visitaaponce.com

Lubang Ozon di Antartika Semakin Dalam pada Pertengahan Musim Semi

Lubang Ozon di Antartika Semakin Dalam pada Pertengahan Musim Semi
Grafik yang menunjukkan area lubang ozon di Antartika dari bulan Juli hingga Desember dari tahun 1979 hingga 2023.(AFP)

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan Selasa (21/11) menbgungkapkan lubang di lapisan ozon Antartika semakin dalam pada pertengahan musim semi selama dua dekade terakhir, meskipun ada larangan global terhadap bahan kimia yang dapat menguras perisai bumi itu dari radiasi matahari yang mematikan.

Lapisan ozon 11 hingga 40 kilometer (tujuh hingga 25 mil) di atas permukaan bumi menyaring sebagian besar radiasi ultraviolet Matahari, yang dapat menyebabkan kanker kulit dan katarak.

Sejak pertengahan tahun 1970-an, bahan kimia yang disebut chlorofluorocarbons (CFC) – yang dulu banyak digunakan dalam aerosol dan lemari es – diketahui dapat mengurangi tingkat lapisan ozon, sehingga menciptakan lubang di sebagian besar wilayah Antartika.

Protokol Montreal tahun 1987, yang melarang penggunaan CFC dalam upaya menutup lubang tersebut, dianggap sebagai kisah sukses kerja sama lingkungan internasional.

Pada bulan Januari, penilaian besar yang didukung PBB menemukan bahwa perjanjian tersebut berhasil. Laporan tersebut memproyeksikan lapisan ozon akan kembali ke tingkat seperti tahun 1980 di Antartika pada sekitar tahun 2066.

Lubang-lubang yang lebih kecil di Kutub Utara diproyeksikan akan pulih pada tahun 2045, dan di seluruh dunia dalam waktu sekitar dua dekade.

Namun meski terjadi penurunan CFC, belum ada pengurangan signifikan pada area yang ditutupi lubang ozon di Antartika, menurut para peneliti Selandia Baru yang terlibat dalam studi baru di jurnal Nature Communications.

Dan semakin sedikit ozon di tengah lubang tersebut seiring berjalannya waktu, tambah mereka.

“Enam dari sembilan tahun terakhir jumlah ozon yang sangat rendah dan lubang ozon yang sangat besar,” kata rekan penulis studi Annika Seppala dari Universitas Otago Selandia Baru kepada AFP.

“Apa yang mungkin terjadi adalah ada hal lain yang terjadi di atmosfer saat ini – mungkin karena perubahan iklim – dan hal tersebut mengurangi sebagian proses pemulihan,” katanya.

Lubang ozon di Antartika biasanya terbuka pada bulan September dan berlangsung hingga November, bertepatan dengan musim semi di Belahan Bumi Selatan.

Para peneliti mengatakan lubang tersebut telah terbuka pada September, mengindikasikan pemulihan yang mungkin disebabkan oleh pengurangan CFC.

Namun pada Oktober, ketika lubang tersebut sering kali kembnali menganga, tingkat ozon di lapisan tengah stratosfer menyusut sebesar 26% dari tahun 2004 hingga 2022, kata studi tersebut, yang mengutip data satelit.

Penulis utama studi tersebut Hannah Kessenich menekankan bahwa Protokol Montreal dan pengurangan CFC masih “di jalur yang tepat”.

“Namun, secara keseluruhan, temuan kami mengungkapkan bahwa lubang ozon yang besar baru-baru ini mungkin tidak hanya disebabkan oleh CFC,” tambahnya.

Analisis tersebut mengecualikan data dari tahun 2002 dan 2019, ketika “pecahnya pusaran kutub secara tiba-tiba” menyebabkan lubang ozon menjadi lebih kecil secara signifikan, tambah Kessenich.

Ilmuwan ozon terkemuka Susan Solomon, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada AFP bahwa penelitian ini harus dilihat dari sudut pandang bahwa "beberapa tahun terakhir ini sangat tidak biasa".

Solomon memimpin penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa lubang ozon pada tahun 2020 menjadi 10% lebih luas akibat kebakaran hutan besar-besaran di Australia.

Letusan dahsyat gunung berapi Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai di lepas pantai Tonga pada tahun 2022 juga diyakini telah memengaruhi tingkat ozon saat ini.

Martin Jucker, pakar di Universitas New South Wales Australia, tidak yakin dengan hasil penelitian tersebut.

“Dipertanyakan bagaimana penulis dapat menghapus tahun 2002 dan 2019 dari catatan tetapi tidak tahun 2020-22, mengingat tahun-tahun ini terbukti didominasi oleh peristiwa-peristiwa yang sangat istimewa dan langka,” katanya.(AFP/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat