Mengenang Kembali Perjalanan Batik Tiga Negeri yang Melegenda
![Mengenang Kembali Perjalanan Batik Tiga Negeri yang Melegenda](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/8eed9a947ed75e8ce0a30bf25a8133ea.jpg)
KREASI dan inovasi batik tidak pernah berhenti, tidak hanya dari segi model pakaian, tetapi juga motif berkembang selaras dengan kreativitas para seniman batik dari zaman ke zaman. Para pengrajin setiap daerah tak kehabisan akal dan kreativitas menghasilkan bentuk, motif, corak, dan warna berbeda untuk melestarikan ragam batik Nusantara.
Salah satu jenis batik Nusantara yang melegenda adalah Batik Tiga Negeri. Batik ini merupakan representasi tiga budaya yakni Pekalongan, Lasem, dan Solo. Setiap motifnya merupakan representasi dari pada karakter ketiga daerah tersebut.
Motif dan corak Batik Tiga Negeri tersebut merupakan adaptasi dan serapan dari berbagai budaya yang pernah hadir di sana, seperti Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa.
Baca juga: Pikat Kaum Muda, Batik Concept Hadirkan Koleksi Bernuansa Modern
Batik Tiga Negeri sempat menyedot perhatian khalayak karena perpaduan corak, motif, dan warna yang memberikan suasana dan nuansa berbeda dalam perbatikan di Indonesia.
Akulturasi dalam warna kain Batik Tiga Negeri memberikan simbol dan penuh filosofi yang didominasi oleh warna merah (terinspirasi budaya Tionghoa), warna biru indigo (khas Belanda) dan, warna coklat sogan (khas Jawa), sehingga tidak terbayang begitu rumit proses pembuatannya dengan sentuhan seni, rasa, dan karsa yang terpadu.
Penggabungan gambaran tiga daerah batik ini, tidak semudah yang dibayangkan.Proses pembuatan, akulturasi dalam warna dan pola kain membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan juga seni kreativitas tersendiri, sehingga menciptakan sebuah karya batik yang luar biasa dan banyak digemari oleh berbagai unsur budaya.
Baca juga: Ini Sejarah Batik di Indonesia, yang Diperingati Setiap 2 Oktober
Menilik perjalanan panjang Batik Tiga Negeri ini, tidak lepas dari perjalanan tanah seni nusantara dalam perbatikan sejak berabad-abad lalu. Banyak masuknya unsur kebudayaan dan filosofi dari berbagai negeri itu, mempengaruhi cita rasa pencipta maupun bagi pemakai dan pecinta batik dunia.
Dimulai sekitar abad 15 yakni masuknya budaya Tionghoa dibawa dalam ekspedisi Cheng Ho ke tanah Nusantara, para seniman batik tradisional masa itu mulai melirik motif dan warna untuk membuat batik bernuansa negeri tirai bambu itu. Kemudian dipadu dengan masuknya bangsa Eropa menamba suasana baru perbatikan.
Memasuki tahun 1860, banyak etnis Tionghoa yang mendirikan bisnis di Lasem, Kabupaten Rembang hingga perjalanan sang waktu batik daerah ini mencapai masa kejayaan, sementara di daerah lain Pekalongan juga mengalami kondisi yang sama dalam mengolah seni batik yakni masuknya berbagai kultur budaya hingga menciptakan beragam batik.
"Batik di sini banyak baik dari proses, hingga corak, motif dan warna dipengaruhi kultur budaya, Jawa, Arab, India, Cina maupun Eropa," kata Ketua Pekalongan Creative City Forum Arief Wicaksono kepada Media Indonesia.
Batik Tiga Negeri ini memiliki pola dasar warna merah dengan pola buket dan burung yang identik dengan batik Lasem, lalu ada warna-warninya yang identik dengan batik Pekalongan, dan motif sogan yang identik dengan batik Solo.
“Batik ini pola dasarnya atau boketnya dalam satu kain ada lima buket dengan menghadap sisi yang berlawanan. Kalau dibalik jadi beda gambar. Kadang-kadang dibuat pagi sore, dengan warna atau sogan tertentu," ucapnya.
Semakin Langka
Namun sayang, saat ini tidak banyak rumah industri batik mengerjakan Batik Tiga Negeri, sehingga baik di Pekalongan, Lasem dan Solo jumlah rumah batik mengkhususkan produksi batik ini dapat dihitung dengan jari, itupun dengan produksi terbatas.
Beberapa rumah batik yang tetap konsisten memproduksi Batik Tiga Negeri di Lasem, Rembang masih dapat ditemui seperti Rumah Batik Nyah Kiok, Rumah Batik Maranatha, Rumah Batik Lumintu dan Rumah Batik Kidang Mas.
(Z-9)
Terkini Lainnya
2 Kesenian Tradisional Sumedang Ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda
Membangkitkan Desa Bermodal Alam dan Budaya
Muhibah Budaya Jalur Rempah akan Singgah di Melaka
Bahasa Bali Terancam Punah, Generasi Z Diminta Gunakan dalam Keseharian
HUT Jakarta, Mandra Harap Budaya hingga Kesenian Betawi Terus Lestari
Dieng Culture Festival 2024 Bakal Digelar Agustus
Melihat Ragam Koleksi Busana ISSA Group Milik Vivi Zubedi
Limbah Fesyen Hantui Dunia, Busana Daur Ulang Semakin Diminati
Semarak Renda di Idul Adha
Muda-mudi Aceh Ikuti Pelatihan Tata Busana AMANAH
Lulus SMA Ingin Pelajari Industri Fesyen? Binus University Buka Fashion Program
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap