visitaaponce.com

Proses Merger Belum Selesai, Indosat Ooredoo Hutchison Harus Lapor KPPU

Proses Merger Belum Selesai, Indosat Ooredoo Hutchison Harus Lapor KPPU
Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Ketua Tim Indeks Persaingan Usaha 2021, Prof. Dr. Maman Setiawan, SE, MT.(Ist/Unpad)

TEPAT pada 4 Januari 2022, Indosat Ooredoo resmi melebur dengan Hutchison 3 Indonesia. Dalam sambutannya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate meminta perusahaan hasil merger ini tetap memenuhi kewajiban kepada negara, pemerintah, maupun pihak lain seperti karyawan setelah resmi dinyatakan merger.

“Termasuk dan tidak terbatas pada kewajiban hukum dan pemenuhan hak-hak karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, serta semaksimal mungkin melindungi dan menjaga sumber daya manusia bangsa Indonesia,” kata Menkominfo dalam konferensi pers di Kantor Kominfo.

Sejatinya meski sudah dapat persetujuan dari Kominfo, merger Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) belum selesai. Karena aset IOH lebih Rp. 2.5 triliun, berdasarkan PP 57 Tahun 2010 dan Perkom 3 Tahun 2019, dalam waktu 30 hari perusahaan wajib melaporkan aksi korporasi tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Apabila Indosat H3I tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis lebih dari 30 hari, maka akan dikenakan denda Rp 1 miliar untuk setiap hari keterlambatan. 

Prof. Dr. Maman Setiawan, S.E.,M.T, Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Ketua Tim Indeks Persaingan Usaha 2021 mengatakan, merger akusisi harus dilaporkan ke KPPU guna menjaga persaingan usaha yang sehat. Apa lagi industri telekomunikasi di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli.

"Dampak merger ini harus dipelajari secara cermat. Sehingga perlu pengawasan ketat KPPU. Tujuannya agar menjaga iklim persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Jika tidak diawasi akan terjadi penguasaan alat produksi operator telekomunikasi," tutur Maman dalam keterangan pers, Jumat (7/1).

Berdasarkan UU 5 tahun 1999, KPPU diberikan kewenangan oleh Negara untuk mengawasi iklim persaingan usaha di Indonesia.

Jika KPPU tidak dilibatkan dalam pengawasan persaingan usaha di industri telekomunikasi, menurut Maman ujung-ujungnya yang nanti akan dirugikan adalah konsumen dan bangsa Indonesia.

Lanjut Maman, pengawasan terhadap praktek monopoli dan anti persaingan usaha juga harus dilakukan KPPU pasca perusahaan tersebut merger. Tujuannya agar tidak terjadi praktek anti persaingan usaha yang berpotensi mematikan pesaingnya.

Agar menjaga persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi, tahun 2014 Kemenkominfo beserta KPPU memberikan persetujuan merger XL Axis.

Namun dengan syarat mengembalikan frekuensi sebesar 2x10MHz. Namun disayangkan merger IOH kali ini Kominfo hanya meminta pengembalian frekuensi sebesar 2x5MHz sebagai salah satu syarat merger.

Maman tidak mengetahui secara pasti alasan Kominfo hanya menarik 2x5MHz frekuensi IOH. Jika merujuk pada yurisprudensi, menurut Maman harusnya Kominfo dapat menarik minimal sama dengan yang mereka lakukan ketika merger XL Axis.

"Peran KPPU sangat penting untuk melihat penguasaan frekuensi. Harusnya Kominfo memperlakukan merger IOH sama dengan XL Axis. Tujuannya jangan sampai ada penguasaan atau dominasi frekuensi oleh perusahaan hasil merger," jelasnya.

"Dominasi alat produksi ini dipastikan akan mempengaruhi pasar. Dan ujung-ujungnya akan mempengaruhi harga. Sebab frekuensi merupakan alat produksi vital bagi operator telekomunikasi," kata Maman.

Menurut Maman, dengan penguasaan frekuensi, pelaku usaha memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Pelaku usaha dapat menetapkan excess price terhadap layanannya. Jika ini sampai terjadi maka yang akan dirugikan adalah konsumen telekomunikasi Nasional. 

Dominasi alat produksi akan membuat pelaku usaha memiliki kelebihan kapasitas. Sehingga dominasi terhadap kapasitas tersebut bisa dipergunakan pelaku usaha untuk melakukan penjualan layanannya di bawah harga pasar (predatory price) guna mematikan pesaingnya agar menguasai pasar.

Jika ini sampai terjadi, yang akan dirugikan adalah industri telekomunikasi nasional dan operator telekomunikasi.

"Pasar telekomunikasi yang oligopoli bisa menimbulkan excess price. Dengan penguasaan frekuensi yang dimilikinya, pelaku usaha juga bisa menjual layanannya below price," tuturnya.

"Saya meminta KPPU dapat mengawasi dan evaluasi merger IOH dengan lebih ketat lagi agar persaingan usaha industri telekomunikasi menjadi lebih sehat lagi," pinta Maman.

Selain harus mempertimbangkan penguasaan frekuensi IOH, Maman meminta Kominfo dapat 'memaksa' perusahaan hasil merger untuk membangun di daerah yang selama ini belum mendapatkan layanan Indosat maupun H3I.

"Karena frekuensi merupakan sumberdaya terbatas yang dimiliki Negara, seharusnya penguasaannya dapat dijadikan insentif dan disinsentif bagi operator telekomunikasi. Misalnya Kominfo bisa jadikan syarat merger Indosat H3I untuk memprioritaskan pembangunan di daerah terpencil serta terpelosok,"kata Maman.

Pengawasan yang ketat yang nanti akan dilakukan KPPU di merger Indosat H3I dan kewajiban membangun di daerah terpencil, diyakini Maman akan meningkatkan investasi di sektor telekomunikasi nasional. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat