visitaaponce.com

Ekonom UI Kualitas Inklusi dan Literasi Keuangan Wajib Ditingkatkan

Ekonom UI: Kualitas Inklusi dan Literasi Keuangan Wajib Ditingkatkan
Ilustrasi inklusi keuangan(Antara)

PEMERINTAH memiliki visi besar di ulang tahun Indonesia ke-100 yaitu terwujudnya Indonesia Emas 2045 dengan menjadi negara maju dan sejajar dengan negara adidaya. Untuk mewujudkan aspirasi tersebut, kualitas inklusi dan literasi keuangan dinilai wajib ditingkatkan, mengingat sektor keuangan sebagai pendukung utama perekonomian.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto berpendapat sektor keuangan adalah pendukung dari sektor riil. Saat ini, peningkatan inklusi dan literasi keuangan memang tengah dipacu oleh pemerintah.

Untuk inklusi keuangan, pemerintah menargetkan mencapai 90% pada 2024. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%. Adapun indeks inklusi keuangan mencapai 85,10%.

Baca juga: Menkeu Tekankan Pentingnya Peremajaan Kerja Sama Multilateral

Teguh menyebut, indeks literasi dan inklusi memang semakin membaik. SNLIK adalah survei 3 tahunan di mana pada 2019, indeks literasi keuangan hanya 38,03%, sedangkan indeks inklusi sebesar 76,19%.

"Inklusi yang benar-benar memanfaatkan layanan untuk kepentingan produktif itu belum banyak. Artinya untuk ke depannya sektor keuangan yang perlu didorong adalah inklusi keuangan yang lebih berkualitas, yang mendorong masyarakat bisa memanfaatkan layanan dan jasa keuangan formal itu untuk kegiatan produktif," ujar Teguh, melalui keterangan yang diterima, Senin (26/6).

Baca juga: Penerimaan Pajak dalam Tren Melambat setelah Melejit Tahun Lalu

Inklusi menjadi indikator kemajuan dan kesejahteraan ekonomi karena masyarakat dinilai sudah mampu mengakses produk dan jasa layanan keuangan formal sesuai kebutuhan. Namun, mayoritas inklusi hanya kepemilikan dan akses, sehingga kualitasnya perlu ditingkatkan agar mereka sejahtera dan ekonomi menjadi maju.

Belum lama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan tantangan terbesar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 adalah sektor keuangan Tanah Air yang belum mampu berkembang secara cepat dan dinilai masih sangat dangkal.

Hal tersebut disampaikan Menkeu Sri Mulyani saat sosialisasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) bagi pelaku usaha.

Oleh karena itu, Teguh menegaskan saat ini inklusi keuangan lebih banyak berupa tabungan. Sedangkan untuk keperluan yang lebih produktif seperti investasi jauh rendah jumlahnya.

Teguh mencontohkan, sudah sering pemerintah mengeluarkan surat berharga negara (SBN) seperti sukuk. Namun minimnya pemahaman mengenai SBN juga sukuk membuat instrumen investasi tersebut hanya dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat.

Padahal instrumen investasi tersebut sudah bisa dijangkau dengan nominal kecil agar lebih banyak masyarakat memanfaatkan.

"Kalau informasi seperti ini bisa tersebar ke seluruh masyarakat, seluruh masyarakat Indonesia bisa memiliki itu. Artinya imbal hasilnya bisa dirasakan seluruh masyarakat," kata Teguh.

Dia mengambil contoh lain, yaitu sektor saham yang peningkatan investornya baru terjadi beberapa tahun belakangan. Oleh karena itu, inklusi yang lebih produktif seperti investasi perlu terus ditingkatkan ke depan, utamanya melalui literasi yang berkualitas.

Dengan literasi keuangan yang lebih baik, masyarakat Indonesia akan lebih melek terhadap isu-isu keuangan. Dengan demikian masyarakat dapat merencanakan masa depannya dengan lebih baik.

"Interpretasinya akan lebih baik. Menurut saya ke depan lebih ke layanan keuangan itulah yang mungkin perlu kita dorong, literasi keuangan. Inklusi sudah mulai cukup tinggi, tapi literasi keuangan, bagaimana memanfaatkan akses layanan keuangan untuk hal-hal yang sifatnya produktif mungkin perlu ditingkatkan," kata Teguh. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat