visitaaponce.com

Perbankan Dominasi Pembelian Perdana Bursa Karbon Indonesia

Perbankan Dominasi Pembelian Perdana Bursa Karbon Indonesia
Ilustrasi(Freepik)

BEBERAPA perusahaan terpantau telah aktif membeli Unit Karbon pada perdagangan perdana IDXCarbon, dan didominasi oleh perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan penetrasi yang lebih cepat oleh perbankan karena mereka telah memiliki pengalaman untuk persyaratan bursa karbon, dengan tujuan memenuhi persyaratan Environmental, Social, and Governance (ESG) perusahaannya.

“Salah satu alasannya, perbankan ingin dinyatakan atau dilabelkan sebagai bank yang menerapkan prinsip hijau/ green,” kata Inarno di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9).

Baca juga : Presiden Jokowi Luncurkan Bursa Karbon Indonesia

Tentunya untuk mencapai hal tersebut, aktivitas mendukung perubahan iklim menjadi salah satu kriterianya. Lembaga yang selalu melakukan verifikasi ESG yaitu perusahaan-perusahaan analisis keberlanjutan, yang mensyaratkan untuk sebuah bank atau perusahaan dilabelkan telah mengikuti prinsip kehijauan, itu perlu membeli unit karbon yang ada.

“Oleh karena itu, kita lihat dalam hari ini saja, beberapa bank, terutama bank-bank asing, yang mungkin dari kantor regionalnya disuruh untuk membeli unit karbon,” kata Inarno.

Baca juga : Pertamina Siap Pimpin Pasar Perdagangan Karbon di Indonesia

Beberapa perusahaan yang telah menjadi pembeli Unit Karbon di IDXcarbon yaitu PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas (bagian dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk), PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi dan PT Pertamina Patra Niaga.

Bursa Efek Indonesia sebagai penyelenggara Bursa Karbon mengatakan penetrasi dan pemahaman pihak perbankan terkait bursa karbon ini memang lebih cepat. Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, perbankan telah melihat perdagangan unit karbon ini sebagai pengurang daripada karbon emisi perusahaan mereka.

“Mereka melihat ini karbon emisi sebagai pengurang. Yang menarik, pembeli unit karbon ini banyaknya perbankan yang yang merupakan perusahaan terbuka (Tbk) atau perusahaan publik. Ini memperlihatkan dukungan mereka kepada ESG,” kata Iman.

Perbankan dan perusahaan terbuka melihat unit karbon yang mereka beli baik untuk perusahaan untuk menarik pihak investor asing masuk berinvestasi, terutama investor yang memiliki perhatian dan berfokus kepada pengembangan ESG.

“Penetrasi di Indonesia lebih cepat, sebab setelah mendapatkan izin sebagai penyelenggara bursa karbon pada 18 September 2023, perbankan lebih cepat menangkap peluang ini, karena mereka sudah pernah membeli unit karbon di perusahaan regionalnya. Mereka sudah sangat familiar terhadap sertifikasi untuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK),” kata Iman.

Sementara pelaku jual beli unit karbon lain, seperti perusahaan batu bara sebagai produser masih butuh waktu baik untuk menghitung Cap batasan emisi karbon yang diperjualbelikan maupun untuk sertifikasi.

Hal ini tidak aneh menurutnya. Berkaca ke negara Jiran, atau Malaysia, saat perdagangan bursa karbon dilakukan di sana, sebanyak 7 dari 14 pengguna pelaku perdagangan karbonnya merupakan perbankan.

“Kami akan terus lakukan sosialisasi,” kata Iman.

Target Tergantung Perizinan dan Permintaan

Berbeda dengan jual beli saham yang dilakukan pada pasar primer yang bisa dipantau langsung oleh publik volume perdagangannya, perdagangan karbon dilakukan pada pasar sekunder, alias antar institusi perusahaan, baik penjual dan pembeli unit karbon.

Sehingga potensi perdagangan bursa karbon bergantung kepada Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN PPI) yang berada di bawah kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK). Bagi perusahaan yang akan menjual unit karbonnya harus mengurus SPE GRK mereka di sana.

“Kami sangat tergantung kepada SRN PPI di KLHK,” kata Iman.

Sejauh ini telah terdapat tiga perusahaan yang ada di daftar Sistem Registri Nasional KLHK melalui https://srn.menlhk.go.id/spe/, yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO), PT UPV Sidrap Bayu Energi dan PT PJB UP Muara Karang milik PLN Nusantara Power.

“Setelah PGEO sebagai penjual, akan hadir Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang, anak usaha dari PLN. Produk yang dijual harus terdaftar di SRN PPI) KLHK,” kata Iman.

Saat perdagangan pada hari perdana bursa karbon, Selasa (26/9) transaksi IDXCarbon mencatatkan perdagangan karbon sebanyak 459.914 ton Unit Karbon dan terdapat sebanyak 13 kali transaksi, dengan 13 order, dan 16 pengguna teregister, pada harga Rp69.600 per 1 ton CO2 equivalent.

Sampai pukul pukul 11.00 WIB perdagangan karbon mencatatkan perdagangan karbon sebanyak 459.953 ton Unit Karbon dan terdapat sebanyak 24 kali transaksi, dengan 28 order, dan 16 register user, pada harga Rp77.000 per 1 ton CO2 equivalent.

Jam perdagangan bursa karbon pun berlangsung sama dengan jam perdagangan saham, yaitu sejak pukul 09.00 WIB s.d. 15.00 WIB.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik pada hari perdana ini memang baru ada Pertamina Geothermal sebagai pemiliki dan penjual unit karbon, maka perusahaan tersebut bisa mengendalikan harga, dengan memasang di harga Rp69.600 per 1 ton CO2 equivalent.

“Karena Pertamina memasang harga jual ini, siapapun yang mau beli harus dengan harga itu. Bila kuota yang dijual misal 300.000 ton sudah habis, dan berikutnya yang dia memasang harga Rp77.000 per 1 ton CO2 equivalent, Siapapun yang mau beli harus di harga itu. Tetapi besok, yang punya unit karbon bukan hanya Pertamina. Pembeli hari ini bisa menjualnya kembali dengan harga bid offer mekanisme pasar, bisa turun dan naik. Silakan pasang di harga berapapun,” kata Jeffrey. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat