visitaaponce.com

Pemerintah Didorong Ubah Skema Subsidi

Pemerintah Didorong Ubah Skema Subsidi
Ilustrasi subsidi(Dok MI)

PEMERINTAH didorong mengubah skema kebijakan subsidi dari berbasis produk menjadi berbasis penerima. Hal itu dinilai dapat mengurangi beban fiskal negara dan membuat pengeluaran negara menjadi lebih efektif.

Demikian diungkapkan Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia melalui laporan yang dirilis, Jumat (6/5).

"Salah satu opsi kebijakan yang dapat mengatasi permasalahan BBM saat ini adalah dengan mengubah mekanisme subsidi dari subsidi produk menjadi subsidi yang ditargetkan kepada agen yang terkait," ujar Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky melalui keterangannya.

Saat ini, lanjutnya, rata-rata Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) pada April 2022 mencapai US$113,5 per barel, meningkat 80,2% dibandingkan harga asumsi makro ekonomi dalam APBN 2022, yaitu US$63 per barel.

Dengan asumsi besaran subsidi energi dalam APBN 2022 akan mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan harga ICP atau sebesar 80,2%, maka total belanja wajib pemerintah akan meningkat menjadi Rp2.390,9 triliun atau 88,1% dari total belanja.

"Hal ini diestimasikan dapat meningkatkan belanja subsidi energi dari Rp134 triliun menjadi Rp241,4 triliun dan meningkatkan total belanja subsidi dari Rp207 triliun menjadi Rp314,4 triliun pada tahun 2022," kata Riefky.

Dengan perkiraan yang hanya menghitung kenaikan harga minyak saja, belum termasuk kenaikan harga komoditas lainnya, akan memperketat ruang fiskal yang sejak awal sudah tergolong sempit. Kenaikan subsidi energi akan mengurangi ruang untuk cadangan belanja pemerintah dari sekitar 15,9% menjadi 11,9%.

Karenanya pengambil kebijakan didorong mengubah skema pemberian subsidi. Sebab, dengan menetapkan harga bahan bakar yang mengikuti harga pasar, pemerintah Indonesia dapat mengatasi masalah kekurangan pasokan karena harga pasar akan memastikan terpenuhinya permintaan.

Selain itu, kebijakan tersebut juga akan meringankan beban fiskal karena biaya kenaikan harga akan ditanggung langsung oleh konsumen yang mampu membayar harga BBM yang sebenarnya. Untuk kelompok miskin dan rentan, pemerintah Indonesia dapat memberikan perlindungan terhadap kenaikan harga bahan bakar dengan memberikan subsidi langsung kepada rumah tangga.

"Misalnya dengan menerapkan skema yang sama dengan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk mensubsidi harga minyak goreng, yaitu dengan memberikan BLT," terang Riefky.

Dia menambahkan, dengan skema subsidi berbasis penerima, anggaran yang dibutuhkan untuk menyubsidi langsung kelompok miskin dan rentan akan jauh lebih rendah. Dengan cakupan maksimum 50% dari populasi dan transfer tunai sebesar Rp500.000 per bulan selama 8 bulan, total anggaran yang dibutuhkan adalah Rp135 triliun, jauh lebih rendah dari perkiraan jumlah subsidi energi saat ini yang mencapai Rp 241,4 triliun.

Dengan skema itu, kata Riefky, subsidi energi untuk harga BBM, listrik, dan LPG, bisa dicabut dan dibiarkan mengikuti harga pasar. "Mekanisme ini akan meningkatkan efisiensi subsidi karena lebih menyasar masyarakat yang membutuhkan, berbanding terbalik dengan mekanisme subsidi BBM yang berlaku saat ini yang berpotensi bocor sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas," pungkasnya. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat