visitaaponce.com

Naik Kelas, Indonesia Bersiap Masuk Jadi Anggota Negara OECD

Naik Kelas, Indonesia Bersiap Masuk Jadi Anggota Negara OECD
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia bersiap masuk menjadi negara anggota OECD.(Antara/Aqila Budiati)

INDONESIA  mempersiapkan diri untuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) dalam waktu dekat. Itu sekaligus akan mengiringi ambisi Indonesia menjadi negara maju pada 2045.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia dinilai layak menjadi anggota OECD karena berhasil kembali naik status pascapandemi dan berhasil mengetuai Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di tengah multi krisis.

"Pasca covid Indonesia mampu kembali naik kelas, dan Indonesia dinilai sukses mengorganisir KTT G-20, sehingga dengan demikian, sebagai pemimpin G-20, kita berhasil membuat terobosan, sekaligus membumikan G-20 dengan berbagai program, termasuk JETP (Just Energy Transition Partnership)," ujarnya dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata, Kamis (20/7).

"Mudah-mudahan dalam proses beberapa tahun ke depan kita jadi negara ke tiga di Asia yang masuk OECD. Dengan berbagai persyaratan, kita belajar dari negara yang lolos middle income trap untuk bisa melampaui tantangan kita," lanjutnya.

Dua negara Asia yang telah menjadi anggota OECD adalah Jepang dan Korea Selatan. Keduanya berhasil lolos dari status middle income trap dan naik kelas menjadi negara maju. Indonesia, kata Airlangga, juga akan mendapatkan benefit yang sama dengan Jepang dan Korea bila menjadi anggota OECD.

Misal, Indonesia akan menerapkan standar tinggi dalam seluruh proses legislasi, mulai dari proses pembentukan perundang-undangan, jenis regulasi, hingga standar kerja penyusunan di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L).

Manfaatkan Bonus Demografi

Lebih lanjut, untuk mengoptimalisasi potensi Indonesia menjadi negara maju, pemerintah akan fokus pada pemanfaatan bonus demografi. Dominasi usia kerja atau produktif pada 2030 dinilai merupakan momentum untuk menggenjot perekonomian.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, terdapat sejumlah pekerjaan yang menjadi kunci dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beberapa diantaranya ialah aplikasi dan system development, data scientist, cloud solution, hingga bio scientist.

"Ini adalah critical jobs ke depan yang sangat dibutuhkan pembangunan Indonesia ke depan. Ini kita siapkan dengan Kartu Prakerja dengan pelatihannya di bidang-bidang pekerjaan yang dibutuhkan 1-2 tahun ke depan, baik itu yang dirilis World Economic Forum maupun Bank Dunia," jelas Airlangga.

Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) itu menurutnya merupakan kekuatan utama bagi Indonesia untuk menjadi negara maju, utamanya saat bonus demografi terjadi hingga 13 tahun ke depan. "Ini the one and only momentum, sehingga 13 tahun ini menjadi krusial untuk didorong. Hari ini ini kita 274 juta penduduk, terbesar ke empat, angkatan kerja mendekati 70%. Tentu untuk itu, kita perlu mempersiapkan segalanya," tutur Airlangga.

Adapun pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045 dengan visi Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Dalam peta jalan itu, Indonesia berambisi memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) nominal menjadi Rp9,8 triliun.

Dengan PDB nominal tersebut, Indonesia akan menjadi negara ke lima dengan ekonomi terbesar di dunia. Direncanakan Indonesia akan memiliki pendapatan per kapita US$30.300 dengan kelompok kelas menengah mencapai 80% dari total penduduk.

Selain itu, kontribusi industri manufaktur juga diproyeksikan bakal mencapai 28% terhadap PDB, dua kali lipat dari posisi saat ini yang sekitar 19% terhadap PDB. Dengan prakiraan kontribusi tersebut, maka sektor manufaktur bakal menyerap 25,2% tenaga kerja dari angkatan kerja di Indonesia.

"Tentu agar kita dapat mencapai high income country di 2045, di kisaran 2038-2041, pertumbuhan 5% tidak cukup. Pertumbuhan yang diharapkan adalah 6-7%, dan ini tentu harus ditopang oleh investasi tinggi, sekitar 6,8%. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan ke depan harus diubah, tidak hanya reformatif, tapi transformatif," pungkas Airlangga. (Mir/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat