visitaaponce.com

Pemakaian PLTS RI Terendah di Antara Anggota G20

Pemakaian PLTS RI Terendah di Antara Anggota G20
Teknisi melakukan perawatan rutin instalasi PLTS.(Antara)

PEMAKAIAN Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh Indonesia termasuk paling rendah di bawah 2% di antara negara anggota G20 hingga 2021, berdasarkan data Ember, yakni lembaga think tank lingkungan nirlaba dari Inggris.

Dalam Ember's Global Electricity Review 2022 menunjukkan Australia menjadi negara terbesar pemakaian PLTS dengan menyumbang 12% dari total produksi energi listrik Negeri Kangguru itu.

Selain Australia, ada Jerman, Italia dan Jepang yang menyumbang pemakaian PLTS tertinggi dengan 8-10% dari total energi listrik negara tersebut. Berikutnya dengan penggunaan PLTS sebesar 4-6%, yakni Uni Eropa, Meksiko, Korea Selatan, United Kingdom, India dan Amerika Serikat.

Negara dengan pemakaian PLTS sebesar 2-4% hingga 2021 ialah Afrika Selatan, Brazil, Prancis, Tiongkok, dan Turki. Sedangkan, negara yang mengikuti Indonesia dengan pemakaian PLTS terkecil di bawah 2% ialah Arab Saudi, Rusia, Kanada dan Argentina.

Baca juga: Asosiasi Pemasang PLTS Atap Sambut Besarnya Permintaan Energi Terbarukan

"Dekade ini beberapa negara perlu mengerahkan dengan cepat untuk membalikkan peningkatan emisi global dan mengatasi perubahan iklim," ungkap Pemimpin global Ember Dave Jones.

Tenaga Pembangkit Listrik Tenaga Bayu dan Solar tercatat menghasilkan lebih dari sepersepuluh atau 10,3% listrik global untuk pertama kalinya di 2021, naik dari 9,3% pada 2020 dan dua kali lipat dibandingkan di 2015 ketika Perjanjian Iklim Paris ditandatangani dengan hanya 4,6%, data dari Ember.

Lima puluh negara kini telah melewati 10% pemakaian pembangkit tenaga listrik bayu dan solar, dengan menambahkan tujuh negara di 2021 saja. Mereka adalah Tiongkok, Jepang, Mongolia, Vietnam, Argentina, Hongaria, dan El Salvador.

Tiga negara, yakni Belanda, Australia, dan Vietnam telah mengalihkan lebih dari 8% total permintaan listrik mereka dari bahan bakar fosil ke pembangkit listrik tenaga bayu atau angin dan matahari hanya dalam dua tahun terakhir.

Baca juga: Presiden Minta Pemberian Sertifikat Tanah ke Masyarakat Dipercepat

Guru Besar Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia Iwa Garniwa berpendapat, rendahnya penggunaan PLTS sebagai pembangkit listrik disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti, banyak masyarakat yang ragu terhadap keuntungan pemakaian PLTS sebagai sumber listrik.

"Karena harus berinvestasi dahulu walau bisa mengurangi pembayaran listrik ke PLN. Pengurangan ini belum dianggap menjadi benefit bagi masyarakat," ungkapnya kepada wartawan.

Selain itu, harga pemasangan PLTS juga terbilang mahal. Dalam keterangan Kementerian ESDM biaya modal atau capex pemasangan PLTS Atap per 1 kilo Watt peak (kWp) atau setara 1.000 Watt bisa mencapai Rp17 juta.

Iwa menambahkan saat ini pemakaian listrik terbesar masih dari fosil atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. "PLTS ini masih bersifat intermitten, yang akibatnya listrik PLN dari PLTU masih menjadi andalan kebutuhan listrik sehari-hari," pungkasnya.(OL-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat