visitaaponce.com

Hidden Gem Hijau di Balik Hutan Beton Thamrin

KESAN berbeda dari lingkungan padat umumnya langsung terasa begitu memasuki Jl. Dukuh Pinggir V, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meski rumah-rumah berhimpit dan minim halaman, tidak nampak kesemrawutan.

 

Begitupun saat Media Indonesia menyusuri gang-gang di RW 6 Kelurahan Kebon Melati tersebut, tidak ada sampah berceceran. Di pagar rumah juga tidak tergantung kantong-kantong plastik berisi sampah dapur, yang bahkan kerap terlihat di komplek perumahan.

 

Selain bersih, lingkungan itu juga asri. Baik di pinggir selokan maupun di teras mungil rumah warga, ada saja tanaman dalam pot. Bahkan penghijauan yang cantik juga dilakukan di rumah-rumah tidak berpenghuni maupun di tanah-tanah kosong.

 

Bagi mereka yang mengerti tantangan pengelolaan sampah dan lingkungan, apalagi di permukiman padat, kondisi di RW 6 tersebut jelas merupakan hasil kerja keras. Terlebih, tidak adanya tumpukan sampah dapur menunjukkan telah berjalannya sistem pengelolaan sampah yang bukan hanya pengomposan.

 

“Nah ini rumah maggot (belatung) kita. Tukang sayur juga buang sisa-sisa sayur yang sudah ga laku ke sini,” ujar Cahyadin atau akrab disapa Adin, sembari menunjuk sebuah bangunan kecil semi permanen di sebuah sudut terbuka di lingkungan itu, Selasa, 19 September 2023. Adin merupakan warga setempat yang menggerakkan berbagai kegiatan lingkungan, bersama Ketua RW 6, Yudha Praja, sejak 2016.

 

Pria yang aktif di organisasi Pramuka sejak muda ini mengaku awalnya sangat gundah dengan lingkungan yang kotor. Tidak hanya itu, ia juga menyadari jika lingkungan yang semrawut bisa berkembang ke berbagai hal buruk lainnya, seperti menjadi tempat berkumpul kegiatan yang tidak jelas. Apalagi, di wilayah tersebut juga banyak indekos yang dihuni para pendatang sehingga banyak orang keluar-masuk lingkungan.

 

Adin bersama Ketua RW kemudian memulai kegiatan pengelolaan lingkungan lewat kegiatan kebersihan. “Memang awalnya susah tapi lama-lama warga bilang sendiri kalau lingkungan jadi enak karena bersih. Setelah itu jadi gampang. Malah warga RW sebelah juga ikutan karena ingin juga lingkungannya kelihatan bersih dan enak,” tutur Adin.

 

Kegiatan kebersihan kemudian berkembang menjadi pengelolaan sampah yang tertata sesuai jenisnya. Sampah organik diolah menjadi kompos atau dijadikan pakan bagi belatung, yang kemudian dipanen dan dijual sebagai pakan ternak.

 

Ecobrick

Sementara, sampah botol plastik dikumpulkan di semacam dropbox yang juga berbentuk seperti kios mini dengan dinding kawat. Sebuah drop box botol plastik terdapat di dekat rumah maggot dan sebuah drop box lainnya terlihat di depan rumah seorang Ketua RT.

 

Menurut Adin, sampah plastik saset dan kantong kresek juga dikumpulkan. Namun tidak disetor ke bank sampah yang juga mereka dirikan, Bank Sampah Melati Berkarya, karena memang tidak laku di industri plastik bekas. Sebab itu sampah jenis ini kerap disebut rejected plastic. “Kalau yang saset dan kantong kresek dikumpulkan lalu dijadikan isi ecobrick,” katanya.

 

Ecobrick berwujud sampah botol plastik yang diisi dengan sampah saset dan rejected plastic lainnya. Ecobrick kemudian dimanfaatkan sebagai  pagar di taman umum, penambal dinding yang bolong pada beberapa fasilitas umum, dan disusun menjadi tempat duduk.

 

Di sebuah taman kosong yang agak luas, kami juga melihat bangunan dari bambu dengan dinding ecobrick yang ditata apik, ada yang membentuk pola hati. Adin menjelaskan area tersebut menjadi tempat kumpul warga sekaligus untuk menunjukkan hasil karya dengan ecobrick.

 

“Jadi sampah yang keluar dari lingkungan ini sudah bisa dikurangi hampir 90%. Tukang sampah masih datang pagi dan sore, tapi itu sampah yang diambil sudah sedikit sekali,” katanya.

 

Dengan keberhasilan pengelolaan lingkungan itu, RW 6 Kebon Melati tersebut mendapat apresiasi banyak pihak. Hari-hari Adin pun disibukkan dengan menerima instansi dari berbagai wilayah di Indonesia yang ingin melakukan studi banding. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menampilkan Bank Sampah Melati Berkarya untuk memberikan pelatihan ecobrick di Festival LIKE, 16 – 18 september 2023.

 

 Di luar segala apresiasi pihak luar, keberhasilan terbesar ada di RW itu sendiri dengan benar-benar menjadi oase di balik hutan beton Thamrin. Menikmati semilir angin sekaligus menyegarkan mata tidaklah sulit dan tidaklah mahal, di sana.

 

Lingkungan itu pun sudah pantas juga menjadi tujuan wisata jalan-jalan antimainstream seperti yang kini sudah banyak dibuat untuk tempat bersejarah maupun kampung kuliner di Jakarta. Bagi anda yang ingin mengakses dengan berjalan kaki dari seberang apartemen Thamrin Residences, pintu masuk ke lingkungan ini bisa melalui jembatan merah muda bertuliskan Jembatan Cinta, yang berada di sebelah IPAL Waduk Melati. Dari jembatan itu, anda sudah dapat melihat kebun jagung dan taman RW yang rimbun.

 

Bukan saja cantik, taman-taman RW itu produktif menunjang ketahanan pangan warga. Selain jagung, ada juga cabe, dan terong  ditanam warga. Pemeliharannya dilakukan bergotong-royong dengan sistem pembagian tugas yang rapi.

 

Pada akhirnya, harapan Adin untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan teratur, semakin nyata. Sebab, dari bergotong-royong lingkungan itu kepedulian warga terhadap ketertiban sosial juga bisa dibangun. Ketimbang sekadar nongkrong, warga pun disibukkan dengan hal-hal bermanfaat sekaligus menghasilkan. (M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat