visitaaponce.com

Ekonomi RI Dinilai Masih Mampu Redam Gejolak Kenaikan Harga Minyak

Ekonomi RI Dinilai Masih Mampu Redam Gejolak Kenaikan Harga Minyak
Harga minyak mentah meningkat. Indonesia dinilai masih mampu redam dampak kenaikan harga minyak(Antara/M Risyal Hidayat)

Peneliti dari pusat ekonomi makro dan keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan berpandangan Indonesia mampu meredam gejolak ekonomi global di tengah kenaikan harga minyak global.

Harga minyak mentah berjangka Brent naik menjadi US$92,06 per barel atau tumbuh US$1,42 pada Rabu, (13/9). Begitu pun dengan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) yang melonjak menjadi US$ 88,75 per barel.

“Saya melihat Indonesia cenderung siap menghadapi gejolak ekonomi global saat ini, karena kita sudah pernah melewati situasi lebih buruk dari itu. Tinggal bagaimana pemerintah melakukan penyesuaian internal dari kenaikan harga minyak itu," ujar Abdul dalam keterangan resmi, Jumat (15/9).

Indonesia menurutnya perlu melakukan penyesuaian secara mendalam dan melakukan langkah-langkah strategis agar turbulensi ekonomi dunia tidak mendorong hal terburuk terjadi di tingkat domestik. Pasalnya, kenaikan harga minyak dunia dapat mendorong pemerintah Indonesia untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.

"Misalnya saja, wacana terkait bagaimana meningkatkan diversifikasi produksi yang tidak hanya terbatas pada bahan-bahan mentah seperti minyak, tetapi bisa shifting ke energi terbarukan,” ucapnya.

Meski begitu, Abdul menambahkan, kenaikan harga minyak bukanlah faktor satu-satunya yang mendorong terjadinya gejolak ekonomi global, namun terdapat faktor lain yang menyertainya. Yakni, imbas dari perang Rusia-Ukraina yang memaksa suplai komoditi menjadi lebih terbatas dan kebijakan suku bunga The Fed.

“Saya melihat kenaikan harga minyak ini sebetulnya temporer saja, tidak akan signifikan seperti tahun 2022,” ujarnya.

Sementara terkait suku bunga The Fed, Abdul mengungkapkan bahwa bank sentral AS itu memiliki pengaruh yang kuat untuk mengubah situasi ekonomi global. The Fed diproyeksikan akan tetap mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25%-5,50%.

“The Fed adalah leader (pemimpin) di pasar keuangan global. Jadi, yang dilakukan The Fed umumnya diikuti oleh bank sentral lainnya, karena The Fed menjadi benchmark. Oleh karena itu, ada istilah ketika The Fed bersin maka negara-negara lain akan mabok,” tuturnya. 

Adapun  Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi, melemah 0,20 persen
atau 30 poin menjadi Rp15.385 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.355 per dolar AS. (Ant/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat