visitaaponce.com

Permenaker Baru Soal Upah Pekerja Hadirkan Pro-Kontra Antara Buruh dan Pengusaha

Permenaker Baru Soal Upah Pekerja Hadirkan Pro-Kontra Antara Buruh dan Pengusaha
Ilustrasi upah pekerja(Dok. MI)

PERATURAN Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global menjadi polemik.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyampaikan aturan tersebut diperlukan untuk membuat industri padat karya bertahan sedangkan kalangan buruh menilai beleid menteri itu melanggar undang-undang. Dalam aturan itu, perusahaan atau industri berorientasi ekspor diberi lampu hijau memberikan upah sebesar 75%.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, menjelaskan aturan itu menjadi respons pemerintah untuk menjaga industri padat karya yang saat ini penuh ketidakpastian dan juga terdampak kondisi ekonomi global yang tengah terpuruk.

Baca juga : Permenaker Terbaru Bolehkan Pengusaha Pangkas Upah Pekerja Hingga 25%

"Kita tahu industri padat karya kita ini sangat tergantung terhadap buyer dari luar negeri seperti pasar Eropa kemudian juga Amerika, misalnya. Dengan ketidakpastian global ini, berbagai pesanan dari buyer luar negeri menurun drastis. Itu sudah mulai dirasakan dampaknya pada akhir 2022 lalu," ucap Sarman ketika dikonfirmasi, Kamis (16/3).

Ia mencontohkan kurun waktu akhir November dan awal Desember 2022 lalu beberapa perusahaan padat karya di sektor garmen, tekstil, dan alas kaki mengurangi karyawannya bahkan sampai melakukan PHK. 

Baca juga : Sultan HB X Minta Pengusaha Beri Upah Perajin di DIY Lebih Baik

Dalam konteksi itu, imbuhnya, pemerintah membuat regulasi agar industri padat karya mampu bertahan dengan mengurangi beban operasional yang tidak seperti biasanya. Salah satunya, membayar upah paling sedikit 75% dari yang biasa diterima.

Aturan itu, menurut dia, juga bakal tergantung dari kondisi industri padat karya itu sendiri. Ia pun menyarankan Kemenaker memantau terus kondisi industri padat karya. Selain itu, kebutuhan dalam negeri, diharapkan bisa didorong untuk dipenuhi oleh industri padat karya Tanah Air.

"Saya rasa ini juga salah satu perhatian pemerintah. Tetapi ini juga sebenarnya masih tergantung kondisi industri padat karya tersebut. Apabila misalnya masih punya pesanan walaupun tidak sebesar biasanya, masih ada kemungkinan pengusaha akan mampu membayar," ungkapnya.

Di sisi lain, kalangan buruh menolak aturan tersebut karena dianggap melanggar Undang-Undang. Pasalnya, beleid itu dinilai tidak sejalan karena kebijakan saat ini hanya mengenal upah minimum.

"Permenaker ini melanggar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden, di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya?" kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Menurutnya, aturan itu juga bernuansa diskriminatif karena hanya untuk industri yang beriorientasi ekspor. Terkait pengurangan jam kerja, hal itu juga dipandang potensial digunakan perusahaan untuk tak membayar upah yang seharusnya.

Belum lagi, perusahaan orientasi ekspor juga diperbolehkan menyesuaikan waktu kerja. Sementara itu, pengurangan jam kerja, seringkali juga akan digunakan perusahaan untuk tidak membayar upah buruh.

"Perusahaan orientasi ekspor dibolehkan membayar upah hanya 75%, tetapi perusahaan domestik tidak boleh. Ini diskriminatif," ungkapnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat