visitaaponce.com

Pengadu Ketua KPU ke DKPP bakal Hadiri Sidang Putusan Besok

Pengadu Ketua KPU ke DKPP bakal Hadiri Sidang Putusan Besok
Ketua KPU Hasyim Asy'ari.(MI/Usman Iskandar)

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dijadwalkan membacakan sidang putusan terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) terkait kekerasan seksual dengan teradu Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Pengadu berinisial CAT dikabarkan akan menghadiri sidang putusan tersebut secara langsung ke Kantor DKPP, Jakarta.

"Pengadu akan hadir," kata kuasa hukum CAT dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI), Maria Dianita Prosperiani, kepada Media Indonesia, Selasa (2/7). CAT merupakan perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. 

Ia mengadukan Hasyim ke DKPP pada Rabu (22/5) atas dugaan pelanggaran KEPP terkait kekerasan seksual yang dilandasi relasi kuasa antara Hasyim sebagai Ketua KPU dan dirinya sebagai anggota PPLN Den Haag. Menurut Maria, pihaknya berharap DKPP memiliki perspektif terhadap perempuan sebagai korban kekerasan seksual dalam memutus perkara tersebut. 

Baca juga : DKPP Bacakan Putusan Terkait Asusila Hasyim Asy'ari pada 3 Juli 2024

Meski hanya memiliki kewenangan perkara etik, DKPP didorong untuk tetap mempertimbangkan klausul yang terdapat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). CAT dan kuasa hukumnya meminta DKPP agar Hasyim tidak hanya diberhentikan dari jabatan ketua, melainkan juga sebagai anggota KPU. 

Dari dua rangkaian sidang yang sudah digelar secara tertutup pada Rabu (22/5) dan Kamis (6/6), Maria menyebut pihaknya maupun CAT sendiri sudah menyampaikan keterangan dan alat bukti yang maksimal. "Kami maupun pengadu sendiri sudah mengusahakan yang bisa kami usahakan. Ini kembali lagi kami serahkan kepada kebijaksanaan majelis DKPP," terang Maria.

Terpisah, anggota Bawaslu periode 2008-2012 Wahidah Suaib mengaku mendengar banyak dugaan kekerasan seksual yang dilakukan penyelenggara pemilu di daerah. Ia mengatakan, jika hanya diberhentikan dari jabatan Ketua KPU, tidak ada jaminan Hasyim tidak akan mengulangi perbuatannya. Di samping, itu, pemecatan Hasyim merupakan efek jera agar tidak ada korban lain.

Baca juga : DKPP Diharap Berperspektif Korban dalam Memutus Ketua KPU RI

"Kalau sampai enggak ada sanksi tegas di tingkat pusat, modus-modus kekerasan seksual semakin beragam dan yang melakukan saat ini (di daerah) merasa ternyata enggak diapa-apain tuh, bisa mgelunjak juga," kata Wahidah saat ditemui di Jakarta, Senin (1/7).

Bagi Wahidah, DKPP harus berani menjatuhkan sanksi tegas terhadap Hasyim sebagai bentuk menjaga kehormatan penyelenggara pemilu dari pelanggaran etik, terutama pelanggaran yang berulang. DKPP menjadwalkan sidang pembacaan putusan perkara dugaan pelanggaran KEPP terkait kekerasan seksual dengan teradu Hasyim pada Rabu (3/7).

Ia mengibaratkan pemecatan Hasyim dari jabatan Ketua maupun anggota KPU sebagai bentuk amputasi. "Kalau diamputasi, ada ruang untuk konsolidasi dan ada ruang untuk refleksi diri buat di daerah-daerah yang mulai melakukan kenakalan yang sama. Saya rasa akan sangat besar dampaknya kalau diberhentikan," tandasnya.

Wakil Ketua Komisioner Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy juga mengutarakan hal yang sama. Menurutnya, karena teradu di DKPP ialah penyelenggara publik, hukuman yang pantas yaitu sanksi paling berat, yakni pemberhentian secara tetap. Putusan DKPP nanti bakal menjadi penguat jika pengadu melaporkan kasus tersebut ke ranah pidana.

"Otomatis saling berhubungan. Kebetulan ini kan disidangkan di DKPP untuk membuka dugaan tindakan hukumnya. Kalau itu memang terbukti melanggar kode etik, berarti ada tindakan hukum pidana di situ. Nah itu mudah dibawa ke ranah hukum," tandas Olivia. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat