Alihkan Ekspor CPO, Bahlil Diapresiasi DPR
![Alihkan Ekspor CPO, Bahlil Diapresiasi DPR](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/d69eab025375dce51e6843369aa91033.jpg)
DALAM beberapa waktu terakhir, Uni Eropa telah menjadi pusat perhatian utama dalam kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia, terutama soal ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO).
Menteri Investasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dengan tegas mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap Uni Eropa dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor CPO.
Sementara Uni Eropa dan Indonesia tetap berada dalam perseteruan mengenai regulasi ekspor CPO ini, langkah-langkah pemerintah Indonesia untuk mencari alternatif pasar dan meningkatkan keberlanjutan industri minyak sawit menjadi semakin penting.
Terkait dengan hal ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil Menteri Bahlil Lahadalia terkait dengan sikap Uni Eropa yang terus mempersulit Indonesia dan negara-negara ASEAN penghasil minyak kelapa sawit.
"Menurut saya itu benar. Sudah saatnya Indonesia mencari alternatif pasar selain Uni Eropa untuk produk sawit dan turunannya," kata Martin Manurung, Selasa (12/9).
Martin Manurung menyatakan kekesalan yang disampaikan Menteri Bahlil merupakan wujud pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas masalah yang dihadapi Indonesia dalam menjalankan ekspor CPO, dengan CPO merupakan salah satu komoditas unggulan dalam negeri.
"Komitmen untuk menjaga keberlangsungan ekonomi dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh sektor minyak sawit merupakan salah satu prioritas utama bagi Indonesia," ujarnya.
Sebagai negara produsen terkemuka dunia dalam industri minyak sawit, kata Martin, Indonesia harus mengambil langkah-langkah bijaksana untuk menghadapi hambatan yang ada, dan mencari solusi yang mendukung pertumbuhan ekonomi negara ini dalam jangka panjang.
"Sembari itu, kerja sama internasional dan diplomasi tetap menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat," paparnya.
Dikatakan politisi NasDem itu, CPO bukan hanya sekadar komoditas ekspor biasa, melainkan juga menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, memberikan lapangan kerja kepada ribuan petani kelapa sawit, dan mendukung perekonomian nasional. Oleh karena itu, perhatian terhadap hambatan ekspor CPO sangat penting untuk keberlangsungan sektor ini.
Indonesia dan Malaysia, dua negara anggota ASEAN yang secara bersama-sama memproduksi 85% dari total CPO dunia, pasti akan merasakan dampak dari permasalahan ini. Martin Manurung menegaskan kesatuan ASEAN dalam menghadapi Uni Eropa dalam konteks ini akan memiliki dampak yang signifikan.
Martin Manurung menilai inisiatif untuk mencari alternatif pasar, seperti yang disarankan Menteri Bahlil, merupakan langkah yang sangat penting, terutama ketika kita mempertimbangkan bahwa Uni Eropa terus menerapkan kebijakan yang mempersulit Indonesia dalam upayanya untuk berkembang menjadi negara maju.
"Saya mendukung langkah pemerintah untuk mengalihkan pasar ke wilayah Afrika jika Uni Eropa terus mempersulit Indonesia. Kita butuh alternatif pasar yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kita," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengkritik Uni Eropa karena menerapkan kebijakan yang berpotensi menghambat ekspor sejumlah produk Indonesia. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa (EUDR).
Uni Eropa mewajibkan produk yang masuk ke wilayahnya harus bebas dari praktik deforestasi atau tindakan yang dapat mempengaruhi kelestarian hutan. Namun, sejumlah produk yang diekspor oleh Indonesia, termasuk minyak sawit atau CPO, dinilai Uni Eropa sebagai penyebab deforestasi.
Menteri Bahlil Lahadalia mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap tindakan Uni Eropa ini dalam sebuah forum investasi ASEAN di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.
"Kami memiliki CPO, dan ketika Eropa mengatakan itu berkaitan dengan masalah lingkungan dan berbagai alasan lainnya, kita telah mengembangkan CPO jenis B20, B30, B40. Namun ketika larangan ekspor CPO ke Uni Eropa diberlakukan, hal itu menjadi perdebatan. Kami ingin melakukan ekspor," ujar Bahlil. (RO/Z-1)
Terkini Lainnya
IHSG Ditutup Melemah Ikuti Bursa Kawasan Asia
Borrell Kecam Pembangkangan Israel Perluas Kiriman Bantuan ke Gaza
Airlangga Tolak Isu Defisit Anggaran Lampaui 3%
Uni Eropa Perdana Bahas Rencana Pemberian Sanksi untuk Israel
Luksemburg dan Belgia Ajak Dunia Akui Palestina
Perwakilan PBB Minta Uni Eropa Hadir Cegah Kekerasan Warga Palestina di Tepi Barat
Apical Gandakan Kapasitas Refinery di Padang
Harga Referensi CPO pada Juli Menguat
Produksi Sawit dan CPO Nasional Surplus, Pengamat: HET Minyakita Tak Perlu Dinaikkan
PTPN IV Regional III Targetkan Produktivitas CPO Meningkat
Tumpahan Minyak CPO di Sungai Cempaga Mengganggu Aktivitas Warga
CPO Dominasi Komoditas Ekspor dari Pelabuhan Teluk Bayur
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap