visitaaponce.com

45 Jabatan Komisaris di BUMN Dirangkap oleh ASN

45% Jabatan Komisaris di BUMN Dirangkap oleh ASN
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

SEBANYAK 45% atau 95 orang dari 243 jabatan komisaris maupun setingkat di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) eselon I, II dan jabatan fungsional. Ini dianggap bertentangan dengan aturan hukum yang melarang amtenar rangkap jabatan.

Tim Kampanye dan Advokasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Gulfino Guevarrato menilai, hal itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan sarat dugaan-dugaan negatif.

"Banyak norma melarang rangkap jabatan. Jadi pemerintah jangan membuat kelicikan hukum, karena sudah jelas regulasinya ada, tapi kemudian tidak dipatuhi dan membuat regulasi baru dan dijadikan sebagai dasar. Ini bentuk mengakali hukum," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/3).

Aturan pelarangan rangkap jabatan sedianya termaktub di dalam pasal 17a Undang Undang 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan pasal 33 ayat (2) UU 19/2003 tentang BUMN. Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/PUU-XVII/2019 menegaskan larangan rangkap jabatan, tak hanya untuk menteri, tapi juga wakil menteri.

Sedangkan peraturan yang menghendaki ASN merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan milik negara hanya berupa Peraturan Menteri BUMN PEE-10/MBU/10/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.

Gulfino menyatakan, pemerintah mestinya sadar telah menabrak dan melanggar UU. Keberadaan peraturan menteri itu juga mestinya tak cukup menguatkan untuk dijadikan dasar hukum karena kedudukannya berada jauh di bawah UU.

"Peraturan Menteri BUMN yang mengizinkan rangkap jabatan harusnya tidak berlaku lagi. Karena apabila tetap dipertahankan justru menciptakan ketidakpastian hukum. Alih-alih menciptakan kepastian, justru menciptakan kekacauan hukum karena menciptakan pertentangan," tuturnya.

Baca juga: IHSG Dibuka Menguat Tipis Hari Ini

Berdasarkan pantauan Seknas Fitra, lanjut Gulfino, ada pola yang menunjukkan dominasi pejabat dari Kementerian Keuangan untuk menduduki kursi komisaris di perusahaan pelat merah. Setidaknya ada 39 pejabat mulai dari Wakil Menteri Keuangan, eselon I, eselon II, hingga eselon IIb.

"Erick Thohir harusnya bertanggung jawab. Karena ini menciptakan sengkarut. BUMN kita diisi oleh birokrat yang fokus kerjanya tidak maksimal, karena harus mengurusi perusahaan BUMN dan satu hal mengurusi pemerintahan. Jadi ini tidak masuk akal, tidak ada alasan pembenaran apa pun yang membenarkan ASN sebagai komisaris," kata dia.

Pengawasan mengenai pemanfaatan dan penggunaan keuangan negara pernah dilontarkan Kementerian Keuangan sebagai alasan mengapa banyak pejabatnya yang merangkap sebagai komisaris. Namun Gulfino menilai alasan itu tak rasional.

Sebab, dari banyaknya kursi komisaris yang diduduki oleh pejabat Kemenkeu, maupun kementerian lain, kinerja perusahaan BUMN tak begitu gemilang. Hal itu dapat dilihat dari kontribusi perusahaan pelat merah pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disalurkan melalui pembagian dividen.

Pada 2022, misalnya, dari 91 perusahaan BUMN di Indonesia hanya menyumbang sekitar 11% dari total PNBP, setara Rp37 triliun. Itu pun didominasi oleh perusahaan milik negara sektor perbankan. Keberadaan ASN di kursi komisaris dinilai tak serta merta mendorong peningkatan kontribusinya pada pendapatan negara.

Justru uang negara banyak digelontorkan untuk menyuntik perusahaan-perusahaan BUMN yang kursi komisarisnya dihuni oleh ASN. Dari hasil pemantauan Fitra, sejak 2020 hingga 2023, total Penyertaan Modal Negara bagi BUMN sebesar Rp205 triliun. Sedangkan total dividen bagi negara Rp161,4 triliun. Dus, negara lebih banyak memberikan kepada BUMN sebesar Rp43,9 triliun.

"Kami kemudian membuat simulasi kepada 11 eselon I. Setiap tahun, negara membayar Rp180 miliar ke 11 orang itu. Itu untuk 11 orang. Ini yang kemudian kami katakan uang negara dilahap ASN. Padahal output-nya tidak maksimal," pungkas Gulfino. (OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat