknologi itu benar-benar diinginkan atau dibutuhkan orang-orang.

"Kami telah melihat berbagai produk augmented reality dan virtual reality yang sangat digembar-gemborkan dan gagal memenuhi ekspektasi," kata sejarawan teknologi dan profesor di Illinois Institute of Technology, Mar Hicks, dilansir dari BBC.

Sepuluh tahun yang lalu, Google meluncurkan Google Glass, sebuah upaya untuk menciptakan augmented reality. Augmented reality merupakan sebuah teknologi yang mampu menggabungkan benda maya dua dimensi atau tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan yang nyata, kemudian memunculkannya atau memproyeksikannya secara real time. Para pengguna kacamata itu akan melihat dunia dengan lapisan grafis informasi digital di atas bidang pandang mereka.

Namun, produk tersebut gagal. Kacamata itu dianggap tidak bergaya, sulit digunakan, dan banyak orang yang keberatan dengan kamera yang ada di dalamnya sehingga pengguna tidak dapat merekam dunia di sekitar mereka.

Berkaca pada sejarah itu, Hicks menilai Vision Pro yang rencananya bakal masuk pasar AS mulai awal tahun depan akan sulit diterima masyarakat awam. Terlebih harganya terbilang mahal, yakni dibanderol $3.499 atau Rp51,9 juta, meski ada desas-desus Apple juga akan merilis Vision Pro versi ekonomis. Harga tersebut jauh melebihi kacamata headset virtual reality milik Meta, Quest Quest 3 yang akan dijual dengan harga $499 atau Rp7,4 juta

"Banyak teknologi augmented reality yang kesulitan untuk terhubung dengan orang biasa atau hanya terhubung untuk sesaat, sebagai mode atau permainan," kata Hicks. "Mengingat titik harga yang ditawarkan Apple, hal itu sepertinya tidak akan berubah."

Maka dari itu, Hicks pesimistis apa yang dilakukan Apple akan diikuti para perusahaan teknologi lainnya di dunia. Ia menilai Vision Pro masih belum berhasil masyarakat luas untuk menggunakannya untuk kehidupan sehari-hari.

"Akan menarik untuk melihat, setahun atau lebih setelah diperkenalkan, apakah ini telah menginspirasi peniru dan aplikasi pengguna baru," kata Hicks. "Namun, pada saat ini, ini terlihat seperti iterasi lain dari teknologi yang sebagian besar gagal menarik perhatian sebagian besar orang."

AFP/JOSH EDELSON

 

Tidak revolusioner

Sementara itu, Dosen Kelompok Keahlian (KK) Teknik Komputer, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Rahardjo menjelaskan teknologi yang dihadirkan Apple melalui Vision Pro secara konsep tidak berbeda dengan kacamata virtual-augmented reality lainnya, seperti Meta Quest. Secara umum, Vision Pro dapat membantu pekerjaan, terutama yang bekerja di tempat yang berbeda.

Misalnya, ketika seseorang harus memberikan pelatihan atau memberikan petunjuk tentang alat atau mesin mampu dimudahkan dengan Vision Pro. Dengan alat itu, pengguna seakan-akan bisa berpindah tempat secara virtual dengan sekejap.

Meski demikian, ia mengatakan ada sejumlah kegiatan yang memang membutuhkan kehadiran secara fisik, seperti belajar di sekolah.

"Kalau di pendidikan, saya masih belum kepikiran apa yang membuatnya lebih hebat dengan sekolah biasa atau tatap muka," ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Lebih lanjut, Budi beranggapan produk terbaru keluaran Apple itu belum dibutuhkan masyarakat luas, setidaknya beberapa tahun mendatang. Ditambah harganya yang puluhan juta rupiah membuat orang akan berpikir untuk membelinya.

"Kalau untuk keren-kerenan saja gitu apa orang mau bayar mahal? Mungkin buat sebagian besar orang tidak," katanya.

Selain itu, ia menilai Vision Pro juga tidak terlalu revolusioner dan secara konsep masih sama dengan para pesaingnya. Ia meyakini jika Apple masih dipegang Steve Jobs, Apple akan mengeluarkan produk yang revolusioner dan menarik minat orang menggunakannya. Contoh produk yang dikeluarkan sebelumnya yang revolusioner ialah kehadiran Ipod yang mengubah cara dunia berinteraksi dan mengonsumsi musik. Sementara itu, peluncuran Iphone menandai dimulainya era ponsel pintar. Kemudian, tren tablet dan jam tangan pintar, seperti Ipad dan Apple Watch.

"Kalau Apple dulu zaman Steve Jobs masih hidup, saya rasa Vision Pro akan hadir dengan teknologi berbeda karena Steve punya sense yang beda. Dia membuat produk itu tidak sekadar buat, tapi revolusioner," ujarnya. (M-2)

 

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat