visitaaponce.com

Ditjen PSDKP Jadi Benteng KKP Dalam Jaga Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Ditjen PSDKP Jadi Benteng KKP Dalam Jaga Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Direktur Jenderal PSDKP Saat Melaksanakan Courtesy Call Dengan Australia Maritime Border Command.(Ist/KKP)

SEBAGAI garda terdepan, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) terus bekerja memberantas praktik ilegal fishing dan destructive fishing serta mengawal program prioritas Kementerian Kelautan dan Per­ikanan.

Ditjen PSDKP juga terus menyiapkan skema pengenaan sanksi administratif sejalan dengan perubahan paradigma penegakan hukum pasca Undang-Undang Cipta Kerja. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal PSDKP menangkap 140 kapal pelaku illegal fishing selama 2021.

Kapal yang ditangkap itu terdiri dari 92 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 48 kapal ikan asing yang mencuri ikan. A

dapun kapal ikan asing tersebut merupakan 17 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina dan 25 kapal berbendera Vietnam. 

Ditjen PSDKP-KKP juga terus menunjukkan komitmen­nya dalam menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan per­ikanan dari praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing).

Sepanjang 2021, telah ditangani 31 kasus destructive fishing yang terdiri dari 23 pe­ngeboman ikan, 4 penyetruman dan 4 penggunaan racun ikan. Dalam penanganan kasus-kasus tersebut, total 95 orang pelaku diamankan dan menjalani proses hukum lebih lanjut. 


“Kami fokus pada upaya menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan baik dari aktivitas illegal fishing maupun destructive fishing. Tentu muara dari itu semua adalah upaya menjaga keberlanjutan pengelolaan sumber daya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin.

Lulusan Akabri Laut 1992 ini menjelaskan, praktik illegal fishing oleh kapal ikan asing di laut Indonesia didominasi oleh kapal berbendera Malaysia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 Selat Malaka, kapal berbendera Vietnam di WPPNRI 711 wilayah Laut Natuna Utara, dan kapal berbendera Filipina di WPPNRI 716 Utara Laut Sulawesi.

“Potensi illegal fishing juga ada di WPP 718 Laut Arafura oleh kapal ikan berbendera Thailand dan Tiongkok,” kata Adin.

Adin menjelaskan bahwa salah satu tantangan dalam pemberantasan illegal fishing di perbatasan adalah belum selesainya batas maritim dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.

Perbedaan klaim wilayah laut acap kali menimbulkan ketegangan dengan aparat penegak hukum negara tetangga.

Hal tersebut tentu berimplikasi pada langkah-langkah penegakan hukum di lapangan. Adin pun berharap pembahasan unresolved maritime boundaries pada beberapa segmen perairan perbatasan segera diselesaikan.

“Ini juga tentu menjadi tantangan tersendiri bagi aparat di lapangan. Sempat beberapa kali terjadi insiden dengan aparat negara tetangga,” jelas Adin.

Adin juga menerangkan bahwa saat ini, Ditjen PSDKP sedang mematangkan strategi pengawasan di WPPNRI 718 laut Arafuru.

Sebagaimana diketahui Menteri Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan WPPNRI 718 Laut Arafuru menjadi daerah penerapan konsep penangkapan ikan terukur. Penangkapan ikan terukur ini merupakan upaya pengelolaan perikanan yang mencari titik keseimbangan antara aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

Pendekatannya adalah optimalisasi pengelolaan penangkapan di suatu wilayah tertentu dalam hal ini di WPP 718, tanpa harus mengabaikan aspek kelestari­an sumber daya kelautan dan perikanan maupun dampak sosialnya.

Dalam konteks tersebut pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan tentu memegang peran yang sangat strategis.

“Kita terus melakukan excercise system pengawasan yang ideal disana, yang jelas kami memiliki UPT PSDKP, kapal pengawas, pesawat pemantau dan teknologi pemantauan lainnya yang akan digunakan untuk mengawasi wilayah tersebut,” jelas Adin.

Secara teknis Adin menjelaskan bahwa pengawasan penangkapan terukur akan dilaksanakan dari hulu sampai hilir.

Hal tersebut dilaksanakan pada saat kapal akan berangkat dari pelabuhan (before fishing), pada saat di laut (while fishing), pada saat mendaratkan hasil tangkap­an (during landing) dan setelah hasil tangkapan didaratkan (post landing).

“Arahnya tentu adalah agar ketertelusuran (traceability) produk perikanan dapat terjamin dan produk yang dihasilkan tidak terkait dengan praktik illegal fishing,” ungkap Adin.

Selain terus mendorong pe­nguatan internal, Adin menjelaskan bahwa Ditjen PSDKP akan mengoptimalkan peran dan partisipasi masyarakat melalui kelompok pengawas masyarakas (Pokwasmas).

Selain itu, dirinya akan semakin meningkatkan sinergi dan kolaborasi dengan aparat penegak hukum lainnya yang juga melakukan fungsi pengawasan.

“Sejalan dengan core value ASN yang dilaunching Bapak Presiden yaitu BerAKHLAK, maka pendekatan beriorientasi pelayanan dan kolaboratif juga kami terapkan dalam pelaksanaan pengawasan,” kata Adin.

Adin pun menjelaskan bahwa Ditjen PSDKP juga mengawal tiga program terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Pertama, peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan.

Kedua, pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan. Ketiga, pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya tawar, pa­yau dan laut berbasis kearifan lokal.

Adin memastikan bahwa pengawasan akan dilaksanakan untuk memastikan pelaksanaan program-program tersebut di lapangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Ini program-program prioritas Bapak Menteri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Tentu kami akan kawal dan awasi agar berjalan dengan baik,” ujar Adin.

Penerapan Sanksi Administrasi di Sektor Kelautan dan Perikanan

Salah satu perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan adalah penerapan sanksi administrasi bagi pelaku pelanggaran. Pasca diundangkannya Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pendekatan pengawasan saat ini didorong dengan lebih mengedepankan pengenaan sanksi administrasi.

Hal tersebut merupakan implementasi pendekatan ultimum remidium (pengenaan pidana sebagai upaya terakhir) serta pemulihan sumber daya kelautan dan perikanan (restorative justice) yang diharapkan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

“Ada lima bentuk sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yaitu peringatan tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha dan pencabutan perizinan berusaha,” terang Adin.

Adin juga menjelaskan bahwa kewenangan pengenaan sanksi administratif ini berada pada menteri, gubernur dan bupati/wali kota. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, untuk sanksi peringatan tertulis, paksaan pemerintah dan denda administratif dapat didelegasikan kepada pejabat yang berwenang.

Dalam implementasinya, pengenaan sanksi administrasi ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 tahun 2021.

“Sudah ada mekanisme dalam pengenaan sanksi administratif ini yang mengacu pada rezim perizinan dan kewenangan masing-masing,” ujar Adin.

Hal yang relatif baru dalam penerapan sanksi administratif ini adalah terkait dengan penerapan paksaan pemerintah dan denda administratif.

Paksaan pemerintah ini sendiri dapat dilakukan melalui penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penyegelan, pembongkaran bangunan, pengurangan atau pencabutan sementara kuota dan lokasi penangkapan, serta tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggar­an dan tindakan memulihkan kelestarian SDA.

Sedangkan untuk pengenaan denda administratif besarannya mengacu pada PP 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Untuk denda administratif yang dapat dikenakan juga sudah ada ketentuan terkait besarannya,” ujarnya.

Lebih lanjut Adin menerangkan bahwa pengenaan sanksi administratif menggunakan beberapa pendekatan diantaranya ada yang dikenakan secara bertahap, artinya dari ringan sampai dengan berat.

Namun bisa juga tidak bertahap apabila pelanggaran yang dilakukan secara sengaja untuk menghindar dari kewajiban-kewajiban perizinan berusaha atau apabila kerusakan yang ditimbulkan sudah nyata terlihat.

Dalam hal ini akan dinilai oleh tim yang memiliki kewenangan untuk menentukan pilihan sanksi.

Selain itu, dalam pengenaannya sanksi adminitratif juga dapat diberikan secara kumulatif internal yaitu menggabungkan beberapa jenis sanksi administratif pada satu pelanggaran, atau dengan kumulatif eksternal, yang berarti menggabungkan salah satu jenis sanksi administratif dengan sanksi lainnya di luar sanksi administratif, hal tersebut berarti pendekatan ultimum remedium yaitu sanksi pidana dapat dikenakan apabila sanksi administratif tidak efektif.

“Ada pertimbangan-pertimbangan strategis dan teknis yang tentu bisa menjadi rujukan dalam pengenaannya,” jelas Adin

Meski demikian, Adin memastikan bahwa pengenaan sanksi administratif ini akan dilaksanakan secara transparan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pelaku usaha yang tidak puas dengan pengenaannya pun memiliki ruang untuk melakukan banding. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sanksi administratif ini memberikan aspek keadilan hukum kepada masyarakat.

“Ada mekanisme banding administratif apabila ada sanksi yang dirasa tidak sesuai dengan pelanggaran atau ada ketidaksesuaian dalam pengenaannya,” jelas Adin.

Sebagai Direktur Jenderal yang baru dilantik pada 16 agustus 2021 lalu, adin menjelaskan bahwa isu pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan bukan merupakan hal baru bagi Jenderal bintang dua ini.

Adin menuturkan pada saat berpangkat Kapten pada tahun 1997, dirinya disumpah menjadi Perwira Penyidik Per­ikanan dan telah menangani sejumlah kasus terkait dengan tindak pidana perikanan serta pembinaan terhadap nelayan pesisir.

Oleh sebab itu dia berharap, keberadaannya di Ditjen PSDKP dapat semakin meningkatkan kinerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

 “Saya tentu berharap dengan keberadaan saya dan dukungan seluruh jajaran, kinerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan ke depan semakin baik lagi untuk memastikan kedaulatan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya perikanan serta meningkatkan kese­jahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,” pungkas Adin. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat