visitaaponce.com

Perputaran Uang pada Lebaran 2022 Bisa Capai 1 PDB

Perputaran Uang pada Lebaran 2022 Bisa Capai 1% PDB
Ribuan umat Islam melaksanakan salat Idulfitri di Lapangan Karangpawitan, Karawang, Jawa Barat.(Antara)

SEJAK pandemi covid-19 menerjang Indonesia pada Maret 2020, praktis terjadi pembatasan pergerakan penduduk secara signifikan. 

Momen tahunan yang kemudian menjadi terlihat sangat berbeda ialah ritual rutin tahunan, yaitu mudik Lebaran. Pada 2020 dan 2021 menjadi catatan sejarah bagaimana ritual tahunan terbatasi oleh kebijakan pandemi. 

Namun, kondisi berbeda terjadi pada 2022, di mana tradisi mudik sudah relatif kembali seperti sedia kala. Dalam seminggu terakhir, berita kemacetan menghiasi media lokal hingga media asing.

"Pergerakan orang dalam mudik Lebaran ini akan berbanding lurus dengan potensi perputaran uang," ujar Anggota Asosiasi Emiten Indonesia Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Ajib Hamdani, Senin (2/5).

Baca juga: Kadin: Uang yang Mengalir ke Kota Tujuan Mudik Bisa Capai Puluhan Triliun

Data lapangan menunjukkan sekitar 80 juta pemudik bergerak ke daerah. Dengan asumsi rata-rata per orang membelanjakan Rp2 juta, maka terjadi perputaran uang Rp160 triliun secara agregat.

Mengacu data Produk Domestik Bruto (PDB) 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun, maka perputaran uang selama Lebaran tahun ini setara dengan 1% dari PDB.

"Kalau tren perputaran uang dan pergerakan ekonomi ini bisa terus terjaga sampai akhir 2022, potensi pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi kisaran 5%-5,5% relatif bisa tercapai," kata Ajib.

Indikator positif ekonomi ini mempunyai potensi masalah di sisi lain, yaitu adanya potensi inflasi yang juga bisa terus naik di atas target dan asumsi awal pemerintah. Setidaknya, ada dua hal yang membuat inflasi terus tereskalasi. 

Baca juga: Mahfud MD Sebut Idulfitri Momentum Menyucikan Kembali NKRI

Faktor pertama, kinerja ekonomi yang sedang menemukan keseimbangan pascapandemi covid-19. Supply dan demand sedang terjadi kontraksi, sehingga menimbulkan gejolak harga di beberapa komoditas strategis, seperti minyak goreng dan BBM.

"Kondisi ini membuat multiplier effect terhadap kenaikan harga secara umum," pungkasnya.

Faktor kedua, kebijakan pemerintah yang cenderung kurang tepat waktu. Misalnya, menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022. Kebijakan ini secara psikologis akan membuat kenaikan secara konstan untuk barang konsumsi.

"Karena dua hal utama ini, inflasi pada akhir 2022, bisa terdongkrak di kisaran 3,3%-3,6%. Lebih tinggi dari target awal pemerintah di angka 3%," jelas Ajib.(OL-11)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat